Jam menunjukkan pukul 8 malam saat Elisa terbangun dari tidurnya. Setelah kepulangannya Elisa memilih kembali kekamarnya dan membaringkan tubuhnya barang sejenak, Elisa tidak menyangka jika saat terbangun suasana di luar telah gelap yang menandakan ia tertidur cukup lama. Ayah dan ibunya pasti sedang makan malam romantis berdua di luar, hari ini memang rencana mereka untuk makan diluar berdua, semacam kencan setelah menikah.
Merasa tubuhnya terasa penat Elisa beranjak dari kamarnya dan berniat untuk mandi, namun mendengar suara air dari dalam kamar mandi membuat Elisa yakin Ezra sedang menggunakan kamar mandi sekarang. Merasa jika Ezra masih akan lama di kamar mandi membuat Elisa kembali kekamarnya dan menunggu. Sampai didepan kamarnya Elisa melihat pintu kamar Ezra yang terbuka.
Dengan niat iseng Elisa masuk kekamar Ezra, tampak disana terdapat laptop Ezra yang masih menyala dan terlihat telah di buka dari sandi. Elisa mendekati laptop Ezra yang berada di kasurnya. Betapa terkejutnya Elisa melihat laptop Ezra.
Tampak gambar Elisa kecil dari laptop Ezra bersama dengan anak- anak bertubuh gendut, berwajah kusam dan jelek. Sebuah kenangan yang bahkan tidak bisa Elisa ingat. Bukan hanya itu saja, gambar- gambar berupa foto Elisa yang tertawa bermunculan.
“ apa kau tahu melihat barang orang itu melanggar privasi?” ucap Ezra mengagetkan.
“kak? Maaf aku…” ucap Elisa terbata karena melihat Ezra hanya menggunakan handuk mandinya yang hanya menutupi pinggang kebawah.
“ kenapa terdiam?” ucap Ezra dengan smirk smile- nya.
“ kakak tumben habis mandi cuma pakai handuk.” tanya Elisa polos. Yang awalnya berniat jahil malah terkekeh pelan dengan reaksi polos Elisa.
“ celanaku terjatuh dan basah, beruntung aku membawa handuk tadi.” ucap Ezra mengelus kepala Elisa.
“ kak.” ucap Elisa hendak bertanya.
“ hem, aku mau ganti, keluar atau aku akan ganti didepanmu.” ucap Ezra hendak melepas handuknya. Kali ini Elisa kesusahan meneguk Saliva- nya, bahkan suara ia meneguk Saliva- nya sampai terdengar jelas.
“ kakak pernah bertemu denganku sebelumnya?” ucap Elisa setelah menimbang ingin bertanya atau tidak, bagaimana- pun ia sudah ketahuan melihat laptop Ezra.
“ hem?”
“ kenapa ada fotoku saat kecil dengan kakak?” ucap Elisa penasaran.
“ kau tahu itu aku?” heran Ezra karena bagaimana- pun wajah di foto itu sangat berbeda dengan dirinya sekarang.
“ ya, meski berbeda wajahmu tidak berubah dengan gambar di foto.” ucap Elisa menebak. Karena dari yang ia pernah dengar Ezra adalah anak tunggal, tidak mungkin jika foto orang lain dijadikan background laptop- nya.
“ apa sekarang aku masih jelek?” ucap Ezra tidak jadi melepas handuknya dan berjalan ke arah Elisa.
“ tidak kau tampan.” ucap Elisa jujur.
“ dan foto anak kecil itu?”
“ apa yang berbeda? Aku bukan tipe orang yang bisa menilai wajah orang kak. Bagiku anak kecil kalau gendut itu biasa.” ucap Elisa heran.
“ dari dulu kau tidak berubah ya.” ucap Ezra ikut duduk di samping Elisa.
“ jadi kita memang pernah bertemu sebelumnya?”
“ ya, dulu aku tetanggamu saat kau masih tinggal di rumah lama- mu. Karena aku gendut dan yah bagi semua orang dekil, teman- teman di sekitar kita yang berasal dari kawasan elit menjahui- ku, tapi hanya kau yang mau berteman denganku.” ucap Ezra mengenang.
“ lalu?”
“ lalu aku sakit, pada saat itu rumah sakit di kota kita fasilitasnya belum selengkap ini sehingga orang tuaku membawaku ke Ingrish, yang fasilitas- nya lebih lengkap. Satu tahun aku berada dirumah sakit dan empat tahun aku menjalani perawatan di rumah grandpa dan grandma- ku, hingga akhirnya aku dinyatakan sembuh. Saat aku pulang kau sudah pindah dari rumah lama- mu. Hatiku sedikit hancur, aku pikir aku takkan lagi bertemu dengan orang tulus sepertimu yang menerimaku apa adanya.”
“ tapi rumah kakak juga pindah- kan?” heran Elisa, mengingat rumah Ezra yang pernah didatangi bukan disebelah rumah lama- nya.
“ ya, setelah aku pulang, orang tuaku memulai bisnis baru sehingga aku dan keluargaku pindah ke rumah yang lebih sederhana awalnya, lalu kami membangun sedikit demi sedikit hingga menjadi rumah megah seperti sekarang.”
“lalu, Daddy kakak?” tanya Elisa mengingat daddy dan mommy Ezra yang bercerai.
“ terkadang kita di butakan oleh uang, begitu- pun daddy- ku. Semenjak kehidupan menjadi lebih baik, ia sering main wanita, tidak satu atau dua kali namun berulang kali dan ibuku pernah memergoki ayahku bermain dengan wanita, semenjak itu pertengkaran demi pertengkaran tidak terelakkan. Ibuku bercerai dengan ayahku dan aku tinggal dengan ibuku di rumahku yang pernah kamu datangi sebelum pernikahan kedua orang tua kita. Saat daddy dan mommy- ku resmi bercerai kita memulai lagi hidup baru, bisnis baru. Namun meskipun aku memulai kehidupan baru, gadis kecil yang pernah menautkan janji denganku takkan pernah bisa lepas dari hatiku, bertahun- tahun terlewat- pun aku masih mengingat wajahmu dengan jelas. Meski hanya beberapa hari aku mengenalmu, aku merasa telah terikat denganmu, katakanlah itu hanya janji anak kecil namun bagiku itu sangat berharga, dan mungkin itulah yang membuatku enggan berpaling pada wanita lain.”
“ tapi, kak, kakak itu tampan, kakak lebih pantas dengan wanita yang sempurna untuk kakak, berbeda denganku, kakak tahu sendiri aku memiliki kekurangan- kan?” ucap Elisa memperlihatkan kaki- nya.
“ kau tahu? Aku belajar dan merubah tubuh- ku agar merasa pantas disampingmu, agar bisa kau banggakan ketika aku disampingmu. Menerimamu apa adanya sama seperti kau yang menerimaku apa ada- nya dulu.” ucap Ezra, entah mengapa kata- kata Ezra membuat bulir air mata jatuh di pelupuk mata indah Elisa.
“ yang selalu menemani langkahku agar kuat dan berubah menjadi lebih baik itu janji yang pernah kita ucapkan, Elisa. Bagaimana aku bisa meninggalkanmu hanya untuk menerima wanita yang hanya sempurna luarnya saja.” ucap Ezra menghapus air mata Elisa.
“ apa sekarang kamu percaya jika aku mengatakan aku jatuh hati lagi padamu, El?”ucap Ezra memegangi wajah Elisa agar menatapnya.
“ kita saudara, kak.” ucap Elisa lirih.
“ tapi kita tak terikat darah, El. Aku yakin mommy- ku mengerti jika aku mengatakan perasaanku padamu.”
“ bagaimana dengan Daddy- ku?” tanya Elisa.
“ kita bisa coba meyakinkannya.” ucap Ezra berusaha meyakinkan Elisa. Elisa terdiam.
“ bagaimana denganmu, El?” tanya Ezra.
“ apanya?” heran Elisa.
“ apa kau mencintai-ku?” lagi- lagi Elisa terdiam.
“ jika kau tak mencintai-ku mungkin kita memang tidak berjodoh, El.” ucap Ezra lirih.
“ mungkin setelah ini aku akan berusaha mencari wanita yang sama tulusnya sepertimu yang tak terikat saudara denganku.” ucap Ezra melepas tangannya dari wajah Elisa. Elisa terdiam, mencoba mengartikan perasaannya selama ini pada Ezra, apakah dia benar- benar tak menyukainya atau hanya ragu dan takut.
Benar setelah kedatangan Ezra hari- hari Elisa menjadi lebih bewarna, selama ini Ezra- lah yang selalu ada untuk Elisa, berada di samping Elisa, menemani Elisa dan berbagi rasa dengan Elisa, apakah nanti Elisa akan siap saat melihat Ezra membawa wanita disisinya dan menjauh dari Elisa? Memikirkannya saja membuat hati Elisa terasa sakit dan berat, padahal saat Nathan di rangkul Helena, rasa sakit dan cemburu itu tidak dia rasakan.
“ keluar- lah, aku mau ganti baju.” ucap Ezra berdiri.
“ kak.” ucap Elisa tertunduk.
“ apa tidak apa- apa jika kakak denganku?” ucap Elisa ragu.
“ apa yang membuatmu ragu, El? Aku sudah katakan aku menerima- mu apa adanya. Sama seperti kau yang juga menerimaku saat aku menjadi seorang anak yang jelek dan dekil.” ucap Ezra berusaha meyakinkan Elisa lagi.
“ aku tahu kakak seorang direktur perusahaan nomor satu se- Asia, kak. Apa tanggapan orang- orang nanti, jika kekasih direktur adalah orang yang cacat.” kata- kata Elisa mengagetkan Ezra.
“ ap? bagaimana bisa kau tahu? Apa teman- temanmu yang memberitahumu?” geram Ezra. Rupanya ancamannya tidak didengar teman- teman Elisa. Namun Elisa menggeleng.
“ apa kakak akan marah saat aku tahu kakak- lah yang merabaku saat kita di villa waktu itu?”
“ ap? Kau tahu? Aku pikir kau tidur.” ucap Ezra gugup.
“ aku memang tidur kak, namun saat kakak menciumku aku terbangun. Aku mungkin polos, kak, namun aku bukan orang yang tidak peka, satu sentuhan membangunkanku, aku bahkan tahu saat kakak menciumku di kamarku.” ucap Elisa membuat Ezra menutup wajahnya yang memerah dengan satu tangan.
“ namun aku pura- pura tidur karena menikmati sentuhan kakak. Saat kakak keluar aku ikut mengintip dari balik pintu dan mendengar semuanya, setelah aku tahu kakak akan kembali kekamar, aku buru- buru kembali kekasurku dan berpura- pura tidur, aku menceritakan soal bibir yang menciumku hanya ingin tahu reaksi kakak, melihat reaksi kakak yang juga malu- malu aku meyakinkan diriku itu bukan mimpi tapi mengenangnya seolah itu mimpi, aku bukanlah wanita yang sepolos kakak pikirkan.” ucap Elisa menunduk.
“ bagiku kau tetap wanita yang polos, Elisa. Kebanyakan orang yang merasa telah dekat denganku akan langsung merasa dirinya diatas awan, kau ingat temanmu yang membanggakan namaku hanya karena suami- nya seorang manajer?” tanya Ezra yang hanya diangguki Elisa.
“ dia langsung merasa dirinya hebat, dan itu membuatnya sombong. Aku bisa membayangkan jika wanita lain yang dekat denganku aku menebak ia akan meminta tanpa tahu malu padaku.” ucap Ezra mengingat kelakuan menjijikkan teman Elisa, Helena.
“ tapi dirimu, berbeda, El, meski kau tahu aku adalah Presdir dari perusahaan nomor satu sekalipun bahkan sering aku traktir makanan mewah kau selalu menolak barang yang aku belikan dan menikmati makanan dan barang- barang sederhana. Dan soal sentuhan, aku rasa semua wanita dewasa pasti seperti- mu, El. Bahkan bukan rahasia lagi jika anak jaman sekarang tidak ada yang suci lagi meski terbilang masih muda.” ungkap kenyataan.
“ dan aku sudah mengatakannya- kan? Jika kau menginginkannya aku bisa memberinya untukmu.” ucap Ezra yang hanya dibalas tawa oleh Elisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments