Kilasan Masa Lalu

“Yi’er! Sebelah kanan!” pekik Pendeta Shaosheng yang mengetahui Wang Yi tak dapat mendengar gerakan Rong Rui.

Akan tetapi terlambat, pedang Rong Rui sudah tertancap tepat mengenai bahu Wang Yi. Disaat bersamaan, sebuah kilas balik mendobrak ingatan Wang Yi. Memaksanya mengingat beberapa potongan sebuah kejadian.

Srat!

Darah mengucur dari luka Wang Yi. Bersamaan dengan wajah wanita berlumuran darah. Menatap Wang Yi dengan penuh kebencian.

...****************...

Slap!

Sebuah kilasan masa lalu nampak dipelupuk mata Wang Yi. Di dalam kilas balik, Wang Yi seolah berdiri di sebuah padang Bunga Krisan warna-warni. Angin berhembus perlahan. Nampak gadis muda melambaikan tangan padanya. Binar keceriaan nampak dari wajah Si gadis.

Dia berlarian di tengah padang Bunga Krisan. Udara disekitarnya begitu sejuk. Pemandangan pegunungan nan asri nampak memanjakan mata. Sang gadis berlari ke arah Wang Yi. Namun dia terpeleset. Wang Yi dengan sigap memegangi tubuh Si gadis supaya tidak terjatuh.

Si gadis menatap dalam pada Wang Yi. Lantas memberikan sapu tangan sulam buatannya sendiri. Wang Yi membuka sapu tangan dengan sulaman Bunga Peony dan dua kupu-kupu. Si gadis nampak malu-malu ketika Wang Yi menatapnya.

Hingga dalam hitungan kedipan mata. Pemandangan indah yang terhampar berganti menjadi kegelapan. Wang Yi melihat gadis itu diseret paksa seseorang. Tangannya telulur ke arah Wang Yi. Akan tetapi Wang Yi memilih bergeming.

Si gadis muda menitikkan air mata. Jiwa maupun raganya disiksa habis-habisan. Hingga semakin lama binar keceriaan memudar dan menghilang dari wajahnya. Tetapi melihat penderitaan Si gadis, Wang Yi tidak merasakan apapun. Tidak ada keinginan menolong atau mencegah hal buruk terjadi pada gadis itu. Sampai suatu ketika, tatapan gadis yang tadinya penuh kelembutan berubah menjadi kebencian dan dendam.

Tanggunglah rasa sakit ini hingga ke tulang sumsummu. Kau hanya akan hidup dengan menanggung dosamu sendiri dan dosa orang lain. ucapan Si gadis menghentak ke dalam sanubari Wang Yi.

Membuat jantungnya merasa bergetar hebat. Hingga dalam hitungan kedipan mata, sebuah cakar tepat menusuk matanya.

“Gyaahrrgttt!!!” teriak Wang Yi kesakitan.

Hosh…Hosh…Hosh… suara nafas Wang Yi terdengar naik turun.

“Apa kau bermimpi buruk lagi?” tanya Pendeta Shaosheng sembari mengobati luka tusukan pedang Rong Rui.

Flashback

Disaat pedang Rong Rui menembus bahu Wang Yi. Pendeta Shaosheng sekuat tenaga memusatkan pikiran. Kemucing miliknya bergerak dengan cepat dan mengibaskan gadis-gadis yang membelenggunya.

Duak!

“Arghttt!”

Para gadis dari Aliran Giok Putih terpental ke segala penjuru. Pendeta Shaosheng dengan langkah cepat mengibaskan kemucing pada Rong Rui. Tusukan pedang Rong Rui terlepas dan tubuh gadis muda itu berputar-putar. Sebuah tendangan dilancarkan Pendeta Shaosheng tepat mengenai bahu Rong Rui. Gadis itu terpental.

Pendeta Shaosheng segera mengambil kesempatan dan membawa Wang Yi pergi dari tempat itu sejauh mungkin.

Flashback End

Kini Wang Yi dan Pendeta Shaosheng berada di Kuil Kuno. Untuk sekedar beristirahat dan menyembuhkan luka Wang Yi. Luka yang untungnya tak menembus organ vital Wang Yi.

Nyala api unggun bergoyang kesana kemari. Tertiup semilir angin malam yang masuk melalui celah jendela Kuil reyot yang tak terawat.

Pendeta Shaosheng duduk di samping Wang Yi seraya menyerahkan guci arak berbentuk labu. Wang Yi segera meraih dan menenggak arak yang hanya tersisa sedikit. Wajahnya nampak kesal sekaligus muram.

“Apa kau ingin aku menceritakan sesuatu?” tanya Pendeta Shaosheng.

Wang Yi hanya terdiam. Menatap nyala api unggun yang berpendar di ruangan.

Sembari menghela nafas dalam, Pendeta Shaosheng kembali membuka suara.

“Kau…. Mungkin selamanya akan menjadi seorang Pelahap Dosa dan merasakan siksaan pada tubuhmu. Menanggung dosamu sendiri dan dosa orang lain. Semua ini karena seseorang yang memiliki aura pekat dan gelap terus saja mengikutimu. Bahkan semenjak kau berada dalam kandungan.” ucap Pendeta Shaosheng sesekali menenggak arak miliknya.

“Guru memberikanmu jalan sebagai Pelahap Dosa untuk mengurangi rasa sakit pada tubuhmu, karena itulah Guru memintaku untuk menjagamu.” lanjut Pendeta Shaosheng.

Lagi-lagi Wang Yi tak bergeming. Pendeta Shaosheng melanjutkan kembali ucapannya.

“Kau sendirilah yang harus menemukan jawaban, atas apa yang menimpamu. Jawaban untuk mengetahui kenapa kau harus menjadi Pelahap Dosa.”

Mendengar penghujung kalimat Pendeta Shaosheng, Wang Yi menatap pria tua yang ada disampingnya.

“Jadi, kilasan ingatan yang selalu muncul memiliki hubungan dengan semua ini?” tanya Wang Yi.

“Entahlah, hanya kau yang bisa mencari jawabannya. Jika tidak ingin menjadi Pelahap Dosa selamanya.” Pendeta Shaosheng menjawab sembari menenggak habis araknya.

Wang Yi hanya mengulas senyum sinis, “sialan….”

Hanya kata itu yang keluar dari bibirnya.

...****************...

Di Kota Gansu, Kediaman Petugas Yuen.

Seorang tabib memeriksa pergelangan tangan Rong Rui. Merasakan denyut nadi gadis dari Aliran Giok Putih tersebut. Petugas Yuen berdiri sembari menatap Rong Rui.

“Bagaimana keadaan Nona ini?” tanya Petugas Yuen.

“Tuan tidak perlu khawatir. Nona ini akan baik-baik saja. Akan ku buatkan ramuan obat untuknya.”

“Xiexie…” ucap Petugas Yuen berterimakasih pada tabib.

Tabib undur diri dan keluar dari kamar Petugas Yuen. Sepeninggal Sang Tabib, Petugas Yuen lantas duduk di samping Rong Rui yang masih tak sadarkan diri. Petugas Yuen menatap lekat-lekat pada Rong Rui.

Flashback

Duak!

“Arghttt!”

Para gadis dari Aliran Giok Putih terpental ke segala penjuru. Pendeta Shaosheng dengan langkah cepat mengibaskan kemucing pada Rong Rui. Tusukan pedang Rong Rui terlepas dan tubuh gadis muda itu berputar-putar. Sebuah tendangan dilancarkan Pendeta Shaosheng tepat mengenai bahu Rong Rui. Gadis itu terpental dan sebelum menghantam tanah Petugas Yuen yang kebetulan berada di Desa Longwan datang tepat waktu menangkap tubuh Rong Rui.

Perlahan Petugas Yuen yang menggendong Rong Rui berputar-putar sebentar di udara. Lantas mendarat ke tanah dengan selamat. Hembusan wewangian bunga menyergap dada Petugas Yuen. Matanya dengan seksama menatap Rong Rui yang tak sadarkan diri dan berada dalam dekapannya.

Gadis itu, memiliki paras rupawan. Layaknya Sang Dewi bulan. Kulitnya halus selembut sutra. Petugas Yuen belum pernah bertemu dengan gadis secantik Rong Rui. Lantas Petugas Yuen membawa pulang Rong Rui ke kediamannya untuk diobati.

Flashback End

Di Puncak Gunung Emei, tempat Aliran Giok Putih berada.

Seseorang tengah bermeditasi dalam sebuah ruangan yang minim pencahayaan. Hanya ada satu atau dua lilin yang dinyalakan. Hingga seorang gadis muda masuk dan berlutut.

“Guru, hamba datang melapor.”

“Katakan.” ucap seseorang yang dipanggil guru.

“Jiejie berada di Kota Gansu, sepertinya sedang terluka karena bertarung dengan Pendeta dari Kuil Naga Timur.”

“Terus awasi dan laporkan segala perkembangannya padaku.”

“Baik…Guru…”

Si gadis muda pun undur diri dari ruangan meditasi. Tanpa dia ketahui, sebuah senyum seringai nampak dari sudut bibir seseorang yang dipanggilnya guru tersebut.

“Aku menaruh harapan besar padamu… Rong Rui…” ucapnya sembari tertawa membahana.

Sebuah asap hitam menyelimuti orang tersebut. Aura yang pekat dan penuh kegelapan.

Terpopuler

Comments

Alta [Fantasi Nusantara]

Alta [Fantasi Nusantara]

Tulang memang bersumsum, tapi tidak ada yang namanya tulang sunsum. Sumsum meman bagian dari tulang, tapi bukan nama tulang ☺️☺️☺️☺️☺️☺️

2024-04-24

0

herry bjb

herry bjb

susun ceritanya dengan baik terlalu kebanyakan flashback jadi males ngebacanya

2024-04-15

0

Alta [Fantasi Nusantara]

Alta [Fantasi Nusantara]

Ini tatapan si gadis hanya ada dalam khayalan Wang Yi kan? Jadi macam penglihatan gitu

2024-04-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!