Terhubung

Di pinggir danau yang sepi, seorang anak sedang berdiri menatap aliran danau yang tenang. Tanpa disadarinya, seseorang dari belakang sedang berjalan mengendap-endap. Hingga dalam hitungan detik, orang itu tanpa belas kasih mendorong Si anak dengan keras.

Byurr!

Si anak berteriak minta tolong. Namun orang itu memilih mengabaikan dan membiarkan tubuh Si anak perlahan ditelan aliran danau yang dalam.

...****************...

“Arghtttt!!!” Wang Yi lagi-lagi merasa mata dan tubuhnya terasa sakit.

“Tubuhmu sudah bereaksi. Itu artinya, kau harus melakukan ritual pelahapan dosa.” ucap Pendeta Shaosheng.

Wang Yi hanya diam sembari memegangi matanya. Rasanya seperti tertusuk ribuan jarum. Diiringi sebuah penglihatan di mana seorang wanita tersenyum sumringah padanya. Wajahnya nampak samar. Tangannya telulur pada Wang Yi. Akan tetapi dalam sekejap, senyum wanita berubah menyeriangi. Matanya berlumuran darah dan menatap penuh kebencian pada Wang Yi.

Pemuda bertubuh kurus dan berpenampilan kumal layaknya pengemis jalanan itu, merasakan jantungnya berdegup kencang. Selain rasa sakit di seluruh tubuhnya. Tetapi entah kenapa hatinya jauh lebih sakit dibandingkan dengan tubuhnya.

Wang Yi buru-buru menenggak arak yang tergantung manis di pinggangnya. Namun, arak yang dia minum tak cukup untuk mengobati rasa sakit yang dia rasakan. Wang Yi terlihat kesal.

Kenapa? Kenapa setiap kali mataku terasa sakit. Selalu ada bayangan seorang wanita yang mengerikan. Siapa wanita itu? Kenapa matanya begitu penuh kebencian. Bahkan dalam ingatan itu, seolah aku dapat melihat dengan kedua mataku. Lantas ingatan siapa yang selalu datang menyerbu dalam ingatan ini? batin Wang Yi.

Suara Pendeta Shaosheng menyadarkan Wang Yi.

“Di sana sepertinya ada desa. Sebaiknya kita mencari tempat beristirahat.” ajak Pendeta Shaosheng sembari memapah Wang Yi.

Di pintu masuk desa yang terbuat dari batang bambu. Terdapat papan kayu yang bertuliskan Desa Longwan. Desa Longwan merupakan salah satu Desa yang berada Di Provinsi Gansu, wilayah Kerajaan Dinasti Shang. Akibat ulah Pejabat Zhang yang menaikkan pajak, mengakibatkan penduduk di Desa Longwan mayoritas hidup dalam kemiskinan.

Sesampainya di Desa Longwan. Banyak penduduk berkumpul di tepi danau. Suara tangisan seorang perempuan paruh baya membuat penduduk yang lain ikut bersedih.

“Hiks…hiks…putraku Liqin…kenapa kau harus meninggalkan ibu seperti ini?”

Wanita yang menangis tersebut diketahui bernama Peiyu. Memeluk mayat putranya yang sudah membujur kaku tanpa nyawa.

“Kasihan sekali Liqin, dia sudah buta dan bernasib malang seperti ini.” ucap salah satu penduduk desa sembari berbisik dengan yang lain.

“Kau benar, mungkin dia terpeleset saat berada di tepi danau.” bisik penduduk yang lain.

Tak ayal keramaian itu, membuat Pendeta Shaosheng bergegas mendekat.

“Hidup dan mati seseorang sudah ditentukan langit. Semoga langit bermurah hati menempatkannya di Surga tertinggi.” ucap Pendeta Shaosheng ikut bersedih.

Salah satu Tetua Desa mendekati Pendeta Shaosheng.

“Pendeta, bisakah kau membantu melaksanakan pemakaman untuk anak malang ini?”

“Tentu saja…sebagai pengikut Dewa Thay Shang Lao Jun akan selalu membantu yang membutuhkan.”

Tetua desa merasa lega mendengar jawaban Pendeta Shaosheng. Sang Pendeta lantas berbisik pada tetua desa.

“Tetua, apakah kau bisa membayar dimuka?”

“Hah? Bukankah seorang Pendeta tidak mengharapkan imbalan apapun untuk membantu sesama?” tanya Tetua Desa yang merasa terkejut.

“Sssttt…. Jangan keras-keras. Aku pasti akan membantu. Paling tidak sediakan arak untuk kami berdua.”

Tetua desa mengerti dan mengangguk perlahan.

Di sisi lain Wang Yi hanya diam, meski tak dapat melihat. Dia merasakan ibu dari Liqin benar-benar merasa kehilangan putranya.

Kini malam telah tiba. Penduduk desa menyalakan obor. Hendak melaksanakan ritual pemakaman Liqin. Beberapa makanan sederhana diletakkan pada meja persembahan. Buah dan sedikit guci berisi arak ditata berjejer dengan makanan. Dua lilin dinyalakan. Pendeta Shaosheng menyiapkan beberapa kertas kuning yang dimantrai.

“Kau bisa mengurangi rasa sakitmu dengan melakukan ritual pelahapan dosa. Meskipun aku tidak yakin, anak kecil ini memiliki dosa.” ucap Pendeta Shaosheng setengah berbisik.

Wang Yi berusaha merasakan dosa apa yang diperbuat anak kecil ini. Meski samar dan tak begitu jelas. Tubuh anak kecil ini mengeluarkan asap hitam meski dengan jumlah sedikit.

Treng!

Treng!

Pendeta Shaosheng menggerakkan lonceng. Membakar kertas kuning sembari merapalkan mantra. Diiringi tarian Tao.

“Sì gè jiǎoluò de shǒuhùshén, empat dewa penjaga arah mata angin. Langit dan bumi bersatu di bawah perintah Lóngshén. Tiada manusia yang berdosa. Sucikan dosa anak malang ini.” ucap Pendeta Shaosheng.

Suara lonceng Sang Pendeta terdengar berdentang. Wang Yi melakukan gerakan Tarian Tao. Harimau galak menghentikan gunung, karena hanya jurus tarian Tao satu itu yang dikuasai Wang Yi untuk memerangkap dosa manusia.

Wang Yi menghela nafas dalam. Kemudian, menghisap asap hitam samar yang keluar dari tubuh Liqin. Perlahan, asap hitam masuk ke dalam tubuh Wang Yi melalui mulutnya.

Ya benar… seumur hidupnya, Wang Yi akan terus melakukan Pelahapan Dosa untuk mengurangi rasa sakit di mata maupun tubuhnya. Wang Yi pun tak pernah mengetahui alasan apa yang membuatnya harus melakukan hal seperti ini.

“Gyaaaahrrrgggg!!!” teriak Wang Yi.

Disaat proses Pelahapan Dosa. Beberapa gadis dari Aliran Giok Putih berdatangan. Melayang di udara dan membentuk formasi rasi bintang memurnikan dosa.

Tak ketinggalan, pemimpin para gadis itu muncul dari tengah gerombolan. Menggunakan jurus meringankan tubuh. Sang gadis menggenakan pakaian hanfu berwarna putih dengan corak kebiruan.

“Bentuk formasi rasi bintang memurnikan dosa.” Perintah gadis itu.

Semua pedang melayang di udara. Mengitari Wang Yi yang sedang melakukan ritual Pelahapan Dosa. Perlahan namun pasti, asap hitam yang baru dilahap Wang Yi tiba-tiba beralih terhisap ke arah lingkaran pedang.

Pendeta Shaosheng tak tinggal diam, “gadis-gadis itu kenapa selalu menganggu.”

Lantas dengan gerakan cepat, Pendeta Shaosheng melayang di udara dan mengibaskan kemucing miliknya.

Slap!

Kibasan kemucing Pendeta Shaosheng membuat formasi rasi bintang gadis Aliran Giok Putih tercerai berai. Asap hitam kumpulan dosa terlepas begitu saja dan kembali masuk ke dalam tubuh Liqin.

Pemimpin gadis Aliran Giok Putih yang bernama Rong Rui segera menghunuskan pedang ke arah Pendeta Shaosheng. Sang Pendeta menangkis dengan kemucing miliknya.

Trang!

Trang!

Keduanya berkelahi sembari melayang di udara. Tak hanya melawan Rong Rui. Pendeta Shaosheng juga dikeroyok gadis lainnya. Pendeta Shaosheng menangkis pedang dari satu gadis lainnya. Lantas memutar tubuh dan kemudian melancarkan tendangan. Hingga satu dua gadis terjerembab ke tanah.

Wang Yi yang tak dapat menyelesaikan ritual Pelahapan Dosa terduduk sembari memegangi matanya yang terasa sakit. Telinganya mendengar gemerincing pedang yang saling beradu dengan kibasan kemucing Pendeta Shaosheng.

Beberapa penduduk desa yang menghadiri pemakaman. Seketika berlarian tak tentu arah karena melihat pertarungan antara Pendeta Shaosheng dan gadis dari Aliran Giok Putih.

“Hei nona-nona, sebaiknya kita tidak perlu saling berkelahi.” ucap Pendeta Shaosheng yang sudah mendarat ke tanah.

Rong Rui hanya tersenyum sinis, “pendeta, apa kau takut melawan kami?”

“Mana mungkin aku takut. Tetapi jika terluka, jangan salahkan aku.” ucap Pendeta Shaosheng.

Lantas Rong Rui menghunuskan pedangnya. Gerakan kakinya lincah namun gesit menyerang Sang Pendeta. Pendeta Shaosheng mengangkat kakinya ke udara. Menangkis serangan pedang Rong Rui. Di belakangnya, gadis lain menyergap dengan pedangnya. Pendeta Shaosheng segera memutar tubuh dan menghalau serangan dengan kemucingnya.

Trang!

Trang!

Pedang dua gadis berjatuhan. Pendeta Shaosheng malah bermain-main dan mencolek janggut para gadis muda tersebut.

“Khukhu…mulus sekali kulit kalian hahahihi….” ucap Pendeta Shaosheng genit.

Melihat hal itu Rong Rui tak tinggal diam.

“Jurus Tarian Pedang Jianshu.”

Kaki kiri Rong Rui sedikit ditekuk dan terangkat. Tangan kirinya membentuk simbol dua jari. Sedangkan tangan kanannya memegang pedang berwarna putih dengan corak biru muda. Gerakannya lincah, lembut dan sangat cepat. Menyerang Pendeta Shaosheng.

Trang!

Trang!

Pergelangan tangan Rong Rui begitu lincah saat memutar-mutar pedangnya. Pendeta Shaosheng nampak kewalahan. Hingga sebuah tendangan tepat mengenai dadanya dengan keras.

Duak!

Pendeta Shaosheng jatuh terjerembab. Sebelum bisa bangkit. Beberapa gadis dari Aliran Giok Putih segera membentuk formasi pedang memerangkap musuh. Secara ghaib, pedang mereka mengeluarkan cahaya dan membelenggu tubuh Pendeta Shaosheng seperti rantai.

Wang Yi yang mulai pulih tenaganya. Mendengar pertarungan antara Pendeta Shaosheng dan para gadis dari Aliran Giok Putih. Dia tak bisa tinggal diam. Wang Yi menggunakan jurus dasar Tarian Tao yang disebut Nancen yang merupakan jurus tangan kosong. Wang Yi melebarkan kakinya dan membuat kuda-kuda kokoh.

Tepat didepannya, Rong Rui berdiri tegap. Menatap Wang Yi dengan tatapan tajam. Telinga Wang Yi mendengarkan dengan seksama.

“Yi’er! Berhati-hatilah dengan para gadis ini. Aku sengaja mengalah supaya tak melukai mereka. Jika itu dirimu terserah kau saja.” ucap Pendeta Shaosheng setengah berteriak.

Rong Rui tersenyum sinis, lantas pedangnya terhunus ke arah Wang Yi. Langkah kaki Rong Rui bergerak dengan cepat. Wang Yi menoleh ke kanan dan kiri. Telinganya mendengarkan dengan seksama. Kakinya sebagai penyalur energi untuk membantunya mengetahui keberadaan musuh.

Tepat disaat bersamaan, Pedang Rong Rui mengarah padanya. Wang Yi melayang dan mundur selangkah sembari membungkuk. Menghindari serangan pedang Rong Rui. Gadis itu tak tinggal diam. Gerakan pergelangan tangannya lincah dan memutar pedangnya.

Wang Yi kembali menghindar dengan memutar tubuhnya ke udara. Lantas memberikan tendangan ke arah Rong Rui. Rong Rui dengan sigap menangkis dengan tangan kirinya. Lantas memberikan serangan balasan. Menghunuskan pedang ke arah Wang Yi.

Wang Yi menundukkan kepala untuk menghindari sabetan Pedang Rong Rui. Wang Yi tak tinggal diam, kakinya membalas dengan memberikan tendangan ke arah Rong Rui. Namun gadis itu dapat membaca serangan Wang Yi. Sehingga dia mundur ke belakang. Menggunakan jurus meringankan tubuh.

Lantas melayang-layang di udara mencari kesempatan menyerang Wang Yi. Wang Yi merasa kebingungan karena Rong Rui tak menginjakkan kakinya di tanah. Benar sekali, kelemahan Wang Yi tak bisa merasakan keberadaan orang lain. Jika tidak ada yang menjejakkan kakinya ke tanah.

“Yi’er! Sebelah kanan!” pekik Pendeta Shaosheng yang mengetahui Wang Yi tak dapat mendengar gerakan Rong Rui.

Akan tetapi terlambat, pedang Rong Rui sudah tertancap tepat mengenai bahu Wang Yi. Disaat bersamaan, sebuah kilas balik mendobrak ingatan Wang Yi. Memaksanya mengingat beberapa potongan sebuah kejadian.

Srat!

Darah mengucur dari luka Wang Yi. Bersamaan dengan wajah wanita berlumuran darah. Menatap Wang Yi dengan penuh kebencian.

Terpopuler

Comments

lou sheng

lou sheng

anjay, 😭😭

2024-03-24

1

lou sheng

lou sheng

klo bicara dalam hati gak dikasih tanda kutipkah kak?

2024-03-24

0

lou sheng

lou sheng

apakah wanita itu seorang yang dibunuh di masa lalu, atau emang wanita ini memiliki takdir bersama wang yi?

2024-03-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!