Risya sangat ragu harus membiarkan putrinya untuk berbicara dengan Laras.
"Mah, Rora tidak mau, Rora takut," Rora memegang kuat tangan Risya yang takut di minta keterangan. Dia memang belum sepenuhnya bertemu dengan orang lain.
"Rora Saya bukan orang jahat dan saya hanya ingin membantu kamu. Jadi kamu harus percaya kepada saya," ucap Laras dengan meyakinkan.
"Sayang kamu jangan takut ya. Mama akan ada di samping kamu. Dia bukan orang jahat dan semua ini demi kebaikan kamu. Percaya pada mama. Tidak akan jadi apa-apa dan mama tidak akan kemana-mana," Risya yang berusaha untuk menenangkan Rora.
Rora terdiam yang memberi kesempatan Polisi untuk berbicara padanya. Risya menghentikan makan putrinya dan Risya berdiri dari tempat duduknya. Laras langsung mengambil posisi untuk duduk di samping Rora
"Jangan takut Rora saya tidak akan makan orang. Kamu gadis cantik yang saya dengar sangat pintar dan menurut saya gadis yang pintar itu sangat berani," Laras basa-basi dengan tersenyum tipis. Agar Rora bisa rileks dan tidak takut padanya.
"Kita mulai saja ya," ucap Laras.
"Rora kamu katakan pelan-pelan bagaimana kronologi kejadiannya. Apa yang terjadi saat itu?" tanya Laras.
Aurora yang terbayang kembali dengan kejadian itu dengan memejamkan matanya dan sementara Risya malah panik dengan saling menekan jarinya yang takut putrinya tiba-tiba kenapa-napa.
Aurora yang mengingat dengan jelas saat dirinya berjalan keluar dari tempat Party dan tiba-tiba tangannya di tarik yang masuk kedalam ruangan yang gelap.
"Gelap!" ucap Rora yang tiba-tiba keringat dingin saat mengingat kembali kejadian malam.
"Sakit!"
"Sakit!"
"Tidak!"
"Tidak!"
Rora histeris dengan menutup telinganya dengan kedua tangannya saat membayangkan dirinya diperkosa malam itu.
"Arggg!"
Rora yang kembali histeris membuat Laras berusaha untuk menenangkan Rora.
"Rora!" Risya langsung menghampiri Rora dengan menenangkan Rora.
"Sayang ini mama. Ini mama sayang!"
"Kamu jangan takut sayang, mama ada di sini sama kamu, kamu pegang tangan mama. Tidak akan ada yang menyakiti kamu," Risya yang memeluk Rora.
"Pergi!"
"Pergi!"
"Aku tidak tahu siapa laki-laki bajingan itu!"
"Pergi!"
"Aku tidak bisa melihatnya!"
"Semuanya gelap, gelap!" teriak Rora dengan histeris.
"Saya mohon tolong hentikan. Lihat putri saya dia sangat takut, saya mohon pergi lah dari sini," Risya yang penuh kecemasan mengusir Polisi yang meminta keterangan itu.
"Pergilah dan jangan ganggu anak saya. Saya mohon tolong beri kesempatan padanya!" Risya terus mengusir Laras.
Laras menghela nafas dan berdiri dari tempat duduknya.
"Saya tidak pernah bermaksud untuk membuat putri anda ini seperti ini. Saya hanya berusaha untuk melakukan yang terbaik dan untuk memudahkan proses penyelidikan kami," ucap Laras.
"Saya turut prihatin dengan apa yang terjadi kepada putri anda. Kabari saya. Jika kondisinya sudah membaik dan saya melakukan ini untuk kebaikan Rora dan mempercepat kasus ini. Jadi mohon kerja samanya," ucap Laras dengan bijak yang langsung meninggalkan ruangan tersebut. Tadi Rora sudah bagus makan dan Laras yang memaksanya untuk mengingat kejadian itu membuat Rora kembali histeris.
*********
Zavier, Marko, Zeva, Cindy, Tiara, Reval, Bryan, Yoga, hari ini ke kantor Polisi yang di dipanggil sebagai saksi untuk memberikan keterangan atas kejadian itu.
Mereka bergantian masuk kedalam ruang penyidik. Pasti sangat gugup dan deg-degan untuk pertama kali yang berurusan dengan Polisi.
"Zeva kamu gugup?" tanya Zavier. Zeva menganggukkan kepalanya.
"Kamu jangan takut. Kamu jawab saja apa yang kamu ketahui," ucap Zavier yang mengingatkan sepupunya itu. Zeva mengangguk kepalanya.
"Kenapa kita jadi berurusan dengan Polisi," ucap Cindy yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.
"Sudahlah kita ikuti saja prosesnya. Biar kematian Steffie terungkap dan aku juga tidak menyangka Jika ternyata Arora di Perkosa," ucap Tiara pelan
"Shutttt, ada Bryan," Cindy menegur Tiara berbicara terlalu kencang.
Bryan sebagai kekasih dari Aurora pasti ikut sedih dan sejak tadi Bryan hanya diam saja yang menunggu gilirannya dipanggil karena yang sudah masuk terlebih dahulu adalah Reval.
Tidak lama akhirnya Reval keluar dari ruang penyidik yang membuat mereka semua langsung berdiri.
"Bagaimana Reval apa yang di tanyakan?" tanya Cindy.
"Banyak sekali pertanyaannya yang pasti mengenai Rora dan alm Steffie. Sudahlah nanti kalian juga akan tahu," jawab Reval dengan mengusap keringatnya yang mungkin di dalam sana begitu mengerikan yang di interogasi dengan suasana menegangkan.
"Selanjutnya yang bernama Bryan!" tiba-tiba Polwan cantik Laras memanggil giliran yang berikutnya.
Bryan menghela nafasnya dan akhirnya berdiri dari tempat duduknya dan memasuki ruangan penyidik untuk di mintai keterangan.
Mereka semua menunggu giliran masing-masing yang akan di panggil satu persatu. Setiap yang selesai dari ruang penyidik pasti keringat dingin dan juga pucat.
Sama dengan Marko yang sekarang dek-dekan duduk di depan Firman di dalam ruangan yang berukuran kecil dan hanya mereka berdua yang ada di sana. Ada lampu di atas kepala mereka yang hanya menjadi penerang di dalam ruangan itu.
"Kata salah satu teman kamu. Kamu yang membawa alkohol kedalam Villa?" tanya Firman dengan menatap tajam Marko.
"Sial. Mulut siapa yang bocor lagi," batin Marko yang merasa terjebak
"Benar kamu yang membawa alkohol itu?" tanya Firman kembali.
"I-i-iya pak," jawab Marko gugup.
"Sejak kapan kamu minum alkohol?" tanya Firman.
"Hmmm, baru-baru saja. Tapi tidak terlalu banyak," jawab Marko terbata-bata.
"Ibu teman kamu yang sudah meninggal mengatakan. Jika dia memberi izin untuk mengadakan party di Villa dengan syarat tidak ada alkohol dan apa Steffie yang menyuruh kamu membawa alkohol?" tanya Firman.
"Aduh bagaimana ini. Sebaiknya aku bilang iya saja. Agar aku tidak dapat masalah panjang. Tapi bagaimana jika Steffie gentayangan dan menggangguku. Karena aku bohong dan melibatkan namanya," batin Marko bingung dengan kepanikan.
Tik, tik, tik. Firman mengetuk-ngetuk kan jarinya di atas meja yang menunggu jawaban dari Marko.
"Kamu butuh minum Marko? Santai kamu jangan tegang seperti itu," ucap Firman dengan selow.
"Atau kita makan dulu?" tanya Firman.
"Ti-tidak usah pak," jawab Marko gugup
"Kalau begitu jawablah dengan cepat dan pelan-pelan saja. Saya tidak akan makan kamu," ucap Firman dengan santai.
"Pak sumpah pak. Saya tidak ada kaitannya dengan kematian Steffie dan juga pemerkosaan Rora. Saya memang suka pada Rora dan kesal padanyanya. Tapi saya tidak memperkosanya pak," ucap Marko yang dengan buru-buru berbicara. Padahal Firman belum bertanya sampai sana.
"Marko tenanglah. Kamu jangan buru-buru berbicara. Saya belum bertanya sampai sana dan hanya baru bertanya tentang masalah alkohol," sahut Firman dengan menyungging senyumnya.
"Iya benar pak saya memang yang membawa alkohol ke Villa. Saya punya ide sendiri dan tanpa sepengetahuan Steffie. Saya yang memulai semuanya dan mengajak mereka untuk minum. Saya juga memaksa Zeva pertama kali. Tetapi karena Rora ikut campur. Jadi saya mengerjainya dengan membuatnya minum banyak dan setelah itu saya tidak melakukan apa-apa. Saya juga mabuk sampai teller," jelas Marko.
Firman mengangguk-angguk kepalanya mendengar pengakuan Marko yang apa adanya.
"Jadi kamu asal mula semuanya?" tanya Firman.
"Memang saya. Tapi saya tidak memperkosa Rora. Saya berani bersumpah pak," Marko dengan wajah pucatnya sampai mengangkat 2 jarinya.
Firman hanya menyunggingkan senyumnya. Sebagai seorang Polisi pasti banyak yang di dapatkannya ketikan mengintrogasi Marko. Senyum Firman seolah sudah memberikan arti.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments