"Zeva!" Askara berteriak dengan kencang sembari berlari menghampiri Zeva. Begitu sampai pada Zeva Aksara langsung menarik tangan Zeva yang membuat Zeva kaget dengan matanya melotot yang mana tubuhnya tertarik jatuh dan untung saja jatuh keatas tubuh Aksara yang sudah berbaring.
Dimana Zeva yang berada di atas tubuh Askara dan Zeva yang memejamkan matanya yang masih shock sementara Aksara yang mengangkat kepalanya melihat wanita yang di atas tubuhnya meminjamkan mata yang terlihat sangat takut.
Hahhhhh.
Askara menghela nafas yang merasa lega. Jika wanita yang ditariknya tidak apa-apa. Perlahan mata Zeva terbuka dan langsung bertatapan dengan Aksara dengan tatapan keduanya yang sayu.
Dan Zeva yang tersadar pada posisinya langsung mencoba untuk duduk yang akhirnya Zeva sudah duduk dengan nafasnya naik turun dan sama dengan Askara yang juga sudah menyusul Zeva untuk duduk.
"Apa yang kau lakukan?"
"Kau ingin mengakhiri hidupmu dengan cara konyol seperti ini?"
"Kenapa kamu punya pikiran sampai sejauh itu?"
"Apa kau sudah tidak bisa berpikir jernih lagi?"
"Apa dengan mati akan menyelesaikan masalah!"
Askara mengintimidasi Zeva dengan mempertanyakan banyak hal dengan nafas Askara yang masih naik turun yang masih tidak menduga jika dia tidak datang. Maka Zeva sudah mati.
"Apa maksud Dokter?" tanya Zeva bingung.
"Siapa yang bunuh diri?" tanya Zeva.
"Lalu apa yang kamu lakukan barusan tadi. Apa itu namanya bukan bunuh diri?" tanya Askara yang terlihat sangat marah.
"Zeva masalah tidak akan selesai begitu saja. Bunuh diri hanya akan membuat masalah semakin banyak," tegas Askara.
"Tapi aku tidak bunuh diri. Aku hanya berdiri di sana dan berteriak dan Dokter yang tiba-tiba datang menarikku," jawab Zeva dengan menekan suaranya yang membuat Askara terdiam.
"Kamu tidak berniat sama sekali untuk berdiri?" tanya Askara. Zeva menggelengkan kepalanya.
"Lalu Apa gunanya berdiri di tempat ekstrim seperti itu? Mau uji nyali?" tanya Askara.
"Ya memang kenapa? Apa yang salah?"
"Yang penting aku hati-hati," jawab Zeva. Dia juga heran dengan Dokter tersebut yang sudah seperti orang tuanya mengoceh saja sejak tadi.
"Arghhh sudahlah!" sahut Askara yang capek sendiri marah-marah dan mengusap kepalanya dengan mengatur nafasnya.
Wajah Zeva tampak murung yang juga mengatur nafasnya, yang sekarang menekuk kedua kakinya dan memeluk kedua lututnya. Pandangan mata Askara melihat luka di lengan Zeva.
"Kenapa tangan kamu?" tanya Askara.
"Oh ini. Tadi kena pisau saat aku menarik dari tangan kak Rora. Kak Rora tadi ingin melakukan percobaan bunuh diri," jawab Zeva.
"Rora ingin melakukan percobaan bunuh diri?" tanya Askara.
"Iya. Keluarga kami berusaha untuk menutupi hal buruk yang terjadi pada kak Rora dan tiba-tiba saja Polisi mengumumkan ke media tentang keadaan kak Rora yang di perkosa. Jadi kak Rora mendengar semuanya dan dia tidak sanggup untuk berada di situasi itu dan memilih mati," jelas Zeva yang masih teringat dengan apa yang tadi di lakukan sang kakak.
"Jadi bukan aku yang melakukan percobaan bunuh diri. Tapi kak Rora," tegas Zeva.
"Aku tidak tahu siapa yang melakukan kejahatan itu pada kak Rora. Dia bukan hanya menghancurkan kak Rora. Tetapi mental kak Rora juga benar-benar hancur. Kak Rora yang kehilangan masa depan," ucap Zeva yang terlihat sangat sedih.
"Seharusnya aku tidak tidur malam itu. Aku harus menjaganya. Tetapi aku yang tiba-tiba pusing langsung tertidur," jawab Rora.
"Kamu menyalahkan diri kamu?" tanya Askara.
"Papa memberi tanggung jawab padaku. Jadi jika bukan aku yang salah. Lalu siapa?" tanya Zeva dengan air matanya yang kembali jatuh.
"Zeva, kamu sadar tidak. Jika malam itu kamu juga hampir menjadi korban. Entah itu teman kamu atau kakak kamu sendiri. Kamu hampir saja berada di posis mereka. Jadi jangan pikir beban ini sendirian. Kamu tidak bersalah dan tidak seharusnya kamu menyalahkan diri kamu," tegas Askara yang benar-benar simpatik dengan Zeva. Askara juga beberapa kali mendengar Zeva ditekan orang tuanya.
Zeva hanya diam saja. Mungkin memang semua bukan kesalahannya. Tetapi apa yang terjadi dan jika bukan dia yang salah lalu siapa.
"Ayo pergi dari sini!" ajak Askara.
"Dokter pergi saja! Saya masih mau di sini," jawab Zeva yang tidak mau pergi. Askara menghela nafas. Lalu berdiri dari tempat duduknya. Askara hanya merapi- rapikan pakainnya. Lalu pergi.
Zeva tidak mengatakan apa-apa dan membiarkan Dokter itu pergi dan Zeva yang masih murung di tempat itu dia juga butuh waktu.
Namun tidak kama Askara datang kembali yang membuat Zeva bingung yang mendengar suara langkah Dokter tersebut dan melihat Dokter Askara yang kembali menghampirinya yang sekarang membawa tas kecil.
Askara duduk kembali di samping Zeva. Lalu meraih tangan Zeva yang membuat Zeva bingung. Baru kemudian membuka botol alkohol dan menyiram pada luka Zeva.
"Issssss!" lirih Zeva yang kesakitan yang membuat Askara melihat Zeva.
"Jika tidak di obati. Luka kamu bisa infeksi. Jadi harus di obati," ucap Askara.
"Tapi pelan-pelan Dokter, sakit sekali," ucap Zeva yang memang jujur sangat sakit di rasakannya. Tadi tidak sakit dan sekarang baru terasa.
"Sebentar lagi sakitnya akan hilang. Jadi kamu jangan khawatir," ucap Aksara. Zeva mengangguk kepalanya yang harus menahan rasa sakit.
"Zeva berhenti menyalahkan diri kamu. Kamu juga sebaiknya katakan apa yang terjadi kepada kamu. Agar orang tua kamu berhenti untuk menekan kamu," saran Askara.
"Jangan !" cegah Zeva.
"Sudahlah. Sebaiknya apa yang terjadi padaku tidak dikaitkan dengan apa yang terjadi pada kak Rora. Aku tidak mau masalah semakin banyak dan kasihan papa dan mama," ucap Zeva yang memang pasti punya alasan untuk diam saja.
Namun Askara sendiri yang geram dengan kejadian ini yang membuatnya juga pasti tidak tidak sabaran.
**********
Kantor Polisi.
Arga yang sekarang berada di kantor Polisi dengan marah-marah.
"Saya sudah mengatakan kepada kalian untuk menutupi kasus anak saya. Lalu kenapa sekarang berita ini naik. Wajah, indentitas anak saya di publish. Apa kalian tahu tindakan kalian membuat mental saya terganggu dan keluarga saya menjadi malu," Arga meluapkan emosinya pada pihak berwajib.
"Maaf tuan Arga. Bukan kami yang menaikkan kasus ini ke media," sahut Polisi
"Ini berita besar dan memang media menyorotinya. Karena ada juga pembunuhan di dalamnya. Tapi kamu juga tidak mengatakan dengan jelas mengenai Putri anda," lanjut Polisi itu.
"Apa kalian buta. Lihat berita sekarang juga. Di sana jelas-jelas nama putri saya disebutkan tanpa inisial dan sekolahnya juga disebutkan yang artinya orang-orang pasti tahu dan teman-teman sekolah putri saya jadi tahu. Jika Putri saya mengalami pelecehan seksual," tegas Arga.
"Bukannya mencari pemerkosa anak saya. Kalian sibuk mencari popularitas dengan berkomentar seenaknya di media," desis Arga.
"Tuan Arga. Tolong anda ralat kata-kata anda!" tiba-tiba terdengar suara lantang. Seorang pria yang memakai pakaian biasa. Tetapi dia adalah seorang petugas Polisi yang menyelidiki kasus kematian dan juga pemerkosaan itu. Siapa lagi. Jika itu bukan Firman.
Melihat pria itu membuat Arga mengepal tangannya dan langsung menghampiri Pria itu yang langsung mencengkram kemeja pria itu dengan mendorong laki-laki berotot itu kedingding.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments