Adanya Gangguan Kesehatan

Ruby merasa terpojok dengan kedatangan Celphius yang tidak diduga-duga akan langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Kondisi tubuhnya mematung di atas tempat tidur dan menunduk.

Saat seseorang memainkan jari jemarinya ketika berhadapan dengan seseorang bahkan wajahnya menunduk tanpa mau mengangkat sedikit saja, sudah pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ruby selama ini.

Ketika semua peristiwa yang dialami selama ini tidak pernah diceritakan sama sekali akan membuat Ruby merasa tenang. Karena tidak ada lagi yang akan bertanya soal, mengapa dirinya seperti itu? Apa yang telah terjadi?

Ini semua tidak adil.

“Apa kau tidak mau mengatakan apa pun padaku?” tanya Celphius yang memperhatikan gadis itu dari kejauhan dengan duduk di sofa. “Aku terus bertanya-tanya sampai kapan kau akan terus merahasiakan semua ini?”

Ruby perlahan mengangkat wajahnya. Ia melihat Celphius sedikit demi sedikit lalu menundukkan pandangannya kembali. Dia berkata, “Memangnya apa yang aku sembunyikan darimu? Aku tidak melakukan apa pun.”

“Oh, 'ya? Kau berkata tidak melakukan apa pun, jadi, sebenarnya kau sedang melakukan sesuatu? Padahal aku tidak bertanya, apa yang sedang kau lakukan, Ruby,” ujar Celphius membuat perasaan Ruby semakin tersentak.

“Aku hanya bertanya mau sejak kapan kau merahasiakan semua ini tapi kau malah membahas sesuatu yang tidak kupertanyakan. Jadi, apa yang sebenarnya kau lakukan, Ruby?” Celphius kembali menanyakan hal itu.

Begitu terjepitnya Ruby sekarang. Soal apa yang dilakukan oleh Ruby memang tidak ada yang tahu apa yang sedang dia perbuat selama ini. Celphius yang terus merasakan keanehan, apakah Ruby terlalu terus terang?

Pasti ada sesuatu dari tingkah lakunya yang membuat Celphius merasa curiga dan penasaran untuk membongkar semuanya. Tetapi, apa yang dia lakukan sampai berada di posisi ini? Kesalahan apa yang disengaja?

Ruby begitu takut saat ini. Apa yang harus dia lakukan untuk menghindari pertanyaan aneh yang dilontarkan oleh Celphius? Dirinya mengaku tidak melakukan apa pun jadi bagaimana dirinya bisa menjawab?

Bukannya menjawab, Ruby malah menggigiti ibu jarinya sendiri sembari melihat gemetaran pada Celphius dan Vernon silih berganti. Seperti lahar yang bergejolak menahan rasa ingin keluar dari perut bumi yang agung.

“Ada apa dengannya?”

“Sepertinya benar ada yang disembunyikan, Tuan. Melihat dari gelagatnya yang melakukan sesuatu seperti menggigiti jarinya membuktikan rasa penasaran Anda tentang Nona Ruby,” bisik Vernon memberi tahu.

“Ya, sudah. Ini semakin menarik kalau aku mendesaknya secara terus menerus dan menunggu sampai dia sendiri yang membuka mulut dan mengatakan semuanya,” kekeh Celphius. Baginya, ini sesuatu yang menarik.

Sebenarnya tidak baik mempermainkan perasaan seseorang seperti itu karena tidak ada yang tahu apakah Ruby memiliki gangguan kesehatan yang membuatnya trauma. Perilaku itu sering disangkutkan dengan mental.

“Ruby, aku akan bertanya sesuatu dan kau harus menjawabnya. Apa kau ingat siapa yang membuangmu? Apa kau di buang oleh pacarmu?” Tidak ada reaksi apa pun. Gadis itu hanya terdiam sambil menggigiti kukunya.

“Atau ... kau di buang oleh keluargamu? Apa keluargamu tidak menyukaimu dan akhirnya membuangmu di tengah-tengah hutan yang gelap? Kau merasa keluargamu sangat membencimu?” Celphius terlalu banyak bertanya.

Dengan lesu mendongakkan wajahnya sekali lagi dan menarik napas untuk menjawab pertanyaan Celphius. “Kenapa kamu menanyakan hal itu? Apa ada bukti yang menunjukkan aku di buang oleh orang yang kamu sebut?”

Celphius akui tidak ada bukti yang seperti itu. “Tidak ada. Aku hanya penasaran saja dan siapa tahu pacar atau keluargamu yang telah membuatmu seperti ini. Kau ditelantarkan tanpa memiliki alasan yang jelas.”

“Tapi masalahku bukan urusanmu. Kamu tidak perlu mengurusi masalahku dan penasaran dengan masalahku.” Ruby tidak suka jika Celphius terlalu ikut campur dalam masalahnya walaupun itu termasuk dalam hal-hal baik.

“Memangnya kau bisa mengurusi masalahmu sendirian dan menderita dalam perbuatan orang-orang itu padamu? Kalau kau bisa mengurusnya dengan baik, kau tidak akan menjadi lemah seperti ini,” celetuk Celphius.

DEG!

Dada Ruby naik-turun mengatur napas, menatap tajam pada Celphius tanpa berkedip ataupun tanpa mengedip. Seolah ada laser cahaya yang beradu dengan tatapan lelaki yang sembarangan membicarakan mengenai dirinya.

Sekarang bukan ketakutan yang merasuk ke dalam tubuhnya saat ini melainkan kegelisahan dan ketidaksukaan. Itu bercampur menjadi satu sehingga susah bagi Ruby untuk mengkondisikan bagaimana perasaannya.

“Ada apa? Kenapa kau menatapku dengan tajam seperti itu? Tidak sopan sekali kau menatapku dalam-dalam seakan-akan kau sedang menaruh perasaan bencimu padaku,” ucap Celphius sedikit terkekeh melihatnya.

“Kau merasa tersinggung saat aku menanyakan pembuanganmu yang dilakukan oleh siapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi? Kau benar-benar sedang merasa tersinggung, 'kan? Tidak apa, katakanlah sejujurnya.”

“Bagaimanapun, manusia tidak bisa menyimpan masalahnya sendirian. Pasti membutuhkan seseorang untuk bisa membantumu menyelesaikan masalahmu yang membuatku tertarik ini. Katakanlah semuanya, Ruby.”

“Jangan membuatku menunggu. Katakan apa yang sangat ingin kau ceritakan padaku. Aku bisa membantumu menuntaskan masalahmu dan menghukum mereka semua. Kau hanya perlu percaya padaku. Itu saja.”

“Kau tidak perlu membayar biaya apa pun. Aku membantumu dengan niat yang sudah kupikirkan. Sekarang katakan dan ceritakan. Siapa yang membuatmu seperti ini? Kau mau mereka semua menderita, bukan?”

“DIAAAAM!!”

Ruby berteriak histeris menyuruh Celphius berhenti berkata-kata dan terus mendesaknya untuk membuka mulut. Lama kelamaan dia bisa menjadi gila seutuhnya. Semua kata per kata sangat mengganggu suasana hatinya.

Semua rasanya terasa sangat sesak dan membuatnya kesulitan bernapas. Ruby membenci orang-orang yang mencampuri kehidupan pribadinya. Celphius yang terus melakukan hal yang sama, Ruby tidak menyukainya.

“Hentikan...! Jangan bicara lagi...! Aku memperingatimu untuk tidak selalu mendesakku dan menghajarku habis-habisan dengan ucapanmu...! Kamu mengganggu ... Kau menggangguku...!” Dengan nada suara yang ditekan.

Gelagatnya menunjukkan seseorang yang depresi. Ruby mengacak-acak rambutnya sendiri dan menutup telinganya menggunakan kedua tangan yang bergetar. Tidak lama setelah itu, Ruby menjatuhkan diri ke lantai.

Pembicaraan ini sepertinya sudah cukup. Celphius harus menghentikan melakukan interogasi pada Ruby. “Sepertinya ini sudah cukup, Tuan. Kita tidak boleh terlalu memaksa Nona Ruby untuk mengatakan semuanya.”

“Baiklah.” Celphius berdiri dan menghampiri Ruby yang meringkuk kedinginan di samping tempat tidur. Dia berjongkok, “Jika kau ingin terus berada dalam posisi ini, sebaiknya kau mati saja seperti keinginan mereka.”

“Tuan!”

Vernon jelas tidak menyetujui ucapan majikannya yang menyuruh Ruby untuk mengakhiri hidupnya. Balasan yang Ruby sampaikan juga tidak main-main. Ia bersungguh-sungguh sedang mempersiapkan semuanya.

Ruby mengangguk-anggukkan kepalanya, sudut bibirnya sedikit terangkat dan menjawab, “Kamu tenang saja. Aku akan melakukan semua yang kamu katakan tadi dengan baik supaya kamu tidak mencampuri kehidupanku.”

“Kalau begitu, lakukan di hadapanku. Buktikan kalau kau memang bisa melakukannya tanpa merasa terbebani ataupun karena disuruh oleh seseorang. Jangan hanya mengatakan omong kosong.” Ayo, buktikanlah.

Gadis itu kembali mengangguk. “Baik. Aku akan melakukannya di hadapanmu. Perhatikanlah baik-baik dan nilailah sendiri apakah itu benar-benar nyata atau bukan. Aku akan membuktikannya padamu.”

Ruby tahu bahwa apa yang dilakukannya ini adalah suatu keinginan hatinya yang sudah lama di tunggu-tunggu. Dia berjalan menuju suatu benda dan memecahkan vas bunga berbahan dasar kaca di hadapan semua orang.

“Lihatlah baik-baik.”

SRET!

Darah kemudian menyembur saat celah dibuka di batang leher Ruby dan mengenai tubuh Celphius dan Vernon yang berada di dekatnya. Kedua pria itu terkejut dengan apa yang Ruby lakukan tanpa memikirkannya lagi.

Gadis itu menyayat nadi di lehernya menggunakan pecahan vas bunga tanpa ragu-ragu untuk melakukannya. Celphius yang sempat terkejut saat ini menghampiri gadis itu yang perlahan tubuhnya semakin tidak bersemangat.

“Ruby! Ruby!?” Celphius mencoba untuk menyadarkannya di mana wajah tersebut semakin pucat pasi dan tidak bertenaga. Lelaki itu panik sendiri karena dirinya yang sudah memberi perintah. “Sialan! Cepat panggil Dokter!”

“Baik, Tuan!”

Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Ruby saat ini setelah menyayat lehernya sendiri demi menunjukkan kepada seseorang bahwa dia bisa melakukan semua itu. Dan juga itu adalah metode mati yang sesungguhnya.

.

.

.

8:05 PM

Di malam harinya Celphius terpaksa memanggil seorang Dokter umum untuk memeriksa kondisi Ruby sekaligus untuk mengobati luka sayatannya. Sampai saat ini, Dokter masih belum mengatakan apa pun mengenai Ruby.

Karena memang petugas kesehatan beserta dengan asistennya terus memeriksa kondisi Ruby dan mengobati luka di leher dengan berbagai perawatan yang lebih intensif. Celphius berharap Ruby tidak apa-apa.

DRTT!

Ponselnya bergetar di tengah kekhawatiran hatinya. Saat diperiksa, itu adalah Flavian yang meneleponnya mungkin untuk menanyakan di mana dirinya saat ini dan kapan akan pulang. Celphius juga tidak mengabarinya.

“Vernon, jaga di sini.”

“Baik, Tuan.”

Dia mau menjawab telepon dari adiknya dulu di tempat lain supaya tidak mengganggu konsentrasi Dokter pada Ruby. Di suatu tempat yang cukup sepi itu, Celphius mulai menekan ikon terima di layar telepon pada ponselnya.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa? Di mana kau? Kenapa Kakak belum pulang malam-malam begini? Jangan bilang kalau Kakak tidak akan pulang dan sibuk dengan duniamu!” pekik Flavian sedang protes kepulangan kakaknya.

“Jangan menungguku, sebaiknya kau tidur saja. Memangnya kau selengket apa sampai harus menungguku seperti itu? Tutup teleponnya, aku punya urusan penting sekarang,” ketus Celphius sedang tidak ingin diganggu.

“Urusanmu lebih penting dariku? Kau itu adalah kakakku dan aku adalah adikmu, sudah tentu menjadi kewajiban adiknya untuk melihat kepulangan kakaknya! Dan kau menganggap kita tidak sedekat itu?” Merasa kecewa.

Adiknya itu terlalu cerewet. “Kau tidak akan mengerti. Aku akan pulang malam ini tapi tidak saat ini. Aku punya urusan yang lebih penting dari apa pun. Sebaiknya kau tidur duluan dan berhenti merengek begitu.”

“Kak— ”

TUUT!

Celphius terburu-buru mematikan sambungan teleponnya agar Flavian tidak lagi berbicara banyak dengannya. Termasuk mematikan ponselnya untuk tidak mengganggu kepentingan pribadi yang tidak boleh adiknya ketahui.

Setelah menerima telepon itu dan menjelaskan akan pulang terlambat untuk malam ini, Celphius kembali memasuki kamar Ruby ingin memastikan apakah gadis itu baik-baik saja dan apakah pengobatannya sudah selesai.

“Bagaimana keadaannya?”

“Kami sudah menghentikan pendarahannya dan sudah mengobati lukanya juga. Untuk itu saya harap Anda tidak terlalu menekan perasaan pasien karena hal itu sangat berpengaruh pada kesehatan dan jiwa pasien.”

“Saya menduga ada suatu penekanan dalam diri pasien sehingga daya tubuhnya bisa cepat melemah dan pingsan. Jika Anda membawa pasien ke psikiater Anda akan mendengar bahwa pasien mengalami kelainan jiwa.”

“Itu bisa disebabkan karena banyak alasan entah itu ada rasa trauma yang menyebabkan depresi atau suatu kejadian di masa lalu yang menyebabkan kondisi pasien mengalami penurunan selama gejala itu kambuh.”

Dokter menjelaskan secara detail mengenai kondisi terkini Ruby yang dinyatakan mengalami kelainan jiwa yang mudah kambuh dalam seiring berjalannya waktu. Celphius tidak pernah memikirkan sampai ke sana.

Tetapi, belakangan ketika Ruby sadarkan diri dari komanya, gadis itu memang terlihat bertingkah aneh dan seperti sedang menyembunyikan rasa yang sebelumnya tidak pernah membuncah dan membuatnya sangat sakit.

Sampai tak bisa mengungkapkan bagaimana perasaannya saat ini apalagi memberi tahu asal dari mana luka-luka itu berasal. Tidak salah lagi. Ruby memang merahasiakan kejiwaannya supaya Celphius tidak tahu apa pun.

“Lalu, saya harus bagaimana? Apa yang harus saya lakukan supaya gadis ini bisa sembuh dari kelainan jiwanya?” tanya Celphius. Dia akan membantu menyembuhkan penyakit sang gadis sebagai balasan dari bercandaannya.

“Saya sarankan untuk selalu menjaganya. Dalam setiap waktu yang tidak bisa kita tebak kapan dan di mana, gangguan kejiwaan pasien mungkin saja bisa kambuh dan menyakiti dirinya sendiri. Anda harus berjaga-jaga.”

“Yang lebih fatalnya lagi, hal semacam ini juga bisa saja terjadi namun dalam keadaan pasien yang sudah tidak bernyawa akibat terlambat untuk diselamatkan,” lanjut Dokter memberi tahu cara-cara untuk menjaganya.

“Tapi, selama saya berada dekat dengannya, tidak ada apa pun yang terjadi. Dia pun tampak sangat baik-baik saja dan berbicara seadanya seperti orang normal. Apa itu suatu penyakit juga?” Itu yang membuatnya penasaran.

“Saya rasa itu bukan suatu penyakit melainkan pasien yang tidak mau memberi tahu orang-orang di dekatnya bahwa jiwanya seperti itu. Bahkan gejalanya bisa lebih parah ketika pasien sedang sendirian,” jawab Dokter.

“Baik, terima kasih.”

“Sama-sama. Kalau begitu, saya permisi.”

Dokter pun meninggalkan kamar Ruby diantarkan oleh Vernon sampai ke depan rumah. Sedangkan Celphius masih ingin di sana menemani Ruby yang sedang tertidur dengan pulas. Apakah benar gadis itu sedang tidak waras?

BERSAMBUNG

Episodes
1 Celphius Allen Blair
2 Pembuangan Mayat Hidup
3 Sekadar Perjodohan Bisnis
4 Jangan Membenci Kakakmu
5 Perhatian Seorang Kakak
6 Keluarlah Dari Rumah Ini!
7 THE KILLER
8 Jangan Tinggalkan Aku
9 Ruby Dengan Darahnya
10 Harapanku Adalah Kematian
11 Perjodohan yang Dibatalkan
12 Situasinya Semakin Membaik
13 Adanya Gangguan Kesehatan
14 Kejarlah Sebelum Terlambat!
15 Aku Akan Menunggumu
16 Hanya Sebatas Teman
17 Terlalu Banyak Merepotkan
18 Gudang yang Terbakar
19 Berbicara Tentang Pernikahan
20 Bukan Wanita Simpanan
21 Tiga Pemuda Asing
22 Siapa Nama Aslimu?
23 Melakukan Sebuah Transaksi
24 Ada Banyak Godaan
25 Berada Diujung Kehidupan
26 Celphius, Menikahlah Denganku
27 Terlalu Banyak Halusinasi
28 Menggulung Dalam Selimut
29 Keputusan Penuh Keraguan
30 Ini Sangat Menyakitkan
31 Pernikahan yang Mendadak
32 Menyentuh Tanpa Izin
33 Ungkapan Perasaan Sienna
34 Aku Membunuh Seseorang
35 Alat Pendeteksi Kejujuran
36 Ibumu Seorang Pelacur
37 Mengalami Patah Hati
38 Beda Orang Beda Sikap
39 Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40 KESALAHPAHAMAN
41 Kedudukan Kekuasaan
42 Nyawa Menjadi Taruhan
43 Sebuah Penyadap Suara
44 Saling Menuntut Kebenaran
45 Penyembuhan Secara Pribadi
46 Hidup Setelah Mati
47 Perubahan yang Membingungkan
48 Cinta Bukanlah Kesalahan
49 Foto yang Sama
50 Berharap Pada Kematian
51 Tolong Selamatkan Aku
52 Amarah dan Dendam
53 Tercium Bau Busuk
54 Lautan Penuh Darah
55 Rencana Pengalihan Prioritas
56 Perasaan Tidak Nyaman
57 SEPENGGAL KISAH
58 Surat Pengajuan Kesepakatan
59 Ayahku Adalah Monster
60 Penyesalan yang Terlambat
61 Terbukanya Data Pribadi
62 Kesempatan Hidup Kedua
63 Tolong, Jagalah Adikmu
64 Penyusunan Rencana
65 Terlalu Menghayati Peran
66 Pengakuan Seorang Ibu
67 Di Mana Ibuku!
68 Visenya Althenia Milton
69 Sebuah Ciuman Terakhir
70 Hanyalah Istri Kontrak
71 Kehilangan Pasti Terjadi
72 Akankah Berakhir Bahagia?
73 Menunggu Kelahiran Flavian
74 Flavian Heinz Blair
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Celphius Allen Blair
2
Pembuangan Mayat Hidup
3
Sekadar Perjodohan Bisnis
4
Jangan Membenci Kakakmu
5
Perhatian Seorang Kakak
6
Keluarlah Dari Rumah Ini!
7
THE KILLER
8
Jangan Tinggalkan Aku
9
Ruby Dengan Darahnya
10
Harapanku Adalah Kematian
11
Perjodohan yang Dibatalkan
12
Situasinya Semakin Membaik
13
Adanya Gangguan Kesehatan
14
Kejarlah Sebelum Terlambat!
15
Aku Akan Menunggumu
16
Hanya Sebatas Teman
17
Terlalu Banyak Merepotkan
18
Gudang yang Terbakar
19
Berbicara Tentang Pernikahan
20
Bukan Wanita Simpanan
21
Tiga Pemuda Asing
22
Siapa Nama Aslimu?
23
Melakukan Sebuah Transaksi
24
Ada Banyak Godaan
25
Berada Diujung Kehidupan
26
Celphius, Menikahlah Denganku
27
Terlalu Banyak Halusinasi
28
Menggulung Dalam Selimut
29
Keputusan Penuh Keraguan
30
Ini Sangat Menyakitkan
31
Pernikahan yang Mendadak
32
Menyentuh Tanpa Izin
33
Ungkapan Perasaan Sienna
34
Aku Membunuh Seseorang
35
Alat Pendeteksi Kejujuran
36
Ibumu Seorang Pelacur
37
Mengalami Patah Hati
38
Beda Orang Beda Sikap
39
Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40
KESALAHPAHAMAN
41
Kedudukan Kekuasaan
42
Nyawa Menjadi Taruhan
43
Sebuah Penyadap Suara
44
Saling Menuntut Kebenaran
45
Penyembuhan Secara Pribadi
46
Hidup Setelah Mati
47
Perubahan yang Membingungkan
48
Cinta Bukanlah Kesalahan
49
Foto yang Sama
50
Berharap Pada Kematian
51
Tolong Selamatkan Aku
52
Amarah dan Dendam
53
Tercium Bau Busuk
54
Lautan Penuh Darah
55
Rencana Pengalihan Prioritas
56
Perasaan Tidak Nyaman
57
SEPENGGAL KISAH
58
Surat Pengajuan Kesepakatan
59
Ayahku Adalah Monster
60
Penyesalan yang Terlambat
61
Terbukanya Data Pribadi
62
Kesempatan Hidup Kedua
63
Tolong, Jagalah Adikmu
64
Penyusunan Rencana
65
Terlalu Menghayati Peran
66
Pengakuan Seorang Ibu
67
Di Mana Ibuku!
68
Visenya Althenia Milton
69
Sebuah Ciuman Terakhir
70
Hanyalah Istri Kontrak
71
Kehilangan Pasti Terjadi
72
Akankah Berakhir Bahagia?
73
Menunggu Kelahiran Flavian
74
Flavian Heinz Blair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!