Perhatian Seorang Kakak

Flavian sedang menuju ke suatu ruangan yang di dalamnya terdapat sang kakak. Dia ingin membicarakan sesuatu yang penting yang berhubungan dengan keluarga. Seperti yang ayahnya minta, Flavian akan membujuk kakaknya.

Dia juga tidak berharap keluarganya hancur begitu saja hanya karena perbedaan pendapat dan memihak salah satu di antara orang-orang yang bersangkutan. Flavian tidak mau kakaknya salah jalan dengan membela ibunya.

“Tuan Muda, Anda mau ke mana?” tanya Vernon. Dia sebagai asisten serta bodyguard pribadi Celphius berhak menghentikan siapa pun yang mengarah ke ruangan itu.

“Ada sesuatu yang harus kubicarakan dengan kakakku, jadi, biarkan aku masuk,” ucap Flavian mengatakan apa yang mau dibicarakan dengan kakaknya di dalam sana.

“Saya minta maaf, Tuan Muda. Untuk saat ini Tuan Celphius sedang sangat sibuk sehingga tidak bisa di ganggu. Saya mohon pengertian Anda,” tolak Vernon.

“Berani-beraninya kau membantah ucapanku! Kau hanya seorang bodyguard! Di dalam sana adalah kakakku, kau tidak bisa mengaturku begitu!” Flavian tidak terima.

Hanya karena dia adalah seorang adik dari majikan bodyguard yang menjaga di depan pintu itu Flavian berpikir Vernon akan mengizinkannya masuk karena dirinya juga memiliki hak menemui sang kakak kapan pun.

Tidak di sangka akan sesusah ini melewati tuan penjaga pintu yang tidak pernah meninggalkan tempatnya. Harus bagaimana Flavian menemui kakaknya? Dirinya yang masih polos mencoba memikirkan sesuatu.

‘Ini membuatku gila. Bagaimana bisa dia merekrut bodyguard seperti ini yang tidak mengenali adik atasannya?’ batin Flavian dalam hatinya bergumam.

Dia pun memutuskan untuk mengeluarkan ponsel berniat menghubungi sang kakak untuk keluar dan berbicara dengannya. Sebenarnya, urusannya tidak mendesak-desak amat tetapi Flavian suka bergerak dengan cepat.

Seperti apa pun yang dikatakan oleh ayahnya kemarin harus diselesaikan hari itu juga atau di lain waktu jika tidak sibuk. Termasuk orang yang mudah emosian jika sudah menyangkut dengan hal-hal pribadi dalam dirinya.

‘Berengsek. Dia terus menolak sambungan telepon dariku. Apa sesibuk itu sampai tidak bisa menemuiku sebentar saja?’ Teleponnya berkali-kali di tolak oleh Celphius.

Maka dia pun tidak akan pernah menyerah melakukan hal yang sama sampai kakaknya benar-benar mau menjawab sambungan telepon darinya. Bagaimanapun, dia adalah adik yang membutuhkan perhatian kakaknya.

“Ada apa?”

Pada akhirnya, Celphius tidak memiliki pilihan lain selain menjawab sambungan telepon adiknya. “Si berengsek ini. Apa-apaan kau? Kenapa lama sekali menjawabnya?”

“Saya yakin kalau bodyguard saya sudah menjelaskannya padamu. Untuk apa kau masih mengganggu kesibukan orang lain?” tanya Celphius buru-buru bertanya.

“Kau tidak perlu berbicara seperti itu padaku. Sekarang suruh bodyguardmu untuk mengizinkanku masuk ke dalam. Aku ingin bicara sebentar saja denganmu.”

“Atau kau mau berbicara di luar sambil makan-makan denganku? Belakangan ini kita jarang makan bersama. Iya, 'kan?” lanjut Flavian sedikit menyunggingkan senyum.

Dokumen-dokumen sudah menumpuk di atas meja kerja Celphius dan rasanya tidak mungkin jika harus meninggalkannya walau hanya sebentar. Banyak karyawan yang bolak-balik mengirimkan dokumen itu.

Ia kemudian menutup sambungan teleponnya dan beralih menghubungi sang bodyguard yang sejak tadi berdiri menjaga di depan pintu. “Biarkan dia masuk.” Setelah mengatakan itu, sambungannya kembali di tutup.

“Baik.” Vernon yang mendapat penjelasan mengenai keberadaan Flavian. “Tuan Celphius sudah mengizinkan. Anda boleh masuk, Tuan Muda.” Lansung membuka pintu.

“Argh, lama! Kenapa tidak dari tadi, sih?” Sudah dipersilakan masuk, Flavian masih saja mengomel dengan kata-kata yang kurang pantas. Seharusnya berterima kasih.

Terlihatlah dengan jelas keberadaan sang kakak yang benar-benar tidak mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas itu untuk melihatnya sejenak. Flavian bertanya, apakah kertas itu lebih penting daripadanya?

“Kenapa kau datang ke sini? Kau sangat tahu ini adalah jam-jam kesibukanku mengerjakan banyak tugas. Apa yang kau mau dariku?” tanpa Celphius tanpa melihatnya.

“Hentikan pekerjaanmu dan perhatikan aku. Aku sudah ada di hadapanmu, kau seharusnya bisa menghargai tamu.” Flavian hanya ingin mendapat perhatian kakaknya.

Dengan tatapan tajamnya, Celphius melihat adiknya yang sudah mengerutkan alisnya sebagai tanda kekesalannya karena sang kakak malah justru mengabaikannya. Tetapi, Flavian seharusnya mengerti bahwa seperti itulah dirinya.

“Sekarang apa yang kau inginkan? Cepatlah katakan tujuanmu dengan datang kemari. Aku tidak punya waktu untuk berbicara lama denganmu,” ketus Celphius berkata.

GLEK!

Flavian meneguk air liurnya dengan keras setelah mendengar betapa dinginnya sang kakak. “Aku hanya mau Kakak pulang dan kembali menjadi anggota Blair.”

Sampai tak bisa menatap Celphius, hanya melihat ke sana ke mari dengan tergesa-gesa. “Ayah sangat merindukan Kakak, jadi, pulanglah. Jangan tinggalkan Ayah.”

Dia sangat malu-malu berhadapan dengan kakaknya padahal tadi sempat mengumpat di dalam telepon yang mengatakan kalau kakaknya itu seseorang yang 'berengsek'. Dan sekarang nyalinya semakin menciut.

“Kau kemari hanya mau mengatakan hal konyol itu? Kau bisa mengatakannya lewat telepon tadi. Tidak perlu menemuiku sampai seperti ini,” ujar Celphius menandas.

“Tidak. Sebenarnya ada hal lain juga yang harus kubicarakan. Aku ... minta maaf telah memukulmu. Yang terjadi kemarin itu di luar dugaanku. Aku menyesalinya.”

Gerakan tangan yang menandakan kegelisahan hatinya telah membuat keberanian Flavian bisa sampai berada di titik itu. Celphius pun sejak tadi menyadari ada suatu ketegangan dalam diri adiknya yang terus di pendam.

‘Kau begitu sangat polos sampai mau dibodohi oleh Ayah untuk semakin membelanya. Seharusnya kau ikut saja denganku dan menjadi kuat. Bukan menjadi penakut!’

Celphius berbicara dengan dirinya sendiri. Malang sekali adiknya itu. Sudah dibodohi selama bertahun-tahun oleh ayahnya sendiri dan sekarang harus menunjukkan rasa ketakutan itu di hadapan kakaknya yang menyayanginya.

“Keluar.”

Flavian mendongak, “Apa? Kakak menyuruhku keluar tanpa memberikan jawaban apa pun?” Dia datang ke sana untuk membujuknya tetapi kenapa malah seperti ini?

“Aku muak melihat didikkan Ayah yang terkubur sangat dalam di dalam dirimu. Kau pun sangat tahu apa yang kurasakan, jadi, keluar dari ruangan ini,” tandas Celphius.

Sudah tentu Flavian tidak akan menerima kenyataan yang terjadi padanya sekarang ini. “Aku tidak akan keluar sampai kau mau pulang! Kau juga belum memaafkanku!”

Ada kenyataan yang belum Flavian sadari. “Kata siapa aku belum memaafkanmu? Permohonan maafmu sudah kukabulkan dengan mengusirmu keluar dari ruangan ini.”

“Kau tahu saja, Flavian. Sebagai kakakmu, aku tidak pernah sekalipun ingin mendengar permintaan maafmu setelah melakukan kesalahan telah memukul kakakmu.”

“Aku pun tidak pernah menuntutmu untuk selalu memohon ampun dan mengakui kesalahanmu kecuali kau yang menyadari kesalahanmu sendiri di kemudian hari.”

Celphius menghela napasnya. “Aku hanya sedikit tidak menyangka Adik yang pernah kurawat dan kusayangi sejak masih kecil bisa berlaku seperti itu tanpa pikiran.”

“Tak ada satupun didikkan dariku mendiami tubuhmu dan itu membuat perjuanganku membesarkanmu sia-sia. Benar juga. Untuk apa aku melakukan itu, 'ya?”

Bukan semata-mata menyesal atau mengaku kecewa telah merawat adiknya saat ibu mereka sudah meninggalkan anak-anaknya. Celphius hanya mencoba membuatnya mengerti soal siapa yang telah membesarkannya.

Dia juga tidak sedang memuji betapa pentingnya dirinya di dalam hidup sang adik saat masih kecil atau mengungkit kenangan masa lalu untuk mengingat kembali siapa yang telah menjaganya. Jika dipikir, memang menyakiti hati.

“Jadi, kau kecewa telah merawatku dan membesarkanku? Apa baru sekarang kau menyadari tidak setulus itu caramu menjagaku sampai sebesar sekarang?” tanya Flavian.

SET!

Pandangan Celphius kembali menatap adiknya. Rupanya seperti itulah yang dipikirkan oleh Flavian selama ini. Ia menyalah-artikan ucapannya dengan sesuatu yang buruk dan menganggap dirinya telah menyesal merawat adiknya.

“Flavian ... Jika kau merasa itu adalah sesuatu yang sulit untuk diucapkan, sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri hanya untuk mengetahui nilaiku terhadap dirimu.”

“Sebaiknya kau mulai berpikir bagaimana jika aku tidak tulus merawatmu sejak awal, apa kau akan tumbuh sebesar sekarang dan mendapatkan cinta dari kakakmu?”

“Apa kau sadar? Sejak kecil hanya aku yang merawatmu sepanjang waktu. Ayah yang sibuk bekerja sampai melupakan kita tak pernah sekalipun menemui kita.”

“Dia selalu pergi pagi dan pulang larut malam seperti orang yang tidak pernah memiliki anak. Aku yang dua tahun lebih tua darimu selalu melindungimu, Adikku.”

“Tapi, dari sekian banyaknya tahun kita lewati bersama dan sejak kau beranjak remaja, rupanya kau telah banyak berubah dan memilih Ayah yang banyak berbohong.”

“Haa~ ” Kembali menghela napas. “Sudahlah. Walaupun aku berusaha meyakinkanmu kau tetap tidak akan mengerti. Sebaiknya, kau keluar dari ruangan ini, Flavian.”

Celphius memanggil Vernon untuk mengantarkan adiknya keluar dari ruangan itu. Sang bodyguard pun datang dan mempersilakan Flavian keluar. Di dalam dirinya, pasti Flavian sedang memikirkan sesuatu yang asing sekarang.

“Oh, 'ya.” Celphius kembali berbicara dan membuat langkah Flavian terhenti. “Katakan pada Ayah sebelum dia mau mengakui kesalahannya, aku tidak akan pulang.”

BRAK!

Pintu tertutup dan memisahkan jarak pandang antara kakak dengan adiknya. Flavian terdiam. Walaupun dia adalah seorang laki-laki apakah tidak apa-apa jika berpikiran sempit dan meneteskan air matanya?

.

.

.

Waktu makan siang akhirnya tiba. Vernon diizinkan untuk memanfaatkan waktu beristirahatnya dengan makan-makan bersama yang lain di tempat yang seharusnya. Sedangkan Celphius hanya terdiam di sana.

Dia tidak memiliki niat makan siang dan bertemu dengan banyak orang apalagi waktu ini selalu dikuasai dengan keberadaan sang ayah yang selalu berkeliaran di waktu istirahat. Itulah yang membuatnya merasa malas keluar.

Celphius lebih baik berdiam diri di dalam ruangannya dan memakan bekal makanan dari rumah walaupun sudah dingin karena di bawa sejak pagi. Baginya, itu tidak ada apa-apanya. Tubuhnya pun selalu sehat meski begitu.

Kadang dia memikirkan Ruby yang sendirian di rumah tanpa ada seorang pun yang menemaninya. Ruby juga tidak punya ponsel jadi Celphius tidak bisa mendapatkan kabar soalnya di rumah. Hanya bisa berharap semua baik.

“Haa~ ”

Setelah menghela napasnya, Celphius berdiri dari tempat duduknya. Ia merasa bosan dan memutuskan untuk keluar sebentar mencari angin. Selama masih jam istirahat, tidak apa-apa jika meninggalkan pekerjaannya.

TING!

Pintu lift terbuka. Di dalamnya ada beberapa orang termasuk Tuan Cillian yang bersama dengan rekan-rekan bisnisnya. Secara tidak di sangka-sangka mereka bertemu dan bertatap wajah di hadapan orang-orang.

“Wah, putra Anda sudah besar sekarang. Dia juga sangat tinggi dan tampan. Persis seperti Anda saat masih muda dulu, hoho.” Rekan bisnis Tuan Cillian terbahak-bahak.

“Anda bisa saja. Saya juga masih terasa tampan hingga sekarang.” Tuan Cillian membanggakan dirinya. Lalu, dia melihat anaknya. “Celphius, kamu mau ke mana?”

“Bukan urusan Anda.”

Celphius tidak memedulikan pertanyaan ayahnya bahkan di hadapan banyak orang-orang penting sekalipun. Saat hendak memasuki lift, Tuan Cillian menahan tangan anaknya yang lalu dihempaskan oleh Celphius.

“Ayah bertanya padamu. Kamu tidak mau menjawab pertanyaan Ayah?” Seperti ingin menunjukkan hubungan kekeluargaan mereka tampak baik-baik saja saat ini.

“Ini jam istirahat, Anda pikir saya mau ke mana? Saya akan kembali bekerja jika waktu istirahat sudah selesai.” Semakin memasukkan diri ke dalam lift tersebut.

Para orang-orang yang diduga adalah rekan bisnis Tuan Cillian pun saling melirik satu sama lainnya. Seperti ada hubungan yang rusak yang mungkin sebentar lagi akan benar-benar hancur hanya dalam satu lemparan batu kecil.

“Putra Anda sepertinya sedang tidak baik-baik saja. Dia sampai tidak menyapa ada tamu ayahnya seolah kami benar-benar tidak ada di hadapannya,” cibir rekan lainnya.

“Celphius memang kadang seperti itu. Walau sekesal apa pun dia tetap menyayangi ayahnya dan hubungan kami baik-baik saja. Dia hanya kelelahan saja,” tanggapnya.

“Bagaimana Anda bisa yakin kalau putra Anda hanya sedang kelelahan saja? Setidaknya dia harus menghormati ada orang tua di sekitarnya. Tadi itu tidak sopan,” katanya.

Hancur sudah kehormatan Tuan Cillian oleh sikap putra pertamanya. Orang-orang semakin menjelek-jelekkan namanya dan keluarga besarnya hanya karena sikap Celphius yang tidak menyapa yang seolah bertemu batu.

BERSAMBUNG

Episodes
1 Celphius Allen Blair
2 Pembuangan Mayat Hidup
3 Sekadar Perjodohan Bisnis
4 Jangan Membenci Kakakmu
5 Perhatian Seorang Kakak
6 Keluarlah Dari Rumah Ini!
7 THE KILLER
8 Jangan Tinggalkan Aku
9 Ruby Dengan Darahnya
10 Harapanku Adalah Kematian
11 Perjodohan yang Dibatalkan
12 Situasinya Semakin Membaik
13 Adanya Gangguan Kesehatan
14 Kejarlah Sebelum Terlambat!
15 Aku Akan Menunggumu
16 Hanya Sebatas Teman
17 Terlalu Banyak Merepotkan
18 Gudang yang Terbakar
19 Berbicara Tentang Pernikahan
20 Bukan Wanita Simpanan
21 Tiga Pemuda Asing
22 Siapa Nama Aslimu?
23 Melakukan Sebuah Transaksi
24 Ada Banyak Godaan
25 Berada Diujung Kehidupan
26 Celphius, Menikahlah Denganku
27 Terlalu Banyak Halusinasi
28 Menggulung Dalam Selimut
29 Keputusan Penuh Keraguan
30 Ini Sangat Menyakitkan
31 Pernikahan yang Mendadak
32 Menyentuh Tanpa Izin
33 Ungkapan Perasaan Sienna
34 Aku Membunuh Seseorang
35 Alat Pendeteksi Kejujuran
36 Ibumu Seorang Pelacur
37 Mengalami Patah Hati
38 Beda Orang Beda Sikap
39 Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40 KESALAHPAHAMAN
41 Kedudukan Kekuasaan
42 Nyawa Menjadi Taruhan
43 Sebuah Penyadap Suara
44 Saling Menuntut Kebenaran
45 Penyembuhan Secara Pribadi
46 Hidup Setelah Mati
47 Perubahan yang Membingungkan
48 Cinta Bukanlah Kesalahan
49 Foto yang Sama
50 Berharap Pada Kematian
51 Tolong Selamatkan Aku
52 Amarah dan Dendam
53 Tercium Bau Busuk
54 Lautan Penuh Darah
55 Rencana Pengalihan Prioritas
56 Perasaan Tidak Nyaman
57 SEPENGGAL KISAH
58 Surat Pengajuan Kesepakatan
59 Ayahku Adalah Monster
60 Penyesalan yang Terlambat
61 Terbukanya Data Pribadi
62 Kesempatan Hidup Kedua
63 Tolong, Jagalah Adikmu
64 Penyusunan Rencana
65 Terlalu Menghayati Peran
66 Pengakuan Seorang Ibu
67 Di Mana Ibuku!
68 Visenya Althenia Milton
69 Sebuah Ciuman Terakhir
70 Hanyalah Istri Kontrak
71 Kehilangan Pasti Terjadi
72 Akankah Berakhir Bahagia?
73 Menunggu Kelahiran Flavian
74 Flavian Heinz Blair
75 Inilah Takdir Baru
Episodes

Updated 75 Episodes

1
Celphius Allen Blair
2
Pembuangan Mayat Hidup
3
Sekadar Perjodohan Bisnis
4
Jangan Membenci Kakakmu
5
Perhatian Seorang Kakak
6
Keluarlah Dari Rumah Ini!
7
THE KILLER
8
Jangan Tinggalkan Aku
9
Ruby Dengan Darahnya
10
Harapanku Adalah Kematian
11
Perjodohan yang Dibatalkan
12
Situasinya Semakin Membaik
13
Adanya Gangguan Kesehatan
14
Kejarlah Sebelum Terlambat!
15
Aku Akan Menunggumu
16
Hanya Sebatas Teman
17
Terlalu Banyak Merepotkan
18
Gudang yang Terbakar
19
Berbicara Tentang Pernikahan
20
Bukan Wanita Simpanan
21
Tiga Pemuda Asing
22
Siapa Nama Aslimu?
23
Melakukan Sebuah Transaksi
24
Ada Banyak Godaan
25
Berada Diujung Kehidupan
26
Celphius, Menikahlah Denganku
27
Terlalu Banyak Halusinasi
28
Menggulung Dalam Selimut
29
Keputusan Penuh Keraguan
30
Ini Sangat Menyakitkan
31
Pernikahan yang Mendadak
32
Menyentuh Tanpa Izin
33
Ungkapan Perasaan Sienna
34
Aku Membunuh Seseorang
35
Alat Pendeteksi Kejujuran
36
Ibumu Seorang Pelacur
37
Mengalami Patah Hati
38
Beda Orang Beda Sikap
39
Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40
KESALAHPAHAMAN
41
Kedudukan Kekuasaan
42
Nyawa Menjadi Taruhan
43
Sebuah Penyadap Suara
44
Saling Menuntut Kebenaran
45
Penyembuhan Secara Pribadi
46
Hidup Setelah Mati
47
Perubahan yang Membingungkan
48
Cinta Bukanlah Kesalahan
49
Foto yang Sama
50
Berharap Pada Kematian
51
Tolong Selamatkan Aku
52
Amarah dan Dendam
53
Tercium Bau Busuk
54
Lautan Penuh Darah
55
Rencana Pengalihan Prioritas
56
Perasaan Tidak Nyaman
57
SEPENGGAL KISAH
58
Surat Pengajuan Kesepakatan
59
Ayahku Adalah Monster
60
Penyesalan yang Terlambat
61
Terbukanya Data Pribadi
62
Kesempatan Hidup Kedua
63
Tolong, Jagalah Adikmu
64
Penyusunan Rencana
65
Terlalu Menghayati Peran
66
Pengakuan Seorang Ibu
67
Di Mana Ibuku!
68
Visenya Althenia Milton
69
Sebuah Ciuman Terakhir
70
Hanyalah Istri Kontrak
71
Kehilangan Pasti Terjadi
72
Akankah Berakhir Bahagia?
73
Menunggu Kelahiran Flavian
74
Flavian Heinz Blair
75
Inilah Takdir Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!