Keluarlah Dari Rumah Ini!

WUUSH!

Asap rokok keluar begitu Celphius membuangnya. Saat ini, dia sedang berada di atas gedung pencakar langit dari tempatnya bekerja. Di sana Celphius bebas melakukan apa pun tanpa membuat orang-orang terganggu dengannya.

Pemandangan yang sangat luas dan leluasa saat memandangnya benar-benar bisa mencuci mata dan pikiran. Karena dengan berdiri di atas sana bisa melihat apa yang tak bisa di lihat. Matanya mengambil semuanya.

Tiba-tiba, matanya semakin melirik ke arah samping dan berakhir melihat seseorang yang berdiri memperhatikannya di belakang. Tuan Cillian tahu akan ke mana ia beristirahat. Celphius di sana untuk merokok.

“Rupanya kamu di sini. Ayah mencarimu ke mana-mana dan akhirnya Ayah tahu kalau ini adalah tempatmu beristirahat,” ucap Tuan Cillian semakin mendekatinya.

“Siapa yang menyuruh Anda datang ke sini? Setahu saya, tidak ada orang yang memberi tahu Anda mengenai keberadaan saya di sini,” ketus Celphius menanggapi.

“Ayah selalu tahu kamu ada di mana. Tanpa kamu memberi tahu Ayah atau seseorang yang memberi tahu Ayah, Ayah selalu tahu kamu ada di mana dan sedang apa.”

Beliau melanjutkan, “Karena kamu adalah anak Ayah. Anak kandung Ayah yang sangat Ayah sayang dan cintai. Yah, walaupun kamu belum bisa melupakan ibumu.”

Celphius terkekeh dengan pelawakan yang ayahnya lakukan. Benar-benar memiliki nyali yang besar sampai menyebut ibunya Celphius dengan nada yang tenang seperti tadi. Tidak ada malu-malunya padahal beliau salah.

Biarkan saja ayahnya itu mengoceh sendirian. Jika tidak melibatkan ibunya Celphius akan tetap diam sembari menutup telinga. Dia akan memfokuskan pandangannya ke arah alam semesta yang lebih menarik perhatian.

“Kamu memang tidak pernah berubah. Dari kecil hingga sekarang kamu masih saja pendiam kepada ayahmu. Apa kamu tidak mau bercerita sesuatu pada Ayah?”

“Tentang pengalaman hidupmu dan bagaimana perasaanmu saat hidup sendirian di rumah terpisah dari Ayah dan Flavian. Apa kamu bahagia di tempat barumu?”

“Setelah kamu meninggalkan rumah, semua suasana di rumah sangat sepi sekali. Rasanya hampa karena kamu tidak ada di sana. Flavian juga sangat merindukanmu.”

“Dia sangat ingin kamu kembali ke rumah dan mewarnai suasana rumah seperti sebelumnya. Ayah harap kamu bisa memikirkannya sekali lagi. Kasihan Flavian.”

Celphius kembali terkekeh dan kali ini suara kekehannya terdengar oleh Tuan Cillian. Sampai Tuan Cillian menoleh dan mengerutkan alisnya, “Kenapa kamu tertawa?”

Ini benar-benar sangat lucu. Celphius tidak menyangka suasana berdua dengan ayahnya akan menjadi seperti ini dan membuatnya tertawa sedikit demi sedikit. Sejauh ini, tidak ada seorang pun yang bisa membuatnya tertawa.

“Saya hanya merasa ini sangat lucu dan membuat perut saya geli. Baru pertama kali selama 28 tahun saya tertawa seperti ini. Saya sangat berterima kasih pada Anda.”

“Kenapa Anda tidak menjadi pelawak saja daripada harus berbisnis seperti ini? Daripada membuat pusing, Anda mundur saja dari pekerjaan Anda dan beralih profesi.”

Bibirnya menyungging sembari mengata-ngatai ayahnya sendiri. Daripada menjadi pebisnis lebih baik menjadi seorang komedian. Itu hanya karena Tuan Cillian yang sudah berhasil membuat Celphius tertawa terbahak-bahak.

“Kalau memang itu membuatmu merasa bahagia, Ayah bisa menjadi apa pun asal kamu senang, Celphius. Ayah tidak akan segan kalau harus melepas perusahaan ini.”

“Semua demi kebahagiaanmu. Kamu bisa menggantikan posisi Ayah dan Flavian yang akan menjadi penggantimu di tempatmu sebelumnya. Kamu adalah pewaris pertama.”

“Flavian tidak terlalu tertarik dengan posisi CEO, jadi, jika Ayah tiada nanti, kamu yang harus menggantikan posisi Ayah. Mau tidak mau, kamu harus melakukannya.”

Semakin didiamkan malah semakin semangat mengoceh dan memenuhi tempat itu dengan kata-katanya. Celphius menyesap batang rokoknya dan mengembuskan asapnya keluar dan hilang begitu saja bersamaan dengan angin.

Bagaimana caranya agar ayahnya itu mengerti kalau Celphius merasa tidak nyaman dengan kehadirannya? Walaupun Celphius mengatakan apa yang dirasakannya Tuan Cillian pasti tidak akan pernah peduli soal itu.

“Apakah Flavian sendiri yang mengatakan itu? Dia bilang tidak mau menerima posisi sebagai CEO dan malah mau menjadi seorang presdir?” tanya Celphius tidak percaya.

“Benar. Flavian sendiri yang mengatakannya pada Ayah dan memintamu untuk mengurusnya. Flavian juga sangat ingin menjadi sepertimu. Kakaknya adalah pahlawannya.”

Tuan Cillian dengan senang hati menyahut dan menjawab pertanyaan putranya soal kedudukan Flavian suatu saat ketika memutuskan untuk berhubungan dengan dunia politik. Semua yang beliau katakan memang benar adanya.

“Saya tidak percaya. Anda harus bagaimana untuk membuat saya percaya dengan semua yang Anda katakan barusan?” Tidak semudah itu Celphius untuk dibodohi.

Dia bukan Flavian yang gampang diperdaya oleh ayahnya dengan beribu-ribu kata manis yang keluar demi menyemangati seseorang. Harus ada bukti terlebih dahulu jika Tuan Cillian ingin dipercaya oleh anak pertamanya.

“Haruskah Ayah menghubungi Flavian sekarang juga dan membuktikannya padamu bahwa Ayah tidak bohong? Apa itu yang kamu inginkan?” tanya Tuan Cillian meyakinkan.

“Jika itu memang memungkinkan bukankah Ayah harus melakukannya tanpa bertanya dulu pada saya? Kenapa malah menunggu putusan dulu baru bertindak?”

Tindakannya semakin lama semakin mencurigakan dan membuat Celphius semakin tidak memercayai perkataan ayahnya. Tuan Cillian mengangguk, beliau mengambil ponsel di balik jas dan menghubungi anak keduanya.

Suara ponselnya juga diperbesar agar Celphius mendengar semuanya dan percaya bahwa sebenarnya beliau tidak berbohong. Kenapa anaknya itu tidak semudah itu percaya pada orang tuanya? Tuan Cillian sangat berkecil hati.

Beberapa menit berbicara dengan Flavian dan menjelaskan soal kedudukan bisnis dalam perusahaan, Tuan Cillian menghentikan sambungan telepon itu dan kembali memfokuskan perhatiannya pada Celphius.

“Apa ini masih kurang bukti? Kamu sudah mendengarnya sendiri bahwa seperti itulah Flavian. Dia tidak mau menjadi CEO karena terlalu berat pekerjaan di dalamnya.”

“Hanya kamu satu-satunya harapan Ayah, Celphi. Kamu tidak bisa menolak permintaan Ayah ini. Bagaimana situasi kantor kalau bukan kamu yang mengurus semuanya?”

Tuan Cillian terus memaksa. Keduanya malah membahas tentang situasi kantor jika pemiliknya sudah lanjut usia atau bahkan meninggal dunia. Padahal niat Tuan Cillian menghampiri Celphius bukan untuk masalah itu.

“Ee ... begini, Ayah— ”

“Sebaiknya kita hentikan obrolan ini. Waktu saya sudah habis dan sudah waktunya melanjutkan pekerjaan. Saya pamit dulu, Pak CEO.” Waktunya sudah habis di sana.

Celphius melangkah meninggalkan ayahnya yang memang sengaja menemuinya untuk mengatakan sesuatu. Tetapi, ini mungkin bukan waktu yang tepat untuk mengatakan hal itu. Celphius juga tidak mungkin mau mendengarnya.

.

.

.

6:00 PM

Setelah kepulangannya dari kantor, Celphius langsung menuju ke dalam kamar Ruby yang terkunci karena memang selama ini Ruby hanya ditinggalkan sendirian tanpa pengamanan apa pun, termasuk saat masih koma.

Tentang makan dan minum selalu disediakan di dalam kamar sebelum mereka berangkat bekerja. Di dalam kamar tersebut juga tersedia kamar mandi sehingga memudahkan bagi Ruby jika ingin melakukan sesuatu.

“Ruby...?”

Kejadian di hari-hari sebelumnya terulang kembali. Kondisi kamar sudah berantakan dan setiap barang atau furnitur yang tertata di atas sudah berantakan di lantai. Dan anehnya Ruby tidak ada di dalam kamar itu.

“Ruby! Di mana kau?!”

Panik!

Celphius mencari Ruby di dalam kamar itu dan meneriaki setiap namanya setidaknya sampai berkali-kali. Kondisi jendela juga dalam keadaan tertutup, tidak mungkin Ruby keluar begitu saja. Ruangan itu tertutup dan terkendali.

“Ada apa, Tuan?” Vernon langsung berlari menuju kamar Ruby setelah mendengar tuannya berteriak-teriak. Suaranya bisa sampai keluar rumah dan memanggilnya.

“Ini! Ruby menghilang! Padahal pintu kamar sudah dikunci bahkan jendela pun masih tertutup seperti tidak pernah dibuka sama sekali! Kamar ini juga berantakan!” pekiknya.

“Tenang dulu, Tuan. Nona Ruby pasti ada di sekitar sini. Atau mungkin Nona Ruby berada di kamar mandi? Saya akan memeriksanya,” ucap Vernon akan membantu.

Sang bodyguard pun menghampiri pintu kamar mandi dan mengetuk pintu tersebut dengan pelan sembari memanggil nama Ruby. Karena saking paniknya, Celphius sampai melewatkan ruangan tertutup yang menjaga privasi itu.

TOK!

TOK!

TOK!

“Nona Ruby? Apa Anda di dalam?” tanya Vernon mengetuk pintu kamar mandi. Sebelum membukanya dengan cara manual, dia harus mencari tahu apa ada orang di dalam.

Saat menempelkan daun telinga di pintu itu, Vernon merasa seperti ada suara langkah kaki seseorang di dalam kamar mandi itu. Yang membuat Vernon semakin yakin adalah ada suara yang menyahut pertanyaan Vernon.

“Nona Ruby di dalam.”

“Minggir!” Celphius ingin mendengarnya secara langsung bahwa memang benar Ruby ada di dalam sana. “Ruby! Cepat keluar! Buka pintunya, Ruby! Ruby, buka pintunya!”

Celphius yang penuh amarah yang bercampur dengan perasaan khawatir. Gagang pintu terus menerus di gerak-gerakkan namun tetap tidak bisa di buka. Karena Ruby sudah mengunci pintunya di dalam sana.

“Ruby! Buka— ”

CEKLEK!

Teriakan Celphius terpotong setelah Ruby mulai membuka pintu kamar mandi. “Rupanya kalian sudah pulang. Maaf aku tidak mendengarnya. Aku habis mandi di sini tadi.”

“Omong kosong apa itu?! Seharusnya kau menyalakan kerannya terlebih dahulu jika mau mandi! Ini malah tidak kedengaran apa-apa! Apa kau benar-benar sedang mandi?”

Lelaki itu benar-benar sangat marah dan jengkel dengan sikap Ruby yang semakin lama semakin mencurigakan. Dan yang paling membuatnya merasa muak adalah gadis itu yang bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Tuan, jangan memarahi Nona.” Bukannya membela, tetapi Vernon perlu melerai pembicaraan mereka untuk menjaga kondisi Ruby yang baru saja sadar dari komanya.

“Gadis ini terus saja membuatku pusing! Dia bahkan tidak pernah memberikan penjelasan apa pun kenapa dia sampai seperti ini! Aku benar-benar bisa gila kalau begini!”

Kalau dipikir-pikir, Ruby seperti seseorang yang tidak bisa mengenali emosi orang lain dan hanya bisa terdiam tak bersuara saat seseorang sedang berbicara dengannya. Ruby ingin memendam apa yang sedang ia rasakan saat ini.

Sampai orang lain merasa muak dan merasa Ruby tidak pernah memikirkan orang lain dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Ruby bingung harus bagaimana dan terlalu takut dengan kenyataan saat dirinya berkata jujur.

“Aku bisa memberimu penjelasan.” Tiba-tiba Ruby berbicara seolah memang ingin mengatakan kebenarannya pada Celphius. “Tapi, kamu jangan marah seperti itu.”

“Katakan! Apa yang sebenarnya terjadi di kamar ini? Kau sedang apa saat aku tidak ada sampai keadaan kamar berantakan begini? Apa yang kau lakukan?” tanyanya.

“Itu ... aku hanya sedang mencari sesuatu dan secara tidak sengaja barang-barangnya berjatuhan begitu. Dan aku belum sempat membereskannya,” ucap Ruby menjawab.

Celphius mengerutkan alisnya, “Kau mencari apa sampai membuat barang-barang yang ada di sini berjatuhan? Kau tahu betapa terkejutnya aku saat melihat kekacauan ini?”

Ruby menunduk ketika Celphius semakin menyudutkannya dengan tatapan itu. “Aku minta maaf. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi.”

“Yang benar saja! Kau sudah berulang kali mengatakan itu tapi tetap saja melakukan kesalahan yang sama! Kalau kau terus seperti ini ... keluarlah dari rumah ini!” tandasnya.

DEG!

Kepala Ruby mendongak saat Celphius mengusirnya keluar dari rumah itu. Vernon pun merasa terkejut dengan keputusan yang diambil oleh tuannya. Bodyguard itu mengejar Celphius untuk meminta memikirkannya lagi.

Pada saat kenyataan memintanya untuk mundur, tidak ada yang bisa Ruby lakukan walau hanya sekadar membela dirinya. Bagian dalam kelopak matanya sudah digenangi oleh air mata yang siap jatuh jika tidak segera diusap.

“Tuan, Tuan, tunggu sebentar.” Vernon menghentikan langkah Celphius yang hendak masuk kamar. “Apakah Anda serius dengan ucapan Anda terhadap Nona Ruby?”

“Enyahlah dari hadapanku! Jangan kau membelanya! Yang salah tetaplah salah! Dia harus menerima konsekuensinya jika tidak mengikuti aturan rumah ini!” ujar Celphius.

“Saya mengerti Anda sangat marah sekarang. Tapi, Nona Ruby baru saja sadar dari komanya dan langsung di suruh bepergian jauh? Apakah Anda tidak kasihan pada Nona?”

Hanya pembelaan yang mementingkan kemanusiaan dan membuat Celphius mengerti. Ia harus memberi kesempatan kepada Ruby dan katanya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di kemudian harinya.

“Aku tidak peduli!”

BRAK!

BERSAMBUNG

Episodes
1 Celphius Allen Blair
2 Pembuangan Mayat Hidup
3 Sekadar Perjodohan Bisnis
4 Jangan Membenci Kakakmu
5 Perhatian Seorang Kakak
6 Keluarlah Dari Rumah Ini!
7 THE KILLER
8 Jangan Tinggalkan Aku
9 Ruby Dengan Darahnya
10 Harapanku Adalah Kematian
11 Perjodohan yang Dibatalkan
12 Situasinya Semakin Membaik
13 Adanya Gangguan Kesehatan
14 Kejarlah Sebelum Terlambat!
15 Aku Akan Menunggumu
16 Hanya Sebatas Teman
17 Terlalu Banyak Merepotkan
18 Gudang yang Terbakar
19 Berbicara Tentang Pernikahan
20 Bukan Wanita Simpanan
21 Tiga Pemuda Asing
22 Siapa Nama Aslimu?
23 Melakukan Sebuah Transaksi
24 Ada Banyak Godaan
25 Berada Diujung Kehidupan
26 Celphius, Menikahlah Denganku
27 Terlalu Banyak Halusinasi
28 Menggulung Dalam Selimut
29 Keputusan Penuh Keraguan
30 Ini Sangat Menyakitkan
31 Pernikahan yang Mendadak
32 Menyentuh Tanpa Izin
33 Ungkapan Perasaan Sienna
34 Aku Membunuh Seseorang
35 Alat Pendeteksi Kejujuran
36 Ibumu Seorang Pelacur
37 Mengalami Patah Hati
38 Beda Orang Beda Sikap
39 Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40 KESALAHPAHAMAN
41 Kedudukan Kekuasaan
42 Nyawa Menjadi Taruhan
43 Sebuah Penyadap Suara
44 Saling Menuntut Kebenaran
45 Penyembuhan Secara Pribadi
46 Hidup Setelah Mati
47 Perubahan yang Membingungkan
48 Cinta Bukanlah Kesalahan
49 Foto yang Sama
50 Berharap Pada Kematian
51 Tolong Selamatkan Aku
52 Amarah dan Dendam
53 Tercium Bau Busuk
54 Lautan Penuh Darah
55 Rencana Pengalihan Prioritas
56 Perasaan Tidak Nyaman
57 SEPENGGAL KISAH
58 Surat Pengajuan Kesepakatan
59 Ayahku Adalah Monster
60 Penyesalan yang Terlambat
61 Terbukanya Data Pribadi
62 Kesempatan Hidup Kedua
63 Tolong, Jagalah Adikmu
64 Penyusunan Rencana
65 Terlalu Menghayati Peran
66 Pengakuan Seorang Ibu
67 Di Mana Ibuku!
68 Visenya Althenia Milton
69 Sebuah Ciuman Terakhir
70 Hanyalah Istri Kontrak
71 Kehilangan Pasti Terjadi
72 Akankah Berakhir Bahagia?
73 Menunggu Kelahiran Flavian
74 Flavian Heinz Blair
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Celphius Allen Blair
2
Pembuangan Mayat Hidup
3
Sekadar Perjodohan Bisnis
4
Jangan Membenci Kakakmu
5
Perhatian Seorang Kakak
6
Keluarlah Dari Rumah Ini!
7
THE KILLER
8
Jangan Tinggalkan Aku
9
Ruby Dengan Darahnya
10
Harapanku Adalah Kematian
11
Perjodohan yang Dibatalkan
12
Situasinya Semakin Membaik
13
Adanya Gangguan Kesehatan
14
Kejarlah Sebelum Terlambat!
15
Aku Akan Menunggumu
16
Hanya Sebatas Teman
17
Terlalu Banyak Merepotkan
18
Gudang yang Terbakar
19
Berbicara Tentang Pernikahan
20
Bukan Wanita Simpanan
21
Tiga Pemuda Asing
22
Siapa Nama Aslimu?
23
Melakukan Sebuah Transaksi
24
Ada Banyak Godaan
25
Berada Diujung Kehidupan
26
Celphius, Menikahlah Denganku
27
Terlalu Banyak Halusinasi
28
Menggulung Dalam Selimut
29
Keputusan Penuh Keraguan
30
Ini Sangat Menyakitkan
31
Pernikahan yang Mendadak
32
Menyentuh Tanpa Izin
33
Ungkapan Perasaan Sienna
34
Aku Membunuh Seseorang
35
Alat Pendeteksi Kejujuran
36
Ibumu Seorang Pelacur
37
Mengalami Patah Hati
38
Beda Orang Beda Sikap
39
Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40
KESALAHPAHAMAN
41
Kedudukan Kekuasaan
42
Nyawa Menjadi Taruhan
43
Sebuah Penyadap Suara
44
Saling Menuntut Kebenaran
45
Penyembuhan Secara Pribadi
46
Hidup Setelah Mati
47
Perubahan yang Membingungkan
48
Cinta Bukanlah Kesalahan
49
Foto yang Sama
50
Berharap Pada Kematian
51
Tolong Selamatkan Aku
52
Amarah dan Dendam
53
Tercium Bau Busuk
54
Lautan Penuh Darah
55
Rencana Pengalihan Prioritas
56
Perasaan Tidak Nyaman
57
SEPENGGAL KISAH
58
Surat Pengajuan Kesepakatan
59
Ayahku Adalah Monster
60
Penyesalan yang Terlambat
61
Terbukanya Data Pribadi
62
Kesempatan Hidup Kedua
63
Tolong, Jagalah Adikmu
64
Penyusunan Rencana
65
Terlalu Menghayati Peran
66
Pengakuan Seorang Ibu
67
Di Mana Ibuku!
68
Visenya Althenia Milton
69
Sebuah Ciuman Terakhir
70
Hanyalah Istri Kontrak
71
Kehilangan Pasti Terjadi
72
Akankah Berakhir Bahagia?
73
Menunggu Kelahiran Flavian
74
Flavian Heinz Blair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!