Ruby Dengan Darahnya

9:15 AM

[DUA HARI SETELAHNYA]

Sudah lewat dari dua hari Flavian masih belum sadarkan diri. Dokter selalu rutin memeriksa kondisi tubuh pasien dan melaporkannya pada Celphius yang selalu berada di sana. Selama dua hari itu juga, Celphius tak bekerja.

Lelaki itu memilih menemani sang adik yang berada di rumah sakit sendirian sedangkan ayah mereka juga masih sama saja dengan tahun-tahun sebelumnya. Sangat sibuk sampai menjenguk Flavian pun tak sampai dua kali sehari.

Tentang urusan pekerjaan nanti ada Vernon dan sekretaris di kantor yang mengurusnya karena untuk saat ini, dia ingin fokus menemani adiknya yang belum sadarkan diri. Harus ada anggota keluarga yang menemaninya.

Celphius memeriksa ponselnya. Menekan nomor seseorang untuk mencari tahu informasi mengenai keberadaan Ruby yang masih dalam tahap pencarian. Ucapan Gilbert sebelumnya sempat membuatnya merasa sangat khawatir.

Dia mengutus temannya untuk membantu menemukan gadis itu meski dalam keadaan apa pun. Asalkan Ruby sudah berada tepat di hadapannya dan tahu bagaimana kondisinya. Sayembara sebelumnya tak berubah.

[“Halo, Bos?]

“Bagaimana? Apa kau sudah menemukan Ruby?”

Ronan sedikit melirik pada teman-temannya. [“Kami belum bisa menemukannya, Bos. Kami akan lebih berusaha lagi dan membawanya ke hadapan Bos.”]

“Shit. Sebenarnya ke mana perginya gadis itu?” Sedang bergumam sendiri sambil mengernyitkan dahi. “Kalian harus bisa menemukannya! Jangan sampai tidak!”

“Baik, kami akan berusaha.”

TUUT!

Tahu perkembangan ini masih belum tercapai membuat Celphius geram sendiri dan khawatir secara berlebihan. Bayangkan saja sudah dua hari Ruby meninggalkan rumah dan tidak ada tanda-tanda jejak kepergiannya.

Bagaimana kalau Ruby sudah mati? Bagaimana kalau seseorang menyiksanya dengan berbagai cara? Bagaimana kalau Ruby bertemu dengan orang yang melecehkannya dan membuangnya ke hutan seperti saat itu?

“Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Sudah susah payah aku merawatnya yang koma waktu itu tapi malah berakhir sia-sia seperti itu?” Menepis pikiran buruk.

Intinya Ruby tak boleh terluka apalagi sepertinya gadis itu masih perawan dan malah berkeliaran di jalanan yang terkadang ada orang yang selalu bertindak konyol. Celphius keluar dari ruangan itu untuk mencari udara.

Pengap juga di dalam sana. Walaupun ruangannya VIP dan terdapat AC untuk mendinginkan tubuh dan segala fasilitasnya sangat lengkap, tetap saja merasa tak nyaman. Tentu saja karena itu rumah sakit tempat orang sakit.

Seorang perawat yang hendak memeriksa Flavian kemudian di hadang oleh Celphius untuk berhenti. Perawat itu pun sempat terkejut. “Ada apa, Tuan?”

“Saya mau keluar sebentar. Tolong jangan keluar dari ruangan ini dan temani Adik saya. Beri tahu saya jika terjadi sesuatu padanya,” ucapnya dengan dingin.

“Baik, Anda tenang saja.”

Dia hanya akan pergi sebentar saja untuk mencari angin lalu kembali setelah menemukan kehidupannya. Celphius tidak akan jauh-jauh dari tempat itu. Dia hanya merasa bosan dan butuh suatu penghiburan pencuci pikiran.

BRUK!

“Ah, maafkan kami! Kami sedang buru-buru!”

Brankar yang dibawa oleh petugas rumah sakit itu secara tidak sengaja menabrak tubuh Celphius sehingga harus berhenti sejenak. Lelaki itu tidak bermasalah dan malah terus melihat wajah pasien yang berada di atas brankar.

Wajah yang penuh dengan darah, bibir yang terluka, sepertinya orang itu baru mengalami kecelakaan yang bisa di bilang lebih parah daripada kecelakaan Flavian. Atau bisa saja kondisinya akan berada dalam kondisi koma.

GREP!

“Ada apa ini? Apa yang Anda lakukan?” Petugas rumah sakit itu protes dengan tingkah laku Celphius yang menahan brankar yang hendak membawa pasien.

Setelah di telisik lebih lanjut, sepertinya Celphius mengenal orang itu. “Tidak mungkin ... Ruby?” Dia bergumam menyebutkan nama gadis yang hilang.

“Anda mengenalnya, Tuan?”

Tunggu sebentar. Tak mungkin itu adalah Ruby yang sedang dicari oleh Celphius. Lelaki itu merobek kaus bajunya untuk membersihkan noda darah yang hampir menutupi wajahnya. Dan terlihat wajah Ruby di dalamnya.

“RUBY!!”

“Maaf, Tuan! Anda tidak boleh menghalangi jalur pasien! Pasien harus segera ditangani! Tolong menyingkir!” perintah petugas rumah sakit pada Celphius.

Tanpa sadar lelaki itu benar-benar menggeser tubuhnya dan membiarkan pihak rumah sakit membawa Ruby ke ruangan operasi. Ada apa ini? Kenapa kondisi Ruby malah semakin memburuk setelah keluar dari rumahnya?

Tubuh Celphius masih mematung di sana menyaksikan kepergian Ruby bersama para petugas rumah sakit. Ini tidak benar. Ini sangat tidak benar. Ada apa dengannya sampai seperti itu? Apa orang-orang itu menyakitinya lagi?

Lelaki itu kemudian mulai menggerakkan tubuhnya meskipun terasa berat karena masih terkejut. Dia mengikuti brankar itu menuju suatu ruangan operasi yang dulu sempat digunakan oleh Flavian dua hari yang lalu.

“Mohon maaf. Tidak boleh ada yang masuk ke dalam. Kami akan memberi tahu kondisi pasien jika operasinya sudah selesai,” ucap perawat menutup pintunya.

Seorang wanita paruh baya yang memegang sebuah saputangan di tangannya kemudian duduk di kursi tunggu. Celphius berpikir mungkin orang itu mengetahui sesuatu tentang apa yang terjadi pada Ruby yang hilang selama ini.

Dia mendekatinya. Wanita itu menangis tersedu-sedu mungkin karena khawatir akan kondisi Ruby. Celphius pun merasakan hal yang sama apalagi ini kedua kalinya Ruby terluka. Rasanya menjadi dirinya yang telah bersalah.

Wanita itu menoleh dan bertanya, “Apakah Anak Muda ini mengenal orang yang terluka tadi? Reaksimu sangat mencerminkan seseorang yang mengenalnya.”

“Ah, iya. Saya mengenalnya. Kebetulan saya sedang mencarinya karena tiba-tiba dia menghilang dari rumah,” sahut Celphius. Dia duduk di sebelahnya.

“Syukurlah ada anggota keluarganya yang berada di sini. Saya sangat bingung harus membayar biaya operasinya dengan cara seperti apa,” lirih beliau.

“Anda tidak perlu mencemaskan mengenai biaya rumah sakit. Dia adalah teman saya, jadi, saya yang akan bertanggung jawab atasnya.” Itu harus dilakukan.

Kemudian, dia melanjutkan, “Sebelumnya saya sangat berterima kasih telah membawanya kemari. Tapi, apakah Anda tahu kenapa teman saya seperti itu?”

Wanita paruh baya itu sedikit terdiam. Sepertinya beliau tak tahu apa yang sebenarnya terjadi karena kepalanya menggeleng-geleng sejak tadi. Beliau tidak tahu pasti apa yang terjadi. Mungkin kejadiannya bukan di tempatnya.

“Saya tidak tahu apa-apa kenapa dia bisa sampai seperti itu. Saya menemukannya memang sudah terluka di suatu tempat lalu saya membawanya ke sini.”

“Mungkin dia di pukul seseorang dan jadilah seperti itu.” Beliau tidak tahu apa yang terjadi pada Ruby karena memang hanya sekadar menemukannya.

Informasinya jadi tidak lengkap begini. Wanita itu tidak tahu kronologi kejadiannya seperti apa dan percuma saja jika Celphius menanyakannya pada Ruby. Gadis itu tidak akan pernah mau bercerita apa pun yang terjadi padanya.

Harus bagaimana Celphius mencari tahu semua itu? Sampai sekarang Celphius masih belum tahu siapa gadis itu dan siapa nama aslinya. Sangat misterius sekali sampai perlu membungkam mulut rapat-rapat menjaga privasi.

DRRT!

Ponselnya berbunyi.

“Halo?”

[“Tuan Celphius, pasien sudah sadarkan diri.”]

“Saya akan segera ke sana!”

Dia langsung menutup teleponnya setelah mendengar kabar kalau Flavian sudah mulai membuka mata. Mungkin ada baiknya meninggalkan Ruby sebentar di sini. Nantinya juga akan dimasukkan ke ruang rawat setelah keluar.

“Saya harus pergi karena ada urusan sebentar. Apakah Anda boleh di sini sebentar menemani teman saya? Kebetulan Adik laki-laki saya juga di rawat di sini dan sekarang sudah siuman,” ucapnya bertanya.

“Oh, iya, tentu saja.”

“Terima kasih.”

.

.

.

CEKLEK!

Pintu ruangan terbuka dan seseorang masuk ke dalamnya. Celphius melihat adiknya yang sudah mulai sadarkan diri setelah dua hari hanya menutup matanya. Syukurlah keadaannya sudah semakin membaik belakangan ini.

“Flavian! Apa kau baik-baik saja?! Katakan pada Kakak kalau ada yang sakit! Maafkan Kakak karena sudah membuatmu begini ..., ” pinta Celphius.

“Kenapa Kakak mengatakan itu? Semua ini terjadi bukan kesalahan Kakak. Kakak tidak perlu merasa bersalah seperti itu,” geleng Flavian membantah.

“Tidak, ini salah Kakak. Kakak tidak pernah berada di sampingmu saat kau sedang membutuhkan Kakak. Kakak hanya mementingkan diri Kakak sendiri.”

Celphius menyesalinya. Seandainya semua bisa diputar kembali dia pasti akan mengubah semuanya jika akhirnya memang inilah yang akan terjadi. Padahal dulu mereka sangat dekat seperti ada perekat di tubuh keduanya.

“Kalau begitu ... apakah Kakak akan pulang ke rumah? Kakak tidak boleh meninggalkan rumah terlalu lama. Semuanya sepi tanpa kehadiran Kakak.”

“Aku mohon, kembalilah ke rumah. Hanya karena kita berbeda pendapat soal Ibu dan Ayah bukan berarti hubungan kita juga menjauh dan menjadi asing.”

Lelaki itu hanya menyeringai dan berdecak, “Ck! Dasar bodoh! Kau baru saja sadar, Sialan! Seharusnya kau memikirkan dirimu sendiri! Malah bahas ini-itu.”

Walaupun sikap Celphius sangat keras dan selalu berkata dengan kasar, di dalam hatinya terdapat gumpalan hati yang lembut dan penuh kasih sayang, terlebih lagi pada adiknya. Jadi, untuk kali ini, Celphius tak bisa menolak.

Melihat adiknya yang merengek membuat perasaannya luluh dan merasa kasihan. Mungkin kalau dirinya menolak sekali lagi Flavian akan mati dan meninggalkan sejuta kesedihan di hati Celphius sekaligus rasa bersalah.

“Baiklah, aku akan pulang. Semua ini demi dirimu. Tapi, jangan pernah memikirkan apa pun yang akan mengganggu pikiranmu. Kau mengerti?”

Flavian sedikit mengangguk, “Ya, baiklah. Tapi, semua itu tergantung keadaan. Kalau Kakak berani meninggalkan rumah lagi, aku akan membenci Kakak.”

Lelaki itu menyandarkan punggungnya sembari melipat kedua tangan di dada. Celphius berkata, “Bagaimanapun, kau tidak akan pernah bisa membenciku.”

“Kenapa Kakak begitu sangat percaya diri seperti itu? Apa Kakak merasa yakin kalau aku tidak akan pernah membenci Kakak?” Flavian pun tidak yakin.

“Memang apa alasannya kau bisa membenciku? Kau ingat saja siapa yang membesarkanmu selama ini. Itu pun jika kau masih punya hati nurani.”

Celphius berpikir jika dengan menyangkut pautkan masa lalu bisa mengurangi kebencian Flavian dan akan terus mengingatnya. Malah jadinya Flavian akan merasa terganggu dengan momen itu dan bisa saja menjadi gila.

Ketika seseorang sedang berada dalam kondisi sedang marah ataupun kesal apa pun yang terjadi di masa lalu akan hilang sejenak dan mengedepankan kebencian. Jika seseorang memaksakan diri, si pembenci akan murka.

Jadi, tidak mudah untuk mengatakan kalau masa lalu bisa mengubah kondisi seseorang yang sedang tidak baik-baik saja. Ada baiknya jika Celphius tetap berhati-hati karena adiknya itu bisa saja menjadi musuhnya di masa depan.

“Di mana Ayah? Apa Ayah tidak datang ke sini untuk menjengukku? Apa Ayah masih sibuk dengan pekerjaannya?” tanya Flavian menanyakan Tuan Cillian.

“Tidak bisakah kau melupakan nama itu sebentar saja? Kau tidak usah memikirkan Ayah. Pikirkan kondisimu untuk saat ini,” ujar Celphius kesal.

“Kenapa Kakak sangat membenci Ayah? Ayah tidak bersalah. Yang bersalah itu adalah Ibu. Ibu yang meninggalkan Ayah, 'kan?” Tetap membela ayahnya.

“Tidak ada yang peduli soal itu, kau tidak usah terlalu banyak memikirkan sesuatu yang mengganggu pikiranmu.” Celphius sudah tak mau membahasnya.

Lelaki itu kemudian berdiri dari tempat duduknya. Dia mengambil segelas air minum yang ada di atas nakas rumah sakit lalu memberikannya pada Flavian. Tentang Ruby kira-kira bagaimana operasinya setelah ditinggalkan?

Celphius berharap operasi gadis itu bisa berjalan dengan lancar dan bisa membuat Ruby lebih membuka hatinya untuknya. Supaya Celphius bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau Ruby hanya diam, semua ini takkan selesai.

‘Siapa yang melakukan itu? Apa ini adalah perbuatan orang yang sama yang menyerang Ruby malam itu? Apa alasan Ruby memiliki musuh seperti itu?’

‘Apa jangan-jangan gadis itu dulunya adalah orang kaya dan keluarganya tidak menyukainya dan lantas membuangnya? Atau karena perbuatan pacarnya?’

Semua itu masih menjadi teka-teki. Tetapi, suatu saat nanti Celphius pasti akan mengetahui semuanya tanpa ada seorang pun yang bisa menyembunyikan masalah sebesar ini darinya. Ponselnya dikeluarkan dari balik saku.

[Tidak perlu melanjutkan pencarian. Gadis itu sudah ditemukan. Sekarang sudah berada di rumah sakit. Akhiri saja semuanya dan kembali ke gudang.]

Pesan itu terkirim ke salah satu ponsel temannya untuk menghentikan pencarian Ruby yang kini sudah ditemukan. Untungnya ada orang baik hati yang mau membawa Ruby berobat ke rumah sakit meskipun tak ada uang.

Jika tidak, kemungkinan besar Celphius tidak akan pernah bisa menemukan Ruby dan selamanya akan merasa khawatir secara berlebihan. Celphius berutang budi pada wanita itu. Dia akan membayar biaya ganti ruginya.

Celphius yang tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya merasa sangat aneh dengan semua yang terjadi. Dua hari lalu adiknya mengalami kecelakaan lalu sekarang Ruby ditemukan dalam kondisi tubuh yang kembali berdarah.

Ada apa dengan dunia ini?

BERSAMBUNG

Episodes
1 Celphius Allen Blair
2 Pembuangan Mayat Hidup
3 Sekadar Perjodohan Bisnis
4 Jangan Membenci Kakakmu
5 Perhatian Seorang Kakak
6 Keluarlah Dari Rumah Ini!
7 THE KILLER
8 Jangan Tinggalkan Aku
9 Ruby Dengan Darahnya
10 Harapanku Adalah Kematian
11 Perjodohan yang Dibatalkan
12 Situasinya Semakin Membaik
13 Adanya Gangguan Kesehatan
14 Kejarlah Sebelum Terlambat!
15 Aku Akan Menunggumu
16 Hanya Sebatas Teman
17 Terlalu Banyak Merepotkan
18 Gudang yang Terbakar
19 Berbicara Tentang Pernikahan
20 Bukan Wanita Simpanan
21 Tiga Pemuda Asing
22 Siapa Nama Aslimu?
23 Melakukan Sebuah Transaksi
24 Ada Banyak Godaan
25 Berada Diujung Kehidupan
26 Celphius, Menikahlah Denganku
27 Terlalu Banyak Halusinasi
28 Menggulung Dalam Selimut
29 Keputusan Penuh Keraguan
30 Ini Sangat Menyakitkan
31 Pernikahan yang Mendadak
32 Menyentuh Tanpa Izin
33 Ungkapan Perasaan Sienna
34 Aku Membunuh Seseorang
35 Alat Pendeteksi Kejujuran
36 Ibumu Seorang Pelacur
37 Mengalami Patah Hati
38 Beda Orang Beda Sikap
39 Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40 KESALAHPAHAMAN
41 Kedudukan Kekuasaan
42 Nyawa Menjadi Taruhan
43 Sebuah Penyadap Suara
44 Saling Menuntut Kebenaran
45 Penyembuhan Secara Pribadi
46 Hidup Setelah Mati
47 Perubahan yang Membingungkan
48 Cinta Bukanlah Kesalahan
49 Foto yang Sama
50 Berharap Pada Kematian
51 Tolong Selamatkan Aku
52 Amarah dan Dendam
53 Tercium Bau Busuk
54 Lautan Penuh Darah
55 Rencana Pengalihan Prioritas
56 Perasaan Tidak Nyaman
57 SEPENGGAL KISAH
58 Surat Pengajuan Kesepakatan
59 Ayahku Adalah Monster
60 Penyesalan yang Terlambat
61 Terbukanya Data Pribadi
62 Kesempatan Hidup Kedua
63 Tolong, Jagalah Adikmu
64 Penyusunan Rencana
65 Terlalu Menghayati Peran
66 Pengakuan Seorang Ibu
67 Di Mana Ibuku!
68 Visenya Althenia Milton
69 Sebuah Ciuman Terakhir
70 Hanyalah Istri Kontrak
71 Kehilangan Pasti Terjadi
72 Akankah Berakhir Bahagia?
73 Menunggu Kelahiran Flavian
74 Flavian Heinz Blair
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Celphius Allen Blair
2
Pembuangan Mayat Hidup
3
Sekadar Perjodohan Bisnis
4
Jangan Membenci Kakakmu
5
Perhatian Seorang Kakak
6
Keluarlah Dari Rumah Ini!
7
THE KILLER
8
Jangan Tinggalkan Aku
9
Ruby Dengan Darahnya
10
Harapanku Adalah Kematian
11
Perjodohan yang Dibatalkan
12
Situasinya Semakin Membaik
13
Adanya Gangguan Kesehatan
14
Kejarlah Sebelum Terlambat!
15
Aku Akan Menunggumu
16
Hanya Sebatas Teman
17
Terlalu Banyak Merepotkan
18
Gudang yang Terbakar
19
Berbicara Tentang Pernikahan
20
Bukan Wanita Simpanan
21
Tiga Pemuda Asing
22
Siapa Nama Aslimu?
23
Melakukan Sebuah Transaksi
24
Ada Banyak Godaan
25
Berada Diujung Kehidupan
26
Celphius, Menikahlah Denganku
27
Terlalu Banyak Halusinasi
28
Menggulung Dalam Selimut
29
Keputusan Penuh Keraguan
30
Ini Sangat Menyakitkan
31
Pernikahan yang Mendadak
32
Menyentuh Tanpa Izin
33
Ungkapan Perasaan Sienna
34
Aku Membunuh Seseorang
35
Alat Pendeteksi Kejujuran
36
Ibumu Seorang Pelacur
37
Mengalami Patah Hati
38
Beda Orang Beda Sikap
39
Kali Ini, Bukan Halusinasi!
40
KESALAHPAHAMAN
41
Kedudukan Kekuasaan
42
Nyawa Menjadi Taruhan
43
Sebuah Penyadap Suara
44
Saling Menuntut Kebenaran
45
Penyembuhan Secara Pribadi
46
Hidup Setelah Mati
47
Perubahan yang Membingungkan
48
Cinta Bukanlah Kesalahan
49
Foto yang Sama
50
Berharap Pada Kematian
51
Tolong Selamatkan Aku
52
Amarah dan Dendam
53
Tercium Bau Busuk
54
Lautan Penuh Darah
55
Rencana Pengalihan Prioritas
56
Perasaan Tidak Nyaman
57
SEPENGGAL KISAH
58
Surat Pengajuan Kesepakatan
59
Ayahku Adalah Monster
60
Penyesalan yang Terlambat
61
Terbukanya Data Pribadi
62
Kesempatan Hidup Kedua
63
Tolong, Jagalah Adikmu
64
Penyusunan Rencana
65
Terlalu Menghayati Peran
66
Pengakuan Seorang Ibu
67
Di Mana Ibuku!
68
Visenya Althenia Milton
69
Sebuah Ciuman Terakhir
70
Hanyalah Istri Kontrak
71
Kehilangan Pasti Terjadi
72
Akankah Berakhir Bahagia?
73
Menunggu Kelahiran Flavian
74
Flavian Heinz Blair

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!