Zoya menatap Laura yang sedang meringkuk di tempat tidur. Padahal tadi ia melihat Laura sudah keluar dari kamar dan telah membersihkan dirinya. Lalu mengapa tiba-tiba kembali membungkus tubuhnya dengan selimut?
Tidak tega melihat keadaan Laura, Zoya pun menghampirinya dan menyibak selimut itu. Ia melihat Laura menggigil, padahal keadaannya sejak semalam hingga beberapa saat yang lalu masih baik-baik saja. Atau mungkin ia yang tidak memperhatikan sebab ia tidur lebih dulu.
"Ya ampun Ra, kamu panas ini. Kamu sakit Ra?" tanya Zoya khawatir.
"Ak-aku tidak tahu. Tiba-tiba saja seperti ini," jawab Laura.
Tubuh Laura mendadak lemas setelah ia mengetahui ia tinggal di rumah milik Mahen. Pikirannya terguncang, mungkin itulah yang menyebabkan ia sampai demam dan menggigil sebab semalam suntuk ia memikirkan tentang ia dan Mahen yang kembali bertemu.
"Mungkin kamu kelelahan. Aku akan meminta izin pada Nona Anna untukmu. Beristirahatlah, aku akan membawkanmu makanan," ucap Zoya, ia tidak tega pada Laura. Ia akan berangkat kerja sendiri dan tidak memaksakan sahabatnya itu.
"Bisakah kamu membawkanmu bubur ayam tanpa ayam? Aku ingin makan yang itu," pinta Laura.
"Bubur ayam tanpa ayam?" beo Zoya. Ia memikirkannya sambil berlalu pergi ke dapur menemui koki.
Saat melewati ruang makan, Zoya terkejut melihat seorang pria sedang sarapan bersama Anna. Zoya membungkuk memberi hormat, ia akan melaporkan tentang Laura ketika Anna telah menghabiskan sarapannya.
Zoya menghampiri Theo yang sedang berjaga di dekat meja makan. "Theo, apakah kamu pernah mendengar bubur ayam tanpa ayam?" tanya Zoya.
Theo mengerutkan dahinya. Beberapa saat ia berpikir lalu ia menjawab pertanyaan Zoya. "Mungkin hanya memakai kaldu ayam saja, suwiran ayamnya tidak diikutsertakan."
Zoya menjentikkan jarinya, sepertinya apa yang dikatakan Theo barusan adalah jawaban dari permintaan Laura yang menurutnya sedikit tidak masuk akal. Zoya tidak berpikir aneh, dia tahu kalau Laura sedang tidak enak badan sehingga apa yang ingin ia makan adalah apa yang terlintas di benaknya saja.
"Mengapa kamu menanyakan makanan seperti itu?" tanya Theo.
"Laura sedang sakit, dia demam bahkan sampai menggigil. Dia menginginkan makanan itu. Mungkin dia kelelahan karena terlalu banyak bekerja di toko, pekerjaannya lebih berat dibandingkan aku," jawab Zoya. Sebenarnya ia menyayangkan karena dirinya tidak begitu ahli dalam memulai pekerjaan baru, berbeda halnya dengan Laura yang hampir menguasai segala bidang dalam pekerjaan baru mereka.
Theo mengangguk patuh, ia kemudian pergi ke dapur untuk meminta koki membuatkan makanan tersebut, sedangkan Zoya tetap tinggal di sana untuk menunggu Anna menghabiskan sarapannya. Tidak begitu lama Anna pun menyudahi sarapannya lalu ia meminta izin pada Mahen untuk memanggil Zoya yang telah menantinya di sudut ruangan.
"Di mana Laura, Zoya? Mengapa dia tidak ikut sarapan dan mengapa kamu juga belum sarapan? Sebentar lagi kita akan pergi ke toko," tanya Ana saat Zoya sudah berdiri di hadapannya.
"Laura sedang tidak enak badan, Nona. Biar saya saja yang mengambil alih pekerjaannya hari ini," jawab Zoya.
'Jadi namanya Laura ... dia sedang sakit? Sakit apa?" tanya Mahen dalam hati. 'Hei ... untuk apa aku peduli?' protes Mahen pada dirinya sendiri.
Wajah Anna terlihat muram. Ia sudah sangat cocok bersama Laura sebab ia bisa menceritakan kisah cintanya dan apapun itu pada Laura dengan sangat terbuka. Tetapi ia tidak mungkin memaksakan Laura sebab ia memang telah menyibukkan Laura dalam beberapa hari ini.
"Ya sudah jika begitu, nanti kita akan berangkat bersama," ucap Anna kemudian ia meninggalkan ruang makan menuju ke kamarnya.
Mahen masih berdiri di sana, ia penasaran dengan Laura. Mahen berencana akan datang kembali ke rumah ini setelah Anna dan Zoya berangkat ke toko. Ia ingin berbicara empat mata dengan Laura, tidak peduli wanita itu tengah sakit atau sehat dia akan membuatnya menjauh dari rumah ini juga dari kehidupan Anna.
****
"Nanti aku jemput, jangan terlalu sibuk," ucap Mahen saat ia sudah mengantar Anna ke dalam ruangannya. Tak lupa Mahen mengecup dahi Anna untuk memberikannya semangat.
"Aku pikir kamu bakalan di sini nungguin aku," ucap Anna sedikit kecewa.
Mahen tersenyum tipis. "Lantas bagaimana dengan pekerjaanku, hem?"
Anna membuang napas kasar. "Iya, aku paham," ucapnya mengalah.
Mahen kemudian segera pergi, tujuannya hanya satu yaitu menemui Laura dan meminta wanita itu untuk segera pergi dari rumahnya juga dair kehidupannya. Mahen tidak ingin mengambil risiko lebih banyak, bukan karena ia tidak sanggup menutupi tetapi ia hanya antisipasi saja untuk kemungkinan yang tidak diinginkan.
Mobil Mahen kembali memasuki halaman rumahnya, ia memarkirkan mobilnya dengan asal. Bergegas Mahen menemui Laura di kamarnya yang sudah ia ketahui letaknya. Tangan kekar Mahen mendorong pintu tersebut hingga Laura yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan wajah pucat kini semakin pucat pasi.
"T-tuan Mahen," lirih Laura, ia ketakutan saat melihat aura yang ditunjukkan Mahen.
Tadinya Mahen sudah siap mengusir Laura, tetapi hati kecilnya menatap tak tega pada Laura yang sedang sakit. Ia ingat tadi Zoya mengatakan Laura ingin memakan sesuatu, ia harus memastikan wanita ini memiliki tenaga untuk segera pergi dari rumahnya.
Mata Mahen mengedar dan ia menemukan mangkuk berisi bubur itu seperti belum tersentuh. Di dalam saku celananya tangan Mayen terkepal kuat.
"Apa Tuan Mahen ingin meminta saya pergi? Saya akan pergi, Tuan. Maaf karena saya tidak tahu jika saya bekerja di rumah Anda. Saya tidak akan melanggar perjanjian itu, saya akan segera berkemas," ucap Laura yang paham akan maksud kedatangan Mahen.
Mahen hanya memberi jawaban dengan dehaman. Ia masuk lebih dalam ke kamar itu dan menutup pintunya. Tangan Laura bergerak mencari tas besar yang dulunya ia bawa dan mulai memindai pakaiannya dari lemari.
'Zoya, kamu harus betah bekerja di sini. Maaf jika aku pergi tanpa pamit padamu,' gumam Laura dalam hati.
Kepala Laura yang sedari tadi terasa pusing kini semakin berat. Tidak boleh manja dan harus segera pergi membuat Laura menguatkan tubuhnya. Toh meski apapun yang terjadi Mahen tentu tidak akan peduli pada keadaannya.
"Sebelum kamu pergi, kamu habiskan dulu makanan itu," titah Mahen.
Laura menggeleng menahan air matanya. "Tidak perlu, Tuan," tolak Laura. Bukan ia tidak menghargai makanan tetapi ia tidak suka dengan rasanya karena membuatnya kembali mual dan muntah.
Damned it!
Mahen tidak menjawab apapun tetapi tatapannya pada Laura seakan ingin membunuh wanita itu. Dengan sangat terpaksa Laura kembali duduk di atas tempat tidur lalu mulai memasukkan sesuap bubur ke dalam mulutnya. Mata Laura terbelalak, ia bergegas berdiri lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya lagi. Tubuhnya yang lemas akhirnya jatuh terkulai di dalam kamar mandi.
Mendengar seperti ada suara benda jatuh, Mahen bergerak masuk ke kamar mandi yang tidak terkunci. "Damn it!" umpatnya saat melihat Laura sudah tergeletak di lantai. Dengan cepat Mahen menggendongnya dan membawanya ke mobil. Ia akan membawa Laura ke rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Yuli a
hamil kayaknya...🤣🤣🤣🤣
2024-06-02
0