Setelah menempuh perjalan berjam-jam di dalam pesawat, akhirnya Mahen sampai di tempat tujuannya. Ia beristirahat di hotel sebelum menuju ke markas di mana anak buah Joe Abraham berada. Di beberapa negara memang tersebar kelompok-kelompok kecil dari anak buah Joe Abraham sehingga Mahen tidak perlu bingung atau khawatir jika bepergian seorang diri.
Sebelum membersihkan diri, Mahen menyempatkan diri untuk menghubungi Anna tetapi kekasihnya itu tidak menjawab panggilan darinya. Ia sadar di tempat Anna berada saat ini pasti sudah larut malam. Mahen meletakkan ponselnya lalu ia masuk ke dalam kamar mandi.
Ada rasa trauma bagi Mahen saat masuk ke dalam kamar mandi seperti ini. Ia ingat bagaimana Anna diam-diam masuk dan menghunuskan pisau tersebut saat ia sedang membilas seluruh tubuhnya yang penuh dengan busa. Mahen tidak sempat menghindar sebab pergerakannya tidak diketahui. Untung saja masih ada yang menemukannya di dalam kamar mandi, gadis itu ....
Mahen menghentikan gerakannya yang sedang menyabuni tubuhnya kala teringat mata indah milik gadis yang menjual keperawanan padanya. Ia seperti merindukan tatapan mata itu padahal nama gadis yang bukan lagi gadis itu saja ia tidak tahu.
"Dia hanya Kakak yang tidak rela terjadi sesuatu pada adiknya," gumam Mahen yang tak sengaja mendengar gumaman Laura saat itu.
Awalnya Mahen mengira gadis yang menjual dirinya itu adalah gadis yang ingin bersenang-senang, sungguh tidak ia duga ada cobaan berat dibalik langkah yang ia ambil malam itu. Bibir Mahen tertarik ke atas, ia ingat bagaimana mereka menghabiskan malam. Gadis polos itu tidak menolak apapun bahkan sampai saat ini Mahen masih mengingat bagaimana rasanya. Sungguh berbeda saat ia menghabiskan malam dengan beberapa gadis sebelumnya.
"Mengapa aku memikirkannya? Anna bisa marah jika tahu pikiranku tengah selingkuh," keluh Mahen kemudian ia bergegas menyelesaikan mandinya.
Setelah bersih, Mahen memutuskan untuk berangkat ke markas. Salah satu anak buah Joe sudah menunggunya di lobi hotel. Mahen tidak ingin membuang waktu, masalah di negara ini khususnya masalah yang terjadi antar kelompoknya dengan pihak lawan cukup rumit. Mahen ingin segera menyelesaikannya agar ia bisa segera pulang.
Baru saja mobil itu menjauh dari hotel tempat Mahen menginap, dari arah belakang dua mobil hitam mengikuti mereka. Mahen langsung siaga, anak buah yang menyetir pun sudah siap dengan senjatanya.
"Sepertinya ada drama sebelum sampai di markas," gumam Mahen, sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringai yang menakutkan.
"Mereka mengikuti mobil ini sejak tadi. Sepertinya ada yang membocorkan jika Tuan akan datang hari ini," ucap Adamar.
Mahen mengangguk, ia sudah curiga salah satu anggota kelompok Joe itu ada yang berkhianat karena setiap pergerakan mereka sering kali terbaca oleh lawan.
"Bawa mobil ke jalan yang sepi, kita harus membereskan cacing ini terlebih dahulu," ujar Mahen.
Adamar menurut, ia sangat hapal jalan di kota ini bahkan di negara ini. Cukup lama tetapi akhirnya mereka sampai. Benar saja, saat berada di jalan yang sepi dan tidak terdapat perumahan warga, dua mobil itu melaju kencang dan memberikan serangan melalui timah senjata api ke arah kaca belakang mobil. Beruntung kaca itu anti peluru.
Mahen membuka kaca jendela lalu melepaskan tembakan. Tepat sasaran, salah satu rival mereka yang siap menembak justru menjatuhkan senjatanya di jalan karena tangan yang tadinya ia gunakan memegang senjata justru dilumpuhkan oleh timah panas milik Mahen.
"Adamar, kemudikan mobil dengan kecepatan tinggi agar mereka mengejar kita, lalu saat sudah dekat buat gerakan rotasi. Cari jalan yang memungkinkan mereka tidak bisa berbelok untuk menghindar. Kita akan membuat kedua mobil itu saling menabrak atau paling tidak kita bisa kabur dengan membuat mereka melanju kencang lalu kita mundur mengubah jalur," ucap Mahen, Adamar pun segera melakukannya.
"Tetapi bukankah lebih baik kita menghabis mereka?" ucap Adamar di sela-sela ia fokus menyetir sedangkan Mahen sibuk beradu tembakan.
"Oh ayolah, aku baru saja sampai setelah penerbangan berjam-jam. Masa iya sambutan kalian harus dengan acara tembak-tembakan di jalan seperti ini," ucap Mahen kemudian ia melepas satu peluru lagi.
Adamar cekikikan, kedatangan Mahen kali ini bahkan langsung disambut sahut-sahutan senjata api.
Benar saja, mobil di belakang mereka terus saja menyusul mencoba untuk menghalangi jalan mereka. Aksi tembak-menembak masih terjadi dan kini dua mobil itu menempel di sisi kiri dan kanan mobil Adamar.
"Sekarang ...!" titah Leon.
Adamar memundurkan laju mobil lalu mengubah jalur mereka dan dengan kecepatan tinggi mereka meninggalkan dua mobil yang melaju kencang dengan arah yang berbeda.
"Woah ini menyenangkan!" pekik Adamar, dua mobil itu tertinggal beratus-ratus meter di belakang mereka atau bahkan sudah tidak lagi mengejar.
"Ayo kembali ke markas, aku ingin beristirahat," ucap Mahen, ia mengatur kursinya agar ia bisa rebahan.
****
"Kak, aku merindukanmu. Mengapa kamu selalu saja bersikap dingin padaku? Apa kamu tidak bisa merasakan betapa aku mencintaimu, Kak? Mengapa kamu tidak pernah mau menatapku? Aku sudah dewasa, apakah masih belum pantas bersamamu?"
"Namira, Kakak —"
"Aku benci Kakak. Dulu dan sekarang tidak ada bedanya, Kakak selalu saja membuatku terluka. Aku pergi Kak, jangan mencariku lagi. Kakak tidak sesayang itu padaku!" pekik Namira.
"Tidak Namira, tidak ...!"
"Tuan Mahen, Anda mimpi buruk?" panggil Adamar yang memang sengaja tidak membangunkan Mahen meskipun mereka sudah sampai, ia tahu anak Tuan Joe ini begitu lelah.
Mahen membuka kedua matanya, ada air mata di sana yang terbawa dari alam mimpi. Ia melihat sekitar dan ternyata ia berada di dalam mobil.
'Hanya mimpi? Mengapa mimpi ini begitu aneh? Kami telah bersama tetapi mengapa Namira masih membenciku? Ah, ini hanya bunga tidur. Mungkin Anna memang sedang merindukanku di sana, kemarin saja dia merengek ini itu padahal tujuannya hanya untuk mencegahku pergi,' ucap Mahen dalam hati, ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Mahen mencoba menguasai dirinya, ia berdeham untuk menstabilkan perasaanya. Ia sedikit memperbaiki penampilannya lalu mengajak Adamar untuk keluar. Sesampainya di dalam markas, Mahen disambut hangat dan Adamar langsung membawanya ke kamar khusus.
Tadinya Mahen ingin tidur, tetapi setelah mendapatkan mimpi singkat itu mendadak ia tidak lagi bisa menutup mata. Ingatan tatapan mata dari wanita yang tidak ia ingat sama sekali bentuk tubuh dan wajahnya itu terus menghantui. Hanya sorot mata yang tajam melekat jelas diingatkannya.
"Hanya bunga tidur, sebaiknya aku menghubungi Anna sekali lagi," gumam Mahen kemudian ia mengambil ponsel dari saku celananya.
Senyuman Mahen melebar saat Anna langsung menjawab panggilannya.
"Mahen aku bermimpi buruk. Aku — aku melihat kamu meninggalkanku. Kamu menikah dengan wanita lain, aku benar-benar takut saat ini," ucap Anna ketika ia menjawab panggilan dari Mahen.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Sri Siyamsih
semakin seru semangat y thor utk up"nya 💪
2024-03-21
0
Nur Adam
lnju
2024-03-12
0
Noor Hayati
lanjut kak...bagus ceritanya
2024-03-11
0