Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus

Siang harinya atau lebih tepatnya setelah pulang sekolah, tampak Jelita berjalan bertiga dengan Nara dan Jessi melewati koridor sekolah. Sejauh mata memandang, ramai orang yang menatap minat terhadap Jelita.

Mereka tersenyum, mata mereka berbinar-binar, sekolah Jelita adalah bidadari yang kecantikannya mampu menghipnotis mereka. Huufftt ...

"Jel, setelah ini kamu mau ke mana?" Tanya Nara memecah keheningan saat itu.

Semenjak keluar dari kelas hingga saat ini ketiga gadis itu terus terdiam. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, sampai pertanyaan Nara menarik perhatian Jelita dan Jessi untuk menatapnya.

"Mau pulang, kenapa?" Tanya balik Jelita. Di posisinya tampak Nara mengatur kata-kata yang hendak diucapkannya sebelum akhirnya kembali berkata. "Kita ... Jalan ke book store yang biasanya kita datangin yuk. Aku kangen banget mampir ke sana bareng kalian. Pengen mengulang flashback. Please, ya, kita ke sana. Sebentar aja kok, nggak lama." Bujuk Nara sembari mengatupkan tangannya menatap ke arah Jelita.

Tatapannya penuh permohonan dan seperti sangat meminta Jelita untuk mengabulkan keinginannya. Sudah sejak lama Nara dan Jessi menginginkan pergi ke sana bersama dengan Jelita. Semenjak Nara mengakui kesalahannya dan teringin memperbaiki pertemanan dengan Jelita.

Lalu Jelita yang mengetahui permintaan Nara  sempat terdiam dan berpikir. Rasa-rasanya tidak apa ia ikut pergi dengan mereka, toh ia juga merindukan tempat itu.

Namun, bagaimana untuk izin pada Revan? Lelaki itu pasti akan menolaknya pergi. Tapi, baiklah, sepertinya Jelita memang harus pergi ke book store itu bersama dengan mereka.

"Iya, baiklah, aku bersedia. Tapi jangan lama-lama ya. Masih banyak hal yang harus kulakukan." Jelita pun bersedia dan jawaban Jelita itu membuat Nara dan Jessi bahagia. Senyum merekah di bibir keduanya serta tatapan mata yang tulus berhasil membuat Jelita tersenyum. Sepertinya keputusannya untuk kembali berteman dengan mereka bukanlah hal yang keliru.

Lagi pula sejak dulu hanya Nara dan Jessie yang mampu menarik kepercayaan Jelita pada mereka. Hanya kedua gadis itu yang mampu membuatnya percaya sepenuhnya. Sementara yang lainnya serasa fake bagi Jelita.

Mereka yang sering ditemuinya hanya ingin berteman dengan Jelita hanya karena kepopulerannya saja. Karena ingin tenar, mereka membujuk Jelita agar ia menerima mereka sebagai temannya. Namun, jika Nara dan Jessie berbeda.

Mereka adalah orang baik dan tulus, meski Nara sempat menikungnya dengan jadian dengan Leon. Tapi Jelita yakin jika Nara sudahlah berubah saat ini. Terlihat dari sikap dan sorot matanya yang tulus menatap ke arah Jelita.

"Makasih banyak ya, Jel. Udah nerima ajakanku. Kita di sana cuma baca-baca kok, sekalian nyari buku novel yang kemarin aku lihat udah buka masa po-nya. Tapi kalau kamu ikut kita nanti nggak ada yang marah kan? Contohnya orang tua atau ehm pacar gitu?" Tanya Nara merasa tidak enak hati saat menanyakan pacar pada Jelita.

Rasa bersalahnya membuatnya canggung Dan tidaklah bisa sebebas dulu.

"Nggak kok, nggak ada. Mereka nggak bakal nyariin. Yuk, kita berangkat sekarang, aku nebeng kalian ya, nggak bawa mobil sendiri soalnya." Sahut Jelita.

"Iya, bisa kok bisa. Ya udah yuk kita langsung cus sekarang aja mumpung siang, kalau dah sore dikit kan bisa rame." Sesaat setelah mengatakan itu, bergegaslah mereka menuju ke book store itu dengan Jelita yang menebeng di mobil Nara.

Ia tidaklah membawa kendaraan sendiri, biasanya ketika berangkat atau pulang sekolah Jelita selalu diantar jemput oleh Revan. Sebenarnya Jelita tidak minta, tapi ini adalah inisiatifnya sendiri.

Seperti saat ini, Revan sudah OTW menjemput Jelita, namun tiba-tiba Jelita mengabarkannya untuk takkan perlu menjemputnya. Ia ingin pergi ke suatu tempat dengan temannya. Awalnya Revan bahagia karena sebentar lagi akan berjumpa dengan pacarnya dan bermain dengannya sampai malam.

Namun, melihat pesan Jelita itu, Revan pun sempat cemberut. Dia bingung untuk akan pergi ke mana lagi sambil menunggu Jelita kembali. Itupun kalau Jelita mengabarkannya.

...............................................

Sementara itu, Jelita, Nara dan Jessi sudah tiba di book store favorit mereka. Ketiga gadis belasan tahun itu terlihat berjalan mengelilingi store sambil mencari buku novel yang Nara inginkan.

Dari segala penjuru sudah tersapu oleh pandangan, namun buku itu tidak kunjung mereka temukan, hingga membuat mereka menyerah. Sudah cukup lelah mereka mengelilingi bookstore besar itu tanpa ada hasil. Buku yang diinginkan temannya itu tidak ketemu atau mungkin saja belum rilis di book store sini? Entahlah.

"Ya udahlah nggak papa. Nggak usah dicari lagi kalau nggak ketemu. Mungkin emang buku itu belum ada di store sini. Huufftt ... Tapi di mana lagi ya Aku nyarinya. Pengen banget aku peluk buku itu. Kayak ngidam aja rasanya." Ucap Nara putus asa.

Dia sudah cukup lelah berkeliling mencari buku yang dia inginkan, tapi buku itu tidak kunjung terlihat oleh mata. Dia sangat menginginkan buku itu, selain alur ceritanya Ia suka, tokoh-tokoh di dalamnya juga adalah favoritnya.

Terlebih si cowok di novel itu, Nara sangat mengidolakannya. Selain penggambarannya tampan dengan wajah khas ke barat-baratan, dia juga adalah pria kulkas 100 pintu yang sangat digemari lawan jenis tapi juga tidak terlihat dekat dengan seseorang.

Penggambarannya yang menggiurkan, membuat Nara suka dan gemar membacanya.

Bisa dibilang dia suka dengan karakter di novel itu. Sampai rasa sukanya membawanya tertarik dengan Leon yang dirasanya mirip dengan pria itu, hanya saja sifat dan kelakuannya yang berbanding terbalik.

"Beli di online shop aja lah. Banyak buku-buku kayak gitu di sana. Atau coba cari di Gramedia, pasti ada deh." Saran Jessie bagus juga.

Sepertinya hanya di sana Nara dapat menemukan buku yang dia inginkan. Tapi jika beli di online shop, pasti lama datangnya, itupun kalau barangnya asli tidak nipu.

"Baiklah, sepertinya hanya di sana aku dapat menemukan buku itu. Aku check out di Tokopedia aja deh. Kemarin aku lihat juga ada dijual di sana. Ehm, sekarang kita ke mana nih? Tetep baca-baca di sini atau mau ke mana? Soalnya buku itu kan nggak jadi aku beli di sini." tanya Nara sembari mengalihkan pandangannya ke arah Jelita dan Jessi bergantian.

"Mau pulang aja aku. Masih ada urusan habis ini. Kalian jalan aja berdua, lain kali aku bakal ikut lagi." Sahut Jelita.

Sepertinya kembali ke apartemen adalah pilihan yang bagus. Ia merindukan berbaring di kasur empuknya dan scrolling Tik tok hingga ketiduran. Rasa-rasanya ia ingin me time setelah ini. Melakukan kegiatannya tanpa adanya campur tangan siapapun, termasuk Revan.

Tapi Jelita tidak yakin jika Revan akan bersedia meninggalkannya sendiri. Pasti laki-laki itu akan membujuk Jelita dengan beragam rayuan, sampai akhirnya ia terima dan melayaninya hingga malam.

Entah kenapa sesaat bersamanya Revan selalu menginginkan hal itu padanya. Apakah tampangnya seperti wanita panggilan, hingga membuat Revan sesuka itu bermain dengannya? ah, tidak. Menyebut kata-kata wanita panggilan membuat pikiran Jelita serasa oleng.

Ia mengingat saat di mana ia menggoda Revan hingga akhirnya berakhir bermain dengannya. Sungguh, Jelita merasa jika ia seperti wanita panggilan sesaat mengingat apa yang sudah dilakukannya. Merasa jijik dengan dirinya sendiri.

"Iya, Jel. Hati-hati ya pulangnya. Ehm, tapi kamu mau sama siapa pulangnya, mau kita anterin nggak?" Tawar Nara.

Namun Jelita menggelengkan kepalanya. Tidak ingin merepotkan mereka, jika mereka mengantarkannya pulang, pasti akan menguras waktu dan bahan bakar. Jelita tidak ingin merepotkan mereka lebih jauh lagi.

Lagi pula ia sudah mengabari Revan untuk menjemputnya di bookstore ini, pasti sebentar lagi kekasih gelapnya itu akan segera tiba di sini. Itupun kalau jalanan tidak sedang macet.

"Nggak usah, makasih. Aku ada yang jemput kok. Ya udah aku duluan ya, pasti dia udah nungguin di luar." Sesaat setelah selesai mengatakan itu, Jelita segera bergegas pergi dari sana. Meninggalkan kedua temannya yang masih stay di tempat mereka.

"Jelita dijemput siapa ya? Apa pacarnya? Secepat itu dia punya pacar. Pasti ganteng banget secara Jelita aja secantik itu." Ucap Nara merasa penasaran dengan siapa orang yang menjemput Jelita.

Apakah pacarnya atau siapa? Dugaan dugaan itu memenuhi kepalanya hingga punggung Jelita perlahan menjauh sampai akhirnya tidak terlihat lagi.

Dan setibanya di luar tampak Revan Tengah duduk menyandar pada mobilnya sembari menunggu Jelita keluar. Laki-laki itu seperti memandang bosan ke sekeliling, sampai akhirnya kedatangan Jelita menarik perhatiannya. Dia tampak tersenyum manis dan membukakan pintu depan untuk Jelita.

Setelah itu, dia memutari kap depan mobil dan duduk di kursi kemudi. Pandangannya yang manis juga terarah pada Jelita, sampai akhirnya ia bantu Jelita mengenakan seatbelt, kemudian dengan nakalnya sempat mencuri cium dengan Jelita.

"Aku udah beli sesuatu, nanti malam kita konsumsi sebelum memulai permainan." Bisik Revan tepat di depan telinga Jelita dan karena bisikannya itu wajah Jelita sontak memerah.

Aliran darahnya berlomba dan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Sial, Ada apa dengan jantungnya? Kenapa ia merasakan semua itu? Jantungnya serasa berdetak sangat kencang dan sangat kuat, seakan ingin keluar dari dadanya.

Entah kenapa Jelita justru merasakan hal itu saat ini. Oh sial, itu hanya kata-kata biasa dari Revan, tapi mengapa efeknya sebesar ini untuk Jelita?

"Wajahmu memerah, Jel?" Ucap Revan bangga. Oh ayolah, Jelita bertambah malu saat ini.

"Ayo kita pergi." Jelita segera memalingkan wajahnya ke arah lain, menetralkan debaran jantungnya yang masih terus dag dig dug hingga kini.

Entah kenapa, kata-kata Revan cukup menggelikan di telinganya mengingat sebentar lagi ia akan bermain dengan pria itu.

Huufftt ... Suasana saat itu berubah akward setelah Revan mengatakan sesuatu pada Jelita tepat di depan telinganya. Membuatnya malu bercampur canggung yang entah sejak kapan menghinggapi dirinya.

Lalu setelah beberapa saat, Revan pun segera menyalakan mesin mobilnya dan meluncur ke apartemen Jelita, apartemen yang akan menjadi tempatnya berpulang setiap hari, menghabiskan setiap waktu seorang diri ataupun bersama dengan Revan.

Itupun sesaat Revan sepulang ngantor ataupun tidak ada kerjaan.

"Sayang, kamu memberikan pil KB sama bunda ya?" Tanya Jelita sembari mengalihkan pandangannya ke arah Revan. Menunggu jawaban Revan atas semua pertanyaannya. Berharap Revan mengatakan tidak.

"Ehm, iya, Aku udah ngasih diem-diem ke bunda kamu kemarin. Ada tiga buah kalau nggak salah. Kenapa? Sepertinya kamu nggak senang. Aku udah ngelakuin apa yang kamu mau loh. Malah aku kasih lebih biar manjur." Jelita segera menepuk jidatnya mengetahui Revan ternyata memang benar telah memberikan pil kb pada Widya, terlebih memberikannya sebanyak itu.

Astaga, Jelita semakin bertambah pusing setelah mengetahui ini.

"Iya aku tahu, ini semua emang yang aku mau. Tapi kamu nggak tahu ya kalau Bunda itu lagi haid? Orang haid kalau dikasih pil KB sebanyak itu akan berefek lebih ke perutnya, akan pendarahan juga ...,"

"Tadi bunda ngasih tahu aku kalau dia habis dari rumah sakit buat meriksain kondisinya dia, katanya perutnya sakit terus dari kakinya keluar darah. Tadi bunda ada periksain itu kan dan kata dokter penyebab Bunda kayak gitu itu karena habis minum pil KB saat haid ...,"

"Sayang, nanti kita jawab apa waktu Bunda nanya? Malam nanti Bunda minta kita ngumpul loh. Kayaknya mau bahas itu. Kamu mau ngasih itu nggak pikir-pikir deh." Ucap kesal Jelita.

Ia merasa stress setelah beberapa saat lalu Widya meneleponnya dan mengatakan kondisinya. Widya ada menyuruh Jelita untuk datang, tapi tidak mengatakan apa tujuannya menyuruh Jelita datang.

Tapi dari apa yang Widya katakan, sepertinya bundanya itu hanya akan membahas hal itu dengannya. Pasti ada tuduhan-tuduhan yang dilontarkan padanya, meskipun benar Ia yang membelikan obat itu.

Lalu Revan yang mengetahui itu langsung saja menepuk jidatnya, ia merasa sangat menyesal. Tidak terpikirkan olehnya jika efeknya akan separah itu.

"Sayang, maaf. Aku nggak tahu kalau efeknya akan seperti itu. Aku tahu Widya lagi haid, tapi nggak terpikirkan olehku kalau efeknya akan seperti itu. Aku bener-bener nyesel deh ...,"

"Sekarang kita harus gimana ya? Apa yang akan kita katakan pada Widya nanti kalau dia nanya?" Kini Revan pun sama pusingnya seperti Jelita. Dia memikirkan segala perkataan yang akan dikatakannya pada Widya bila dia bertanya.

Sungguh, Revan sama sekali tidak menyangka jika efeknya akan seperti ini. Diperkiraannya jika dia memberikan pil itu, Widya tidak akan bereaksi apa-apa. Dia akan biasa saja, seolah tidak pernah meminumnya.

Namun, ternyata kenyataannya jauh berbanding terbalik dari apa yang dipikirkannya. "Apa kita jujur aja ya, kalau aku yang udah kasih dia obat itu dan kita ada hubungan?" Tambah Revan dengan sorot bingung dan cenderung frustasi.

"Kamu jangan gila ya! Gimana bisa kita jujur sama Bunda soal hubungan kita? nggak. Nggak bisa. Aku udah ada cara dan kata-kata apa yang akan aku omongkan ke Bunda nanti kalau dia nanya. Kamu nanti diem aja dan nggak usah ikutan ngomong. Biar semuanya aku yang urus." Ucap Jelita dengan tatapan yang tajam dan penuh keseriusan.

Sepertinya hanya kata-kata itu yang bisa diambil untuk sebagai alasan nantinya. Ia hanya terpikirkan kata-kata itu sebelum akhirnya menyetujui jika nanti kata-kata itu yang akan ia katakan pada bundanya bila dia bertanya.

...........................................

Lalu setelah beberapa saat kemudian, tibalah Jelita dan Revan di rumah lamanya, rumah kelahirannya. Sebenarnya Revan menginginkan jika malam nanti saja untuk mereka datang kemari, tapi jelita yang tidak ingin membuang waktu dan menunggu hingga malam nanti, segera saja ia bujuk Revan untuk datang ke rumah sekarang saja. Ia ingin segera menyelesaikan semuanya dan pergi ke apartemennya.

Tok ... Tok ... Tok ...

Lalu setibanya tepat di depan pintu, segera saja Jelita ketuk pintu di depannya agak kuat, tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ia berulang kali mengetuk hingga akhirnya pintu terbuka, menampilkan sosok bundanya yang tengah berdiri di sana.

Saat itu Widya tidak menyangka jika Jelita akan datang secepat ini, terlebih bersama dengan Revan. Apakah keduanya baru saja dari sekolah Jelita?

"Masuklah, Jel. Ada yang ingin Bunda tanyakan sama kamu." Ajak Widya sembari membalikkan badannya dan mempersilakan Jelita dan Revan untuk masuk. Dan setelah diminta masuk, Jelita segera berjalan masuk mengekor di belakang Widya, begitupun dengan Revan di belakangnya.

Mereka terus berjalan dan mengikuti langkah Widya, hingga akhirnya Widya mengarahkan mereka pada sofa dan menyuruh mereka untuk duduk. "Jel, Bunda ingin menanyakan sesuatu sama kamu. Kamu sudah tahu kan Bunda tadi mengatakan apa sama kamu ditelepon? Bunda memintamu kemari karena ingin menanyakan hal itu ...,"

"Kamu ya yang sudah menaruh dengan diam-diam pil KB di makanan atau minuman Bunda sampai Bunda sakit dan pendarahan kayak tadi? Kamu yang merencanakan itu semua, Jel? iya?" Ternyata benar dugaannya, Widya menuduhnya. Menuduh dirinya yang telah melakukan itu.

Sebenarnya benar, memang dirinya yang melakukannya, tapi mengapa tuduhan itu langsung terarah padanya, kenapa tidak Revan? Apakah secinta itu Widya pada Revan hingga tidak sampai hati untuk menuduhnya? Jelita adalah anaknya, tapi Widya jauh lebih percaya terhadap Revan ketimbang dirinya.

"Kalau iya lalu kenapa Bun? Kenapa kalau aku yang telah memberikannya? Aku nggak suka ya bunda hamil lagi, apalagi hamil anak pria ini. Aku nggak rela punya adik lagi. Jadi aku rencanain itu semua. Aku beli pil KB dan aku kasih ke bunda diam-diam sebelum aku pergi ...,"

"Bun maaf ya, mungkin aku udah salah dengan ngasih itu ke bunda tanpa izin, tapi aku takkan menyesal dengan apa yang aku lakukan. Adikku hanya Satria, selamanya hanya dialah pria yang pantas menjadi adikku ...,"

"Sudah, Aku lelah, Aku mau pulang. Yah, anterin aku pulang ya, nanti beliin aku minuman bentar, rasanya aku pusing banget. Pengen buru-buru pergi dari sini." Setelahnya dengan acuh dan dingin tampak Jelita bangkit dari duduknya, diikuti Revan di belakangnya.

Ia melangkah keluar dari rumah itu, tanpa sekalipun berpamitan dengan Widya. Rasanya begitu emosi mendengar semua tuduhan itu, meskipun Ia yang melakukannya, tapi ia tidak terima dengan bundanya yang langsung menuduhnya. Seperti ia bukan anaknya saja yang dengan teganya dia menuduhnya seperti itu.

Lalu setibanya di luar, segera saja Revan membukakan pintu depan untuk Jelita. Setelah itu, dia memutar depan mobil dan duduk di kursi kemudi. "Jalan sekarang, yah. Anterin aku langsung ke apartemen." pinta Jelita dingin dan nyaris tanpa ekspresi.

Sepertinya kemarahan Tengah memenuhi dirinya, tampak dari wajahnya yang mengeras, memerah karena meredam amarah. Lalu Revan yang segan untuk berkomentar pun segera menyalakan mesin mobilnya dan meluncur ke apartemen Jelita.

"Dia kenapa semarah ini ya? Apa dia terbawa suasana sampai akhirnya marah seperti ini?" Tanya Revan dalam hati.

Sejak keluar dari rumah hingga saat ini dirinya dan Jelita sama-sama terdiam. Dia merasa tidak enak hati untuk mengajak Jelita bicara, alhasil dia pun lebih memilih bungkam dan membiarkan Jelita mendinginkan kepalanya. Sepertinya Jelita perlu ketenangan.

Ya, sepertinya hanya mengajaknya bermain, emosi Jelita dapat menurun. Bahkan, Jelita akan sangat menyukainya, hingga terbawa suasana.

"Yap, rasanya hanya itulah satu-satunya cara yang bagus." Batin Revan sembari tersenyum, merasa bahagia setelah dalam pikirannya muncul sebuah ide bagus yang dapat digunakannya untuk menyenangkan Jelita nanti.

..................................................

Sementara di rumah Widya, tanpa ia Tengah duduk termenung di ruang tamu. Merasa tidak percaya jika Jelita akan mengatakan semua itu padanya. Terlebih dengan penuh keberanian dan emosi yang terpancar dari matanya.

"Jelita sepertinya marah sekali denganku. Ya, sebenarnya aku marah dengannya. Tapi tidak sampai membencinya. Kenapa tadi dia mengatakan itu ya? Memang benar dia tidak menginginkanku hamil? Tapi kenapa? Aku ingin hamil lagi anak Revan. Tapi jika Jelita tidak menginginkannya bagaimana? Apa yang harus kulakukan? Apa ku bujuk lagi aja dia, siapa tahu dia luluh kali ini." Batin Widya sembari beranjak menghubungi Jelita, teringin mengajak Jelita bertemu kembali.

Atau dengan maksud membujuk Jelita agar Jelita mengijinkannya atau memperbolehkannya hamil lagi. Tapi setelah beberapa panggilan, tidak kunjung diangkat oleh Jelita.

"Dia benar-benar marah, sampai teleponku pun tidak diangkatnya." Ucap Widya setelah mengetahui jika Jelita tidak kunjung mengangkat teleponnya, alhasil dia pun beranjak mengiriminya pesan dengan maksud meminta Jelita kemari lagi esok hari.

Berharap Jelita membaca pesannya dan bersedia datang.

Bersambung ...

Episodes
1 Episode 01. Menikah Lagi
2 Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3 Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4 Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5 Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6 Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7 Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8 Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9 Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10 Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11 Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12 Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13 Episode 13. Di Taman Sejoli
14 Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15 Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16 Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17 Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18 Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19 Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20 Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21 Episode 21. Mimpi Buruk
22 Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23 Episode 23. Wanita Lain
24 Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25 Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26 Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27 Episode 27. Honeymoon ke Bali
28 Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29 Episode 29. Satu Minggu Lagi
30 Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31 Episode 31. Hanya Karena Cinta
32 Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33 Episode 33. Dia Selingkuh
34 Episode 34. Aku Hamil
35 Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36 Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37 Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38 Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39 Episode 39. Kamu Aku Talak
40 Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41 Episode 41. Will You Marry Me
42 Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43 Episode 43. Orang Asing
44 Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45 Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46 Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47 Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48 Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49 Episode 49. Jelita Hamil
50 Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51 Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52 Episode 52. Berusaha Mengompori
53 Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54 Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55 Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56 Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57 Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58 Episode 58. Tidak Sedarah
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Episode 01. Menikah Lagi
2
Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3
Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4
Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5
Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6
Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7
Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8
Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9
Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10
Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11
Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12
Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13
Episode 13. Di Taman Sejoli
14
Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15
Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16
Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17
Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18
Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19
Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20
Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21
Episode 21. Mimpi Buruk
22
Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23
Episode 23. Wanita Lain
24
Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25
Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26
Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27
Episode 27. Honeymoon ke Bali
28
Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29
Episode 29. Satu Minggu Lagi
30
Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31
Episode 31. Hanya Karena Cinta
32
Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33
Episode 33. Dia Selingkuh
34
Episode 34. Aku Hamil
35
Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36
Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37
Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38
Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39
Episode 39. Kamu Aku Talak
40
Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41
Episode 41. Will You Marry Me
42
Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43
Episode 43. Orang Asing
44
Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45
Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46
Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47
Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48
Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49
Episode 49. Jelita Hamil
50
Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51
Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52
Episode 52. Berusaha Mengompori
53
Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54
Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55
Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56
Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57
Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58
Episode 58. Tidak Sedarah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!