Jelita merenung memikirkan setiap langkah yang sudah dilakukannya selama menuntaskan dendamnya. Mencoba memikirkan setiap jalan yang sudah ia ambil, apakah sekiranya itu sudah tepat atau tidak.
Dari dirinya yang mulai mendekati Revan, hingga akhirnya aset miliknya yang terenggut. Sedih? tentu sedih. Jelita tidak sampai menyangka jika akhirnya aset berharganya pun turut jadi korban. Namun, tetap saja, ini sudah menjadi resikonya. Resiko dari apa yang sudah ia lakukan.
Bisa dibilang Jelita cukup gegabah saat itu. Bisa saja ia mengambil jalan halus tanpa harus mengorbankan asetnya. Namun, ide singkat yang tiba-tiba terpikirkan di kepalanya membuatnya akhirnya mengambil jalan itu, meski pada awalnya penuh keraguan serta tekanan mental yang tinggi.
Lalu ketika Jelita hendak merebahkan tubuhnya di ranjang empuknya di belakang, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Ia mengarahkan pandangannya pada jam dinding yang tertempel tepat di depan tempatnya duduk.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, tak terasa sudah dua hari semenjak Jelita tidak masuk sekolah dan dua hari pula Ia tidak pergi mendatangi tempat favoritnya yang selalu didatanginya bila ia telah pulang sekolah.
Book store, tempat itu selalu Jelita datangi setiap hari bersama kedua temannya sebelum mereka menjauhinya. Namun, semenjak kepribadian Jelita berubah serta ada salah satu dari mereka yang berkhianat, Jelita pun memutus pertemanan dengan mereka dan pergi ke tempat itu seorang diri.
Kemudian, merasa tenggorokannya kering, Jelita pun bangkit dari ranjangnya, ia berjalan malas keluar kamar, sampai ketika langkahnya tiba di depan kamar, telinganya yang tajam langsung saja mendengar sebuah suara yang menjijikkan.
De-sa-ha-n, rintihan serta erangan yang menjijikkan datang dari kamar kedua orang tuanya. Mereka bermain dan itu tentu membuat Jelita marah. Ia marah dan kemarahannya itu tidak berdasar. Entah apa yang membuatnya marah. Namun, setelah mendengar suara itu, Jelita dengan cepat menuruni tangga dan pergi ke dapur untuk minum.
Sebenarnya hilang sudah rasa hausnya setelah mendengar semua itu, namun karena sudah terlanjur berada di luar, Jelita pun tetap berjalan ke arah dapur.
Dalam setiap langkahnya, Jelita berpikir, apakah Revan setelah bermain dengannya tidak merasa lelah? kuat sekali pria itu sampai setelah bermain dengan Jelita, langsung lanjut dengan Widya. Apakah raganya tidak merasa letih?
Lalu setelah beberapa saat menuruni tangga, tibalah Jelita di dapur. Di sini segeralah ia berjalan ke arah rak tempat di mana gelas-gelas tergantung, kemudian meraih satu diantaranya.
Setelah gelas itu ia dapatkan, segera berjalanlah ia ke arah galon, ia buka tuas galon itu, kemudian ia tunggu beberapa saat sampai air berisi penuh.
Kricikkk ... Kruicikk ... Kraicikk ...
Gemertik suara air yang berjatuhan terdengar bergema dalam ruang sepi dan sunyi ini dan berakhir beberapa saat setelah Jelita menutup tuas galon ketika gelas tersebut terisi penuh.
Lalu, setelah air di gelasnya penuh, Jelita segera saja meneguk air itu hingga tandas tidak bersisa. Sepertinya rasa kesal dan marah yang dirasanya cukup menguasai pikirannya saat itu. Tampak dari wajahnya yang menegang, sebelah tangannya yang mengepal serta tatapan matanya yang tajam cukup membuat sesiapa pun merinding.
Seram betul Jelita sekarang, namun yang menjadi pertanyaan, dengan alasan apa Jelita marah saat ini? mengapa setelah mendengar kedua orang tuanya bermain, ia merasa marah? apakah ia cemburu? rasa-rasanya tidak.
"Kenapa rasanya kesel banget sekarang? marah terus pengen banget buat nonjok orang. Hmm, nggak. Ini nggak bisa dibiarin. Gue harus berbuat sesuatu. Bunda nggak boleh sampai hamil. Kalau bunda hamil bisa gawat. Gagal nanti rencana gue" batin Jelita beberapa saat setelah air di gelasnya tandas dan ia taruh gelas kosong ditangannya di atas meja di hadapannya.
........................................
Hari menjelang siang ketika motor matic kesayangannya akhirnya terparkir rapi di depan sebuah bangunan dengan pagar tinggi yang mengelilinginya. Gaya eropa modern menguar kuat bahkan sebelum ia masuk ke dalam bangunan itu. Pada sebuah papan nama yang berada di tembok sebelah kanan atas pagar tertulis, 'Louice House' atau lebih dikenal dengan nama kos-kosan pria.
Ia cukup malas sebenarnya datang ke tempat ini, namun karena tertulis ancaman di akhir perintah pengirim membuat Jelita akhirnya dengan pasrah datang dan menemuinya.
Menemui mantan pacarnya yang dahulu berkhianat dengan temannya sendiri, kemudian setelah putus langsung mencari Jelita kembali. Alasannya sih masih Cinta, namun jika masih cinta, mengapa dahulu dia berkhianat? mana sama temen sendiri lagi. S*alan!
Lalu setelah cukup bergelut dengan pikirannya, segera saja ia tekan bel yang ada di sana beberapa kali hingga akhirnya pagar terbuka dari dalam.
Krek ...
Saat pagar terbuka, muncul sosok perempuan paruh baya yang masih terlihat bugar. Cantik, itu adalah kata yang pas untuk menggambarkannya. Alis tipis, bibir merah tebal, serta mata lentiknya cukup membuat Jelita terpesona. Tingginya sekitar 165 cm. Cukup tinggi.
Wajahnya khas Jawa asli dengan hidung mancung dan bola mata berwarna coklat terang. Dia tampak tersenyum ke arah Jelita. Senyum yang menawan, begitu indah, seindah wajahnya yang tak lekang oleh usia.
Jelita langsung tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat darinya kepada wanita itu. "Selamat siang, Bu."
Dia terlihat sedikit mengernyit, namun tersenyum dengan sapaan Jelita. "Iya, siang. Kamu Jelita ya, mantan pacarnya Leon?"
"Kok bisa tahu namaku, terus aku yang mantannya Leon. Sebenarnya ibu ini siapa? dari sejauh aku datang ke kos Leon, nggak pernah aku lihat ibu ini di kos ini." batin Jelita.
"Iya, saya Jelita. Ehm, ibu siapa ya dan Leon ada di mana? saya ingin Bertemu dengannya sebentar." tanya Jelita sopan, namun penuh dengan perasaan heran sekaligus penasaran dengan siapa perempuan ini sebenarnya.
Perempuan itu tersenyum, menatap lekat ke arah Jelita. "Leon ada di dalam. Dia sudah menunggumu. Mari masuk," ajaknya ramah, Jelita segera mendorong motornya masuk mengekor di belakangnya.
Dan benar, bangunan kos ini sangat besar dan luas dengan gaya eropa modern yang begitu kental, terlepas dari beberapa bagian yang menggambarkan gaya Chinese kuno.
Taman samping dan depan rumah yang terlihat tertata rapi serta dipenuhi dengan ratusan jenis bunga, di ujung utara bangunan berdiri kokoh sebatang pohon beringin yang tampak rimbun dan terkesan mistis bila dilihat di malam hari. Dan sebuah gazebo tempat anak-anak nongkrong berdiri beberapa meter dari pohon beringin. Masih dengan gaya Chinese kuno yang tampak kuat.
Jelita terus mengedarkan pandangan ke segala arah, sampai seketika ia menatap ke arah selatan, tepatnya di sebuah kursi taman di samping jajaran pot bunga, ia mendapati adanya Leon di sana. Pria itu tengah duduk termenung seorang diri di sana, sampai kedatangan Jelita membuyarkan lamunannya dan membuatnya berdiri.
"Akhirnya kamu datang juga, Jel. Kukira kamu takkan datang dan melupakan ancamanku kemarin. Terima kasih ya sudah datang kemari, aku bisa sedikit lebih tenang setelah melihatmu di sini." ucap Leon. Matanya tampak berkaca-kaca, bibirnya yang terulang senyum mampu menarik perhatian Jelita.
"Dia, mengapa dia menjadi mellow seperti ini? matanya juga berkaca-kaca, dia tidak apa-apa kan, apa yang terjadi padanya?" batin Jelita.
Leon tampak aneh. Dia yang biasanya selalu ceria, aktif, kini langsung terlihat melow. Matanya mulai berkaca-kaca dan senyumnya juga terus terukir sesaat mendapati kedatangan Jelita. Leon tampak bahagia, seperti kedatangan Jelita adalah sesuatu yang sangat dia inginkan.
Namun, Jelita mendapati sesuatu aneh di mata Leon. Seperti dia sedang memendam sesuatu dan teringin mengatakan sesuatu itu kepada Jelita. Sepertinya ada sesuatu besar yang tengah Leon sembunyikan kali ini. Dan dia ingin mengatakannya sekarang kepada Jelita. Sebenarnya apa yang sedang Leon sembunyikan?
Kenapa dari tadi dia tampak aneh? mengapa rasa-rasanya sesuatu yang akan Leon katakan padanya adalah sesuatu yang besar dan mungkin mengejutkannya? apakah ini semacam rahasia besar?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments