Episode 15. Mencintaimu Selamanya

Cahaya matahari pagi membuat Jelita mengerjapkan matanya perlahan, menyesuaikan diri dengan keadaan di sekelilingnya. Ia terbaring lemah di kamar tempat dirinya dan Revan honeymoon.

Sejak bermimpi berada di rumahnya dan tengah mengobrol dengan tantenya yang sudah meninggal, Jelita tak dapat memfokuskan pikirannya.

Kata-kata yang diucapkannya dalam mimpi cukup menguras emosinya, hingga Ia yang saat itu tidur bersama dengan Revan tidak juga merasa sadar jika lelaki itu alias Revan tengah membuka tirai jendela kamar, membiarkan cahaya matahari masuk menyinari kamar tempat mereka honeymoon.

"Pagi sayang. Gimana tidurmu semalam, nyenyak?" Tanya Revan sembari menatap ke arah Jelita yang masih terbaring di atas tempat tidur. Senyum lelaki itu terbit sesaat melihat Jelita terbangun dan mengalihkan pandangannya ke arahnya.

Dia mulai membalikkan badannya dan berjalan ke arah Jelita. Sebuah kecupan lembut mendarat di kening Jelita sesaat Revan tiba di tempatnya.

"Nyenyak. Kamu sendiri bagaimana?" Tanya Jelita sembari bangkit pelan-pelan, entah kenapa tiba-tiba ia merasakan kepalanya pusing. Terasa berat, terlebih di bawa bangun seperti ini. Rasanya pandangannya mulai berputar-putar sekarang.

"Nyenyak juga. Semalam aku mimpi kita nikah loh, terus bulan madu di Eropa. Wuih, pasti enak banget. Ehm, sayang, kamu kenapa, kok wajah kamu pucat? Kamu sakit lagi?" Revan segera menyentuh kening Jelita sesaat melihatnya tampak pucat. Jelita begitu lemas dan seperti tidak mendengarkan ucapannya.

Lalu Jelita pun menganggukkan kepalanya, tatapannya masih terfokuskan pada Revan. Teringat dengan bagaimana Revan memanjakan bundanya, hingga ucapan mereka yang membuat Jelita benci.

Ingin rasanya ia cakar-cakar wajah Revan kalau saja tidak ingat dengan rencananya. "Kepalaku sedikit pusing, badanku meriang. Mungkin aku masuk angin." 

Revan menatap cemas ke arah Jelita, tangannya kembali dia arahkan pada kening Jelita dan menyentuh lembut kening itu. "Ya ampun sayang,  badan kamu anget. Kita pulang sekarang aja ya. Kamu nggak usah sekolah hari ini, lagi pula kita juga masih ada di sini bagaimana kamu mau sekolah ...,"

"Sudah, kita langsung pulang aja terus mampir ke dokter buat beli obat penurun panas. Kamu nggak usah ke mana-mana ya hari ini. Istirahat, kayaknya cuaca sekitar sini nggak cocok sama kamu. Maaf ya, karena aku, kamu jadi sakit gini. Ini kan ideku, harusnya yang sakit itu aku bukan kamu ...,"

"Sayang maafin aku ya, aku me-" Jelita segera memotong ucapan Revan, tangannya berada di depan bibir Revan, memaksanya untuk menghentikan ucapannya.

"Nggak perlu minta maaf, ini bukan salah kamu. Aku sakit itu juga salahku sendiri. Aku belum sembuh benar, malah dibikin liburan gini. Mungkin aku mabuk kendaraan. Sayang, kita langsung pulang ya, nggak usah mampir ke dokter. Aku baik-baik aja kok, istirahat dikit pasti udah sembuh. Udah ya, kamu jangan khawatir begitu. Aku beneran nggak papa kok, kepalaku pusing dikit aja." Jelita terus meyakinkan Revan bahwa dirinya baik-baik saja.

Senyumnya perlahan mengembang untuk meyakinkan Revan, namun tetap saja kepalanya terus merasa pusing. Rasanya berkunang-kunang dan sedikit berdenyut.

"Ya udah sayang, kita langsung pulang aja. Kamu perlu istirahat." Revan beranjak membantu Jelita bangun dari posisinya, mengemasi beberapa barangnya dan mencekout saat itu juga. Dia langsung membayar lunas tempat itu dan memapah Jelita ke parkiran. Setibanya di sana, segera saja Revan buka pintu mobilnya dan membantu Jelita masuk.

Dan setelah Jelita memasukinya Revan pun turut menyusulnya. Mereka berjalan pulang ke rumah dengan sedikit ngebut.

Tok ...

Tok ...

Tok ...

Suara ketukan pintu itu membuyarkan lamunannya, Widya yang saat itu Tengah duduk membaca majalah disofa ruang tamu segera berlalu ke arah pintu dan membukanya. Awalnya dia bahagia, suara mesin mobil yang terdengar meyakinkan Widya jika Revan telah kembali.

Dengan penuh semangat segera saja dia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Bermaksud menyambut suaminya yang baru pulang bekerja dari luar kota.

Pasti rasanya melelahkan kan, jadi Widya bermaksud untuk memanjakan Revan hari ini. Namun, setelah pintu terbuka, Widya tampak terkejut mendapati Jelita ada bersama dengan Revan.

Ia Tengah di papah oleh Revan dan wajahnya juga tampak memucat.

"Jelita, sayang. Kalian dari mana, kok bisa bareng, bukannya tujuan kalian berbeda?" Belum sempat Revan maupun Jelita menjawabnya, keduanya tampak masuk begitu saja, mengabaikan Widya yang masih berdiri di depan pintu.

Masih tidak percaya jika Revan dan Jelita bisa pulang bersama-sama. Tempat tujuan mereka berbeda, Jelita ke taman sejoli entah bersama dengan siapa, sementara Revan pergi mengecek kerjaannya di luar kota. Lalu bagaimana bisa mereka bisa pulang bersama? Apakah itu suatu kebetulan?

Lantas setibanya di dalam rumah, segera saja Revan memapah Jelita ke kamarnya di lantai dua. Dia bantu Jelita menaiki tangga, serta kedua tangannya yang masih setia memegang bahu Jelita.

"Sayang, kamu jangan deket-deket, itu ada Bunda loh. Nanti dia curiga. Udah kamu lepas aja, aku bisa jalan sendiri kok." ucap pelan Jelita.

Di sini Jelita segera menasehati Revan jika posisi mereka sudah berada di dalam rumah. Terlebih di belakang mereka ada Widya yang mengikuti mereka dengan penuh kecurigaan. Jadi daripada bundanya tahu sebelum waktunya, Jelita segera menasehati Revan.

Berharap Revan segera menghentikan tindakannya. Namun, bukannya menghentikan aksinya, Revan justru semakin mengeratkan pegangannya pada bahu Jelita. Membuat tubuh keduanya saling menempel satu sama lain.

"Udah diem. Nggak papa, nggak ada yang perlu dikhawatirkan." Ucap santai Revan.

Lalu setelah beberapa saat berjalan, tibalah mereka di dalam kamar Jelita. Di sana, Revan segera memapah Jelita ke arah ranjang dan membantu Jelita berbaring di sana. "Kamu istirahat ya, cepat sembuh." Setelah mengatakan itu, tampak Revan berlalu keluar dari kamar Jelita.

Dia sempat melewati Widya di ambang pintu, teringin mencuekkannya, namun teringat dengan hubungannya dengan Jelita, Revan pun segera mengecup kening Widya, sebelum akhirnya dia keluar dari sana.

Lalu sepeninggal Revan, segera saja Widya berjalan ke arah Jelita. "Jel, Kamu kenapa sayang, sakit lagi?" Tanya Widya.

Dan setibanya dia di dekat ranjang Jelita, segera saja dia duduk di tepian ranjang, mengecek kening Jelita yang rasanya sedikit demam. Jelita sakit lagi.

"Iya Bun. Kepalaku pusing." sahut Jelita lemah. Ia merasakan rasa pusingnya kian menjadi sesaat ia berjalan tadi. Seperti ingin pingsan dan hilang kesadaran.

"Sayang, kamu kan habis sakit. Badan kamu belum sembuh benar. Tapi kamu malah keluyuran seperti ini. Sayang, semalam kamu ke mana, kenapa tidak pulang? Bunda sudah menyuruhmu untuk pulang kan kemarin, lalu mengapa setelah Bunda tungguin nggak pulang-pulang. Bunda khawatir tahu sama kamu, takut kamu kenapa-napa." Jelita memutar bola mata malas mendengar ocehannya. Serasa pengang telinganya mendengar ujaran kekhawatiran Widya terhadapnya yang ia tidak tahu apakah itu sungguhan atau tidak.

"Bun, maaf kemarin aku nginep di rumah temanku. Hari sudah malam banget Bun, aku takut pulang sendiri. Dan soal motor, kemarin nggak sengaja aku ketemu temenku itu di jalan. Dia langsung ajakin aku naik mobilnya dan pergi liburan ke taman sejoli ...,"

"Jadi ya daripada capek bawa motor, mending aku suruh aja tukang derek buat bawa motorku pulang. Bun, maaf ya, udah bikin Bunda khawatir. Sebenarnya kemarin aku pengen ngabarin Bunda, cuma ponselku lowbat, jadi ya gitu mati tuh ponselku, nggak bisa dinyalain." Cemerlang betul kepala Jelita.

Ia dengan wajah sedihnya dan mata yang dibuat berkaca-kaca tampak meraih tangan Widya dan menggenggamnya erat, mencoba membuatnya percaya.

Lalu saat yang tak diduga-duga pun terjadi. Widya tiba-tiba menangis, air matanya luruh membasahi pipi mulusnya. "Loh? Bunda kok nangis?" Jelita bangkit dari posisinya, meraih wajahnya dan mencoba menghapus air matanya perlahan.

Tangan bundanya terangkat dan meraih tangan Jelita. Ia tidak habis pikir dengan bundanya. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa ia tiba-tiba menangis?

"Jelita, Bunda khawatir banget sama kamu. Kamu sampai sakit gini bikin Bunda cemas. Lain kali jangan keluyuran kalau belum sembuh benar ya sayang. Bunda takut sakit kamu semakin parah kalau kamu keluyuran gini. Kamu tadi bilang dari taman sejoli kan? taman itu jauh loh, mana cuaca sekitar sana beda lagi sama di sini ...,"

"Sudah ya, sekarang kamu istirahat. Bunda mau ke dapur dulu buatin kamu bubur. Tadi bunda udah sempet nelpon dokter keluarga kita, mungkin bentar lagi nyampe. Kamu istirahat ya sayang, Bunda keluar dulu." perlahan Widya membantu Jelita berbaring kembali, mengusap kedua pipi Jelita, membeli lembut kepalanya, mendekatkan wajahnya pada Jelita lalu menghujaninya dengan ciuman dan kecupan kasih sayang.

Widya tampak membelai lembut rambut Jelita, sebelum akhirnya bangkit dari duduknya dan melangkah keluar kamar.

Di tempatnya, Jelita hanya dapat terpaku dengan perlakuan Widya padanya, kaget dan tak percaya jika reaksi bundanya akan seperti ini setelah melihatnya sakit.

Sebenarnya dalam hati Ia senang mengetahui bundanya sekawatir itu terhadapnya. Menunjukkan betapa sayangnya Widya terhadapnya. Namun, ketika bibir Jelita perlahan mengembang, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sesuatu yang membuatnya menurunkan senyumnya.

"Aku tahu bunda sayang sama aku. Tapi kesalahannya pada ayah sudah begitu besar. Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja, tanpa melakukan apa-apa untuk membalasnya. Baiklah, kurasa setelah ini aku perlu menyusun rencana lagi untuk dapat bersama dengan Revan tanpa ketahuan olehnya. Atau aku pindah ke apartemen itu dalam waktu dekat saja?

"Huh, sepertinya memang hanya itu satu-satunya jalan untukku dapat semakin dekat dengan Revan." batin Jelita sembari menatap tajam ke arah langit-langit kamar. Merencanakan segala hal untuknya melancarkan dendamnya nanti.

..................................................

"Jadi Jelita pergi bersama dengan temannya ke taman itu bukan pacarnya? ah, kenapa aku jadi berburuk sangka seperti ini pada putriku sendiri. Setelah mendengar ucapannya, rasanya aku ingin meminta maaf padanya sudah menuduh yang tidak-tidak. Jelita, maafkan Bunda, Bunda sudah menuduhmu." batin Widya.

Dia tampak menyesal sekali sudah menuduh Jelita yang tidak tidak. Mengatakan yang tidak seharusnya serta melacak lokasinya melalui aplikasi. Rasa negatif thinking nya cukup menguasai pikirannya hingga membuatnya menduga-duga yang tidak-tidak terhadap Jelita. Lalu masih sembari mengaduk-aduk bubur yang sengaja ia buatkan untuk Jelita, Widya pun berpikir.

"Jika Jelita pergi bersama temannya, lalu bagaimana dengan mas Revan? Kenapa mereka bisa bareng gitu pulangnya? Apa Mas Revan sengaja menjemput Jelita atau bagaimana? Kok rasanya aneh gini aku pikir. Ah tau lah, mungkin cuma kebetulan aja." 

Akhirnya Widya pun lebih memilih untuk mengabaikannya daripada terus memikirkannya. Rasa aneh itu tetap ada dalam pikirannya, namun Widya mencoba untuk percaya dengan Jelita dan mengubur semua dugaannya. Lagi pula tidak ada gunanya juga dia memikirkan semua itu.

.............................................

Lalu di dalam kamar, Jelita pun merogoh kertas pemberian Leon dari saku celananya. Sebenarnya malas baginya membaca kertas itu. Namun, daripada dibuang begitu saja, tanpa menghasilkan apapun. Jelita akhirnya memilih untuk membacanya. Siapa tahu saja isinya penting kan dan tentunya menguntungkannya.

"Jelita, maaf. Maaf aku tidak bisa menyusun kata-kata. Aku cukup bodoh dalam surat-menyurat seperti ini. Tapi aku akan mencobanya. Jel, maafkan aku atas kesalahanku. Aku sudah banyak menyakitimu. Sudah banyak luka yang ku torehkan padamu. Aku menyesalinya, tolong maafkan aku. Sebenarnya selain kata maaf ini aku ingin mengatakan sesuatu hal padamu. Aku meminta izin mu, aku akan berangkat berobat ke Singapura. Mengobati penyakit tumor yang kumiliki ..,"

"Maafkan aku karena sudah membohongimu. Karena jika aku berkata jujur pun pasti Kamu takkan percaya kan? Jadi lebih baik berbohong seperti ini. Ehm, aku boleh memanggilmu sayang tidak? Boleh ya, please ...,"

"Aku tidak tahu apakah aku masih bisa melihatmu lagi atau tidak, jadi sebelum pergi aku mengajakmu bertemu kemarin. Aku berinisiatif memberimu kertas ini karena kurasa kamu takkan nyaman bicara denganku ...,"

"Jel, eh sayang hehe. Aku izin berobat ya. Doain aku biar aku cepat sembuh. Aku ingin bertemu denganmu lagi sayang. Aku mencintaimu. Jangan lupain aku ya, Jangan benci aku. Aku tahu aku telah jahat padamu, karena sudah menyelingkuhimu. Tapi itu aku lakukan karena aku kalah truth or dare. Aku pacaran dengan temanmu karena itu ...,"

"Sekali lagi maafkan aku ya Dan aku pamit. Doain aku selalu Jelita. Doa darimu adalah sebuah hadiah terindah untukku. Aku mencintaimu, selamanya." 

Setelah selesai membaca kertas itu, bulir air mata mulai membasahi pipinya. Jelita menangis. Terbawa suasana oleh kata-kata yang Leon tuliskan di kertas itu.

"Dia, kenapa dia menulis ini? jadi selama ini aku sudah berburuk sangka padanya?" Jelita masih terus menangis sembari memandangi kertas itu.

Rasanya tidak percaya jika Leon akan sejujur ini padanya. Mengatakan semuanya padanya tanpa ragu sedikitpun. Lalu tentang penyakitnya, Jelita sama sekali tidak mengira Leon akan memiliki penyakit itu.

Sejak dahulu mengenalnya, Leon tidak pernah mengatakannya. Jadi setelah dia memberitahunya, tentu Jelita terkejut. Masih sulit untuk pikirannya menerima semua ini.

"Aku sudah terlanjur membencinya, lalu sekarang bagaimana, apakah sebaiknya aku lupakan benciku itu? lagi pula kulihat dari kata-katanya, dia tak sedang membohongiku. Tapi, apa yang harus kulakukan? apa sebaiknya ku telepon dia dan meminta maaf? rasa-rasanya aku terlalu malu untuk melakukan itu." batin Jelita setelah menyadari jika selama ini ia sudah salah dengan membenci Leon.

Ia ada rencana untuk minta maaf, meskipun rasanya tetap malu untuk meminta maaf terlebih dahulu.

Bersambung ...

Episodes
1 Episode 01. Menikah Lagi
2 Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3 Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4 Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5 Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6 Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7 Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8 Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9 Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10 Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11 Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12 Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13 Episode 13. Di Taman Sejoli
14 Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15 Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16 Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17 Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18 Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19 Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20 Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21 Episode 21. Mimpi Buruk
22 Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23 Episode 23. Wanita Lain
24 Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25 Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26 Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27 Episode 27. Honeymoon ke Bali
28 Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29 Episode 29. Satu Minggu Lagi
30 Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31 Episode 31. Hanya Karena Cinta
32 Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33 Episode 33. Dia Selingkuh
34 Episode 34. Aku Hamil
35 Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36 Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37 Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38 Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39 Episode 39. Kamu Aku Talak
40 Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41 Episode 41. Will You Marry Me
42 Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43 Episode 43. Orang Asing
44 Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45 Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46 Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47 Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48 Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49 Episode 49. Jelita Hamil
50 Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51 Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52 Episode 52. Berusaha Mengompori
53 Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54 Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55 Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56 Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57 Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58 Episode 58. Tidak Sedarah
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Episode 01. Menikah Lagi
2
Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3
Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4
Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5
Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6
Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7
Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8
Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9
Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10
Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11
Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12
Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13
Episode 13. Di Taman Sejoli
14
Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15
Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16
Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17
Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18
Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19
Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20
Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21
Episode 21. Mimpi Buruk
22
Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23
Episode 23. Wanita Lain
24
Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25
Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26
Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27
Episode 27. Honeymoon ke Bali
28
Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29
Episode 29. Satu Minggu Lagi
30
Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31
Episode 31. Hanya Karena Cinta
32
Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33
Episode 33. Dia Selingkuh
34
Episode 34. Aku Hamil
35
Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36
Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37
Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38
Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39
Episode 39. Kamu Aku Talak
40
Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41
Episode 41. Will You Marry Me
42
Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43
Episode 43. Orang Asing
44
Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45
Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46
Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47
Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48
Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49
Episode 49. Jelita Hamil
50
Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51
Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52
Episode 52. Berusaha Mengompori
53
Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54
Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55
Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56
Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57
Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58
Episode 58. Tidak Sedarah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!