Setelah hampir bermenit-menit bahkan hampir satu jam lamanya tidak kunjung di bukakan pintu oleh Revan ataupun Jelita, Widya yang putus asa pun lebih memilih untuk pergi dari sana dan menginap di sebuah hotel terdekat.
Pikirannya sangat kacau dan marah karena tidak biasanya suaminya akan mengabaikan teleponnya seperti ini.
Biasanya Revan akan selalu menjawab teleponnya dengan begitu cepat atau kalau tidak dalam satu menit kemudian Revan akan kembali menelponnya.
Tapi ini tumben sekali Revan dalam keadaan online tapi tidak kunjung menjawab teleponnya. Sedang di mana kira-kira lelaki itu, mengapa hingga detik ini tidak kunjung menelpon Widya? aneh.
Lalu Widya yang sebelumnya telah melakukan check in, kini tampak berjalan dengan langkah kesal ke arah kamar hotelnya.
Wajahnya masih memancarkan kemarahan, terutama setelah melihat bahwa pesan-pesan beruntun yang dia kirim ke nomor suaminya tidak mendapatkan balasan atau pemberitahuan bahwa pesan tersebut telah dibaca.
"Sebenarnya ke mana sih kamu sayang? aneh banget loh kamu hari ini. Aku telepon sampai lebih dari dua puluh kali nggak diangkat, aku chat juga nggak dibales, bahkan dibaca pun nggak. Apa kamu benar ketiduran, tapi kok bisa sih? bukannya aku udah nyuruh kamu buat nungguin aku pulang. Ish, sebel banget deh. Rencanaku buat bermain semalaman suntuk sama Revan gagal dong. Sialan!" kesal Widya.
Wajahnya dan pikirannya masih dipenuhi dengan kekesalan, bahkan setelah ia tiba di kamar hotelnya dan membukanya. Kemarahan itu masih meluap dalam dirinya, tak kunjung mereda.
Rencananya dia malam ini ingin menghabiskan waktu sepanjang malam dengan suaminya. Ia telah menyiapkan segalanya dengan penuh antusiasme, namun semua rencananya tampaknya akan berakhir dengan kegagalan. Sangat menyebalkan!
Tanpa melepas sepatunya atau meletakkan tasnya, Widya dengan cepat berjalan menuju ranjang dan dengan kasar menjatuhkan tubuhnya ke atasnya. Dalam keadaan yang lelah dan kacau, ia menutup matanya dan segera terlelap.
Pikirannya yang kusut dan kelelahan membuatnya merasa tak berdaya. Semua rencananya untuk bersenang-senang malam ini telah hancur total.
.........................
Sementara itu di dalam kamar Revan, tampak Revan dan juga Jelita kini telah tertidur dengan posisi sama-sama terbalut dalam selimut. Keduanya telah menyelesaikan permainan mereka dan mulai memejamkan mata dan tertidur.
Keduanya tidak juga membersihkan diri mereka ataupun sekedar memakai pakaian kembali. Mereka dengan masih telanjang bulat tampak tertidur dan mulai memeluk satu sama lain dengan penuh kelembutan dan keakraban. Keintiman mereka begitu mendalam, bahkan Revan bisa mendengar dengkuran halus dari Jelita yang mulai terlelap.
Gadis itu tidak juga menyadari apa yang sudah dialaminya dan dia lakukan. Semua kesuciannya hilang dan dia telah melakukan sesuatu yang selama ini dia hindari dan takuti.
Pengaruh alkohol dan dendam yang terpendam dalam hatinya terhadap ibunya membawanya ke titik ini. Dia menyerahkan keperawanannya tanpa tahu apakah itu dilakukan dalam keadaan sadar atau tidak.
.......................................
Lalu di alam bawah sadarnya, Jelita tiba-tiba terbangun dan menemukan dirinya sedang tertidur di tengah-tengah padang rumput yang luas, yang dipenuhi dengan bunga-bunga indah.
Perlahan-lahan matanya terbuka, dan dia disambut oleh langit biru yang luas, dengan awan-awan yang bergerak perlahan dan burung-burung yang berkicau dengan riang.
Jelita segera bangun dari posisinya, memandang sekelilingnya, mencoba mencari tahu di mana dia berada sekarang. Segalanya terasa aneh, namun sangat indah. Tanpa ragu, Jelita berdiri dan mulai berjalan tanpa arah yang jelas.
Dia menjelajahi padang rumput tersebut, semakin menjauh dari tempat tidurnya. Meskipun kebingungan masih melingkupi pikirannya tentang posisinya, langkahnya terus membawanya semakin jauh. Tiba-tiba, di tengah langkahnya yang tak menentu, dia melihat seorang lelaki berdiri tepat di depannya, sekitar dua ratus meter jauhnya.
Awalnya, lelaki itu membelakangi Jelita, namun kemudian dia membalikkan tubuhnya dan menatap Jelita dengan tatapan yang penuh kesedihan dan kerinduan yang mendalam.
Pada awalnya, Jelita tidak mengenali siapa lelaki itu, namun seiring dengan langkahnya yang semakin mendekat, dia menyadari bahwa itu adalah ayahnya. Ayah yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu, kini berdiri di hadapannya dengan tatapan sedih yang terarah kepadanya.
Kata-kata "Ayah" terucap dari bibir Jelita, saat dia menyadari kehadiran ayahnya. Tanpa berkata-kata lagi, Jelita berlari menuju ayahnya dan memeluknya erat. Air mata mengalir di pipinya, seiring dengan ayahnya yang juga membalas pelukan dengan kasih sayang yang mendalam.
"Ayah, Aku sangat merindukanmu. Kenapa ayah pergi meninggalkan Jelita secepat itu? Jelita kangen sama ayah, Jelita sendirian Yah. Di sana bunda udah nggak sayang lagi sama Jelita, bunda udah nikah lagi yah dan dia yang sudah membuat ayah meninggal ...,"
"Ayah, bunda udah selingkuh Yah dan rasa sayangnya sama kita udah hilang sekarang. Please yah, jemput Jelita pergi sama ayah. Jelita nggak mau lagi berada di sini. Nggak mau Jelita berlama-lama sama kedua orang itu. Please, Yah. Bawa Jelita pergi sama ayah." Jelita terus menangis dan menangis, meluapkan semua perasaan dan kekesalan yang dialaminya.
Awalnya ia masih juga memeluk ayahnya sampai suatu ketika ia urai pelukan itu ketika mendapati ayahnya tak juga mengatakan apapun kepadanya. Ayahnya terus terdiam dan menatap fokus ke arah Jelita.
"Jelita, ayah tahu kamu sangat sayang sama ayah kamu ingin ikut ayah dan kamu merasa sedih dengan kepergian ayah tapi sayang masa depan kamu masih panjang, kamu masih bisa sekolah masih bisa menempuh pendidikan sampai akhirnya kamu menjadi orang sukses, jangan kamu berpikir seperti itu, Oke jika mungkin bunda kamu sekarang sudah berubah bunda kamu jahat sama kamu dan juga telah berselingkuh dari ayah dan membuat ayah meninggal ...,"
"Tapi sayang dia tetaplah bunda kamu orang yang sudah melahirkan kamu dan membesarkanmu, tanpa adanya dia kamu mungkin tidak akan ada di dunia ini ingat ya bunda kamu tetaplah dialah orang yang sudah merawatmu dan surgamu ada di telapak kakinya janganlah kamu benci kepadanya apalagi menaruh dendam kepadanya yang saya begitu besarnya ...,"
"Ayah tahu apa yang sudah kamu lakukan sejauh ini. Kamu sudah menyerahkan keperawananmu dan berusaha memikat suaminya kan, hanya demi untuk menuntaskan rasa dendammu dan membuat bundamu itu terluka?
"Nak, please jangan kamu lanjutkan rencanamu itu, kamu boleh marah sama bundamu tapi jangan sampai mengambil resiko sebesar ini. Jika kamu sudah seperti ini bagaimana masa depanmu nanti? Kamu sudah tidaklah suci sekarang, keperawananmu sudah hilang ...,"
"Bagaimana masa depan nanti melihatmu? Sayang, maaf ya ayah tidak bisa menemanimu sampai kamu dewasa, tapi pesan ayah, kamu kubur itu semua benda-benda mu sama bundamu, janganlah kamu menaruh dendam yang sebegitu besarnya sama dia. Jelita, Kamu ingat kan apa yang sudah ayah ajarkan sama kamu selama ini? Ayah selalu mengajarkanmu untuk tidak menaruh dendam kepada siapapun. Lalu mengapa sekarang kamu sebegitu dendamnya sama ibu kamu sendiri?
"Sudah ya, lupakan dendammu itu dan lanjutkan kehidupanmu dengan tenang. Di sini ayah akan selalu menemani kamu. Dan memantau kamu dari jauh. Kamu tidak usah khawatir ya, kamu tidak sendirian di sana." setiap kata yang terucap dari ayahnya menusuk hati Jelita dan membuatnya terdiam dalam keheningan.
Ia tahu maksud ayahnya baik, tapi Jelita tidak bisa menerima jika dendamnya harus diusaikan secepat itu. Kemarahannya terhadap Widya, ibu kandungnya sendiri, telah memenuhi hatinya, membuatnya ingin melihatnya hancur. Jelita bingung tentang apa yang akan dia lakukan di masa depan. Yang pasti, dendam itu tidak akan pernah surut atau mati dalam pikirannya.
Meskipun dia telah kehilangan keperawanannya, itu bukanlah masalah yang penting baginya. Yang terpenting adalah dia bisa menuntaskan rasa dendam yang membara di dalam dirinya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments