Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id

"Hah? maksudnya, Jel?" tanya Widya tidak mengerti atau lebih tepatnya kaget dengan pernyataan Jelita mengenai kepindahannya. Semuanya serba mendadak, Widya masih tidak mengerti dengan apa yang Jelita maksudkan.

"Aku mau pindah Bun, tinggal sendiri di apartemen. Bunda kenapa sih, kok kayaknya kaget gitu? aku cuma mau pindah Bun, bukan meninggal. Kok kayak gimana gitu responnya." jawab Jelita. Ia sengaja menekankan kata meninggal untuk menyinggung sang Bunda. Dan benar, setelah kata itu Jelita ucapkan, Widya seperti gugup atau entah itu bagaimana reaksinya.

"Udah, Aku mau ke kamar dulu. Nyiapin barang-barang aku buat pindah ke apartemen besok." tambah Jelita sembari bangkit dari duduknya dan membalikkan badannya, ia ada terdiam sebentar sebelum akhirnya berjalan kembali ke kamarnya di lantai atas.

.................................................

Lalu setibanya Jelita di kamarnya, segera saja ia kemasi barang-barangnya yang ia butuhkan untuk dibawanya besok ke apartemen. Mulai dari pakaian, laptop, buku-buku sekolahnya hingga komik sudah masuk ke dalam ranselnya. Jelita tidaklah membawa banyak barang, yang ia bawa hanyalah barang yang dibutuhkannya saja dan juga barang kenangan dari sang ayah.

Meskipun barang itu tidak berguna, Jelita tetap membawanya, Karena itu adalah peninggalan ayahnya untuknya. Barang yang dahulu Barata belikan untuk Jelita sebagai kado ulang tahunnya.

"Ayah, barang ini akan selalu Jelita bawa. Terima kasih sudah memberikannya. Jelita sangat menyukainya." ucap Jelita sembari tersenyum ke arah boneka kelinci lucu pemberian sang ayah dahulu sewaktu ulang tahunnya yang ke-15 di tangannya.

Boneka lucu itu masih tampak bagus. Meskipun Jelita jarang sekali menyentuhnya dan seperti mengabaikannya.

Ia hanya menyimpannya di kardus sampai akhirnya ia ambil dan hendak ia bawa ke apartemen. Huh, sepertinya Jelita akan kembali ke masa anak-anak sekarang. Ia bermain boneka dan terlihat menyukai boneka itu. Matanya tampak berbinar-binar sambil menatap boneka itu. Boneka kelinci putih di tangannya.

......................................

Tepat jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam, terlihat Widya dan Revan tengah duduk menyandar di headboard tempat tidur mereka. Keduanya merasa tidak bisa tidur, selepas mendengar ucapan Jelita beberapa jam lalu di meja makan.

Sebenarnya hal itu tidak terlalu mengejutkan bagi Revan, ia sudah mengetahuinya dan dirinyalah yang menyarankan hal itu pada Jelita. Awalnya dia bahagia melihat Jelita setuju dengan sarannya, namun tidak akan menyangka jika kepergiannya secepat ini.

"Kamu kok nggak bilang sih sayang kalau Jelita mau pindah ke apartemen? Dia juga nggak bilang-bilang sebelumnya kalau mau pindah. Aku sebenarnya nggak apa-apa dia pindah, karena itu keinginannya. Tapi aku khawatir, kalau dia pindah nanti yang ngurusin dia siapa? Yang nyuruh dia makan, nyiapin sarapannya terus bangunin setiap pagi siapa? Aku nggak yakin dia bakal ngelakuin itu sendiri. Dia itu selalu ketergantungan sama aku ...,"

"Nggak pernah makan kalau nggak aku suruh. Huh, kamu besok nganterin dia kan? Bilang sama dia buat Jangan lupa makan ya. Terus ingetin dia buat selalu sarapan. Aku nggak tega lihat dia tinggal sendiri gitu." Widya terus merasa cemas dengan Jelita yang memutuskan untuk akan tinggal seorang diri di apartemen.

Perasaan cemasnya dengan Jelita yang selalu teledor, tidak melakukan sesuatu tanpa disuruhnya membuatnya khawatir.

Tidak rela dengan keputusannya. Lagi pula mengapa tiba-tiba Jelita memutuskan hal itu? apakah ia tidak nyaman tinggal di rumah ini? setelah kepergian ayahnya, Jelita seperti merasa asing di rumah ini. Seperti bukan siapa-siapa. Seakan dirinya yang dulu hilang dan tergantikan dengan dirinya yang sekarang. Dingin, cuek dan penuh dengan dendam.

Dalam pikirannya hanya ada satu tujuan, yakni menuntaskan dendam dan mencari keadilan untuk ayahnya. Lalu Revan pun menghela napas, dia sangat menyayangkan jika Jelita akan pergi secepat ini. Belum siap rasanya untuk berjauhan dengan Jelita, meski sepulang ngantor dia akan selalu mampir di sana.

"Iya, besok bakal aku bilang kok. Pasti. Ngomong-ngomong kamu nggak mau main nih? Aku mumpung seger loh ini, kita main yuk." ajak Revan.

Rasanya tidak lengkap jika dirinya tidak mengajak Widya bermain. Pasti istrinya itu akan curiga dengan perubahan sikapnya. Namun, Widya yang mendengar itu langsung cemberut. Biasanya dia akan merasa senang jika Revan yang menawarkan hal ini padanya. Tapi sekarang tidak. Widya tampak tidak senang dengan penawaran Revan itu.

"Aku datang bulan sore tadi. Kamu pagi tadi aku ajakin nggak mau, eh pas aku datang bulan malah ngajakin. Sebel deh." ucap kesal Widya. Dirinya merasa kesal dengan Revan yang justru mengajaknya bermain saat dia sedang datang bulan.

Rasanya dia sedang begitu kesal saat ini. Jelita akan pindah tinggal di apartemen, sementara Revan justru mengajaknya bermain. Sangat menyebalkan!

Namun, Revan yang mengetahui Widya datang bulan langsung bersorak dalam hati. Dia merasa lega karena dapat istirahat, tanpa harus melayani sang istri. Namun, juga merasa sedih karena dia merindukan istrinya. Lalu sembari berpura-pura sedih Revan pun menarik kepala Widya untuk bersandar di bahunya. Berpura-pura cemberut padahal sebenarnya bahagia.

"Maaf ya, tadi pagi aku capek banget. Habis perjalanan jauh, ngurusin kerjaan terus belum lagi terjebak di kemacetan. Huh, tapi untungnya macetnya nggak lama sih. Kalau lama kan bisa berjam-jam aku di sana. Ehm, maafin aku ya, setelah kamu bersih nanti aku pasti akan layanin kamu. Kita akan bermain sepuasnya. Oke? Udah, kamu jangan cemberut gitu, aku janji nanti kita pasti akan main." Revan tampak menenangkan Widya. Mengatakan segala hal sebagai alasannya, juga janji-janji yang dia lontarkan pada Widya agar Widya merasa senang dan tidak cemberut lagi. Namun, Widya tetap diam. Dia tidak menyahut dan ekspresi mukanya pun tetap sama. Masih juga cemberut sampai akhirnya Revan membiarkannya, tanpa berkata apapun lagi.

.....................................

Keesokan harinya, Jelita bangun dalam keadaan segar, meski rasa pusing di kepalanya masih terasa. Rasanya sedikit berat seperti ada puluhan kilo benda yang diletakkan di atas kepalanya. Ingin Jelita tidur kembali di kasurnya, namun jika ia melakukan itu, semuanya takkan selesai. Ia harus segera pergi ke apartemennya dan melanjutkan rencananya.

Segalanya sudah ada di pikirannya tinggal bagaimana ia mengolahnya. Jelita beranjak bangun dengan malas dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi, mencuci mukanya sejenak dan menatap cermin di hadapannya. Oh my God, wajahnya benar-benar menyedihkan. Lingkaran hitam di bawah mata sembabnya terlihat jelas. Semalam Jelita menangis, tiba-tiba ia teringat dengan momen-momen bersama dengan bundanya dahulu, momen bahagia saat semua ini belum terjadi.

Ingin rasanya Jelita kembali pada hari itu, mengulang waktu dan membiarkan dirinya terjebak di sana. Namun, apalah daya, semua itu hanya sebatas angan-angan belaka. Takkan mungkin jadi kenyataan. Bagaimana bisa sebuah waktu terulang kembali? hahaha ... dasar konyol. Seperti film saja.

Tapi jika beneran ada, pasti ia sangat menginginkannya. Tak peduli dengan cara apa mendapatkannya, tapi yang pasti ia akan berusaha mendapatkannya. Lalu Jelita segera bergegas keluar dari kamar mandi, ia ingin kembali mengemasi barang-barangnya sebelum akhirnya pindah ke apartemen.

Bruk ... Brakk ... Bruakk ...

Jelita terus mengemasi barangnya, hingga akhirnya ia siap dengan barang itu dan berlalu keluar kamar sembari membawanya. Ada satu buah koper besar, dua buah ransel serta satu buah kantong kresek sedang yang berisikan sampah-sampahnya.

Ia ingin membuangnya di luar. Lalu setibanya di luar, tampak bundanya tengah duduk di ujung tangga.

Entah apa yang dilakukannya di sana, tapi melihat itu, Jelita semakin tidak sabar untuk segera menghampirinya. Selangkah demi selangkah ia tapaki hingga akhirnya tibalah Jelita tepat di belakang bundanya duduk. Saat itu Widya tidak menyadari keberadaan Jelita. Dia masih tetap fokus dengan bingkai foto di tangannya.

Foto Jelita saat masih berumur lima tahun serta adiknya yang masih bayi dalam gendongan bundanya di foto itu. Sebenarnya Jelita memiliki adik, adik kandung seorang laki-laki. Dia sangatlah tampan, berhidung mancung serta berbibir tipis.

Wajah adiknya itu sangatlah mirip dengan bundanya yang cantik. Sangat sempurna. Sesaat melihatnya, Jelita sudah langsung terpesona olehnya. Oleh keelokan wajahnya.

Namun, itu tidak bertahan lama. Sesaat setelah ulang tahunnya yang kedua tahun adiknya mengalami demam berdarah, hingga akhirnya meninggal. Sakitnya parah dan itu adalah bentuk keteledoran Jelita sebagai kakaknya. Ia tidak bisa menjaga adiknya. Membiarkannya terluka dan meninggal.

Rasa penyesalan itu terus terngiang-ngiang dalam pikirannya selama beberapa tahun lamanya, hingga akhirnya menghilang setelah sang ayah menasehati dirinya dan membuatnya sadar jika itu semua bukanlah kesalahannya. Itu musibah dan takdir yang harus diterima.

Lalu setibanya di sana segera Jelita duduk di space kosong di sebelah bundanya. Ia alihkan pandangannya ke arah bingkai foto di tangan bundanya dan tersenyum ke arahnya. Sepertinya Widya merindukan Satria, adik Jelita yang meninggal itu. Kepergiannya meninggalkan luka yang mendalam bagi semua keluarga, terutama Widya dan almarhum Barata.

Mereka terus merututi diri karena tidak bisa menjaga Satria dengan baik hingga akhirnya meninggal seperti ini. Huh, namun bagaimana lagi, takdir sudah menuliskan ini untuk Satria. Jadi tidak seorangpun dapat mencegah takdir ini. Tidak seorangpun termasuk Jelita maupun kedua orang tuanya. Lantas mendapati Jelita di sebelahnya segera saja Widya dialihkan pandangannya ke arah Jelita. Dari sorot matanya, Widya memang tampak merindukan Satria.

Terlebih jika diingat-ingat lagi, hari ini adalah ulang tahun Satria yang ke-16 tahun. "Kangen Satria ya Bun? sama, Jelita juga kangen. Hari ini ulang tahun Satria kan, ulang tahunnya yang ke-16. Harusnya sekarang kita rayain ulang tahunnya bareng-bareng. Tapi dia malah pergi." perlahan air mata Jelita pun luruh membasahi pipinya.

Ia teringat saat di mana adiknya pergi. Saat ketika ia masih begitu polos dan tak mengerti sama sekali dengan apa yang terjadi. Jelita ingat di mana saat itu ia tertawa lepas mengetahui ada banyak orang datang ke rumahnya, tanpa tahu mereka ada tujuan apa datang ke rumahnya.

Namun, ketika ia tahu, ia menangis, sedih, karena ia menyadari jika adiknya telah tiada dan setelah itu disusul ayahnya yang meninggal beberapa tahun kemudian. "Iya, Bunda kangen adik kamu. Harusnya dia sudah besar sekarang, sudah memasuki SMA. Tapi, karena kelalaian Bunda, dia tiada." 

Kali ini Widya turut meneteskan air matanya. Teringat tentang Satria membuatnya menangis. Membuatnya menyesal karena tidak dapat menjaganya.

"Iya, harusnya dia sudah besar dan tingginya jauh melebihiku. Harusnya ayah pun tidak meninggal, agar kebahagiaanku terasa lengkap, meskipun itu tanpa Satria. Aku merindukan mereka berdua. Huh, andai saat itu aku dapat menolongnya." ucap sedih Jelita. Perasaan menyesalnya cukup membuat Widya tercekat.

Dia tidak menyangka Jelita akan sesedih ini, meskipun ia tahu Jelita sejak dulu memang menyayangi keduanya. Tapi, dia adalah penyebab tragedi itu terjadi. Atau lebih tepatnya dia yang merencanakan.

Lalu jika suatu saat Jelita tahu bagaimana? apakah semuanya masih tetap sama? segala pertanyaan berkecamuk dalam kepala Widya setelah mengetahui kata-kata sedih Jelita mengenai kerinduannya. Tidak lega rasanya, tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Lagi pula ini menyangkut tentang perasaan. Tentang cinta yang menjerumuskan dan mengaburkan pandangan, membuatnya menghalalkan segala cara untuk dapat terwujud.

Terkadang Widya suka menyesal dengan cinta itu. Menyesal sudah pernah merasakannya dan terbuai olehnya semakin dalam. "Jelita ...," Widya segera menarik Jelita ke dalam pelukannya, menumpahkan tangisannya di sana dan mengatakan kata maaf berulang kali.

Mengucapkannya dengan lantang di dalam hati. Sepertinya perlu waktu lama untuknya mengatakan semua rahasianya kepada Jelita. Perlu waktu hingga ia siap dan benar-benar menyesali perbuatannya.

"Ini semua karenamu Bun. Karenamu ayah tiada. Kamu sudah m3mbunuhny4. Andai saat itu aku dapat mencegahnya pergi, mungkin ...," ucap Jelita dalam hati. Dalam dekapan penuh tangis itu, ia begitu emosi dengan apa yang sudah Widya perbuat terhadap ayahnya.

Berulang kali ia tepis dan tahan, namun semakin menahan, justru semakin menjadi. Ia semakin tidak sabar untuk segera melancarkan rencananya. Merenggut apa yang bundanya renggut dan membalas apa yang ia perbuat. Dengan segenap jiwa dan raga Jelita berjanji, ia berjanji untuk takkan pernah mengampuni siapapun yang merusak kebahagiaannya.

Meski itu nyawa sebagai gantinya Jelita tidak peduli. Berani merusak kebahagiaannya, maka jangan salahkan dia untuk akan berbuat lebih. Semuanya tinggal menghitung waktu dan hari sampai akhirnya ia benar-benar beraksi.

Hahaha ... konyol betul pikirannya, apa maksud dari kata-kata beraksi itu? memangnya kartun superhero? tapi bagus juga niat dan prinsipnya itu. Ia takkan menyerah hingga apa yang ia inginkan tercapai, meski itu sedikit sulit untuk meraihnya dan jauh dari jangkauannya. Jauh dan berbahaya.

.........................................

Siang menjelang saat Jelita tiba di apartemennya. Beberapa saat lalu ada ocehan ocehan kecil dari bundanya untuk dirinya dan juga luapan kerinduan yang membuatnya muak. Jelita memang membalasnya, namun tidak urung ia menggerutu dalam hati. Lalu setelah terucap kata-kata say goodbye itu Jelita berangkat ke apartemennya diantar oleh Revan yang saat itu hendak berangkat ke kantor.

Ia memutuskan untuk mengantar Jelita karena sekalian jalan sekaligus ingin pacaran dengan Jelita. Namun, selama mobil berjalan keduanya sama-sama diam. Suasana dalam mobil terasa hening tanpa pembicaraan hingga akhirnya Jelita tiba di apartemennya.

Ia segera masuk ke dalam apartemennya dan merebahkan diri di sofa panjang ruang tamu apartemennya. Kalau ia pikir-pikir, apartemen ini bagus juga, semuanya lengkap dan terasa mewah layaknya mansion-mansion besar yang pernah ia lihat di layar televisi.

"Hmm, bagus juga apartemennya. Pinter juga ternyata tuh cowok milihin. Mana seleranya bagus banget lagi. Kayaknya aku bakal betah deh tinggal di sini." ucap puas Jelita mengetahui kondisi apartemennya yang benar-benar berkelas dan nyaman. Seperti bukan apartemen rasanya setelah melihat kondisinya.

.................................................

Waktu semakin siang, lebih tepatnya hampir sekitar pukul setengah sembilan ketika Jelita bangkit dan berjalan menuju dapur apartemen ini, perutnya terasa lapar dan ia juga haus. Sedari berangkat dari rumah Jelita tidaklah sarapan, ia lapar, tapi waktu yang menghimpitnya. Rencananya hari ini ia akan mulai sekolah kembali, namun melihat waktu yang semakin siang membuatnya tidak jadi untuk sekolah.

Lagi pula sejak pagi ia terlalu sibuk dengan kepindahannya ke apartemen. Sibuk mengemasi barang-barang dan lain-lain. Belum lagi jalanan menuju apartemen tadi yang lumayan macet.

Lalu setibanya di dapur, segera saja Ia memasak pasta instan yang tadi dibawanya dari rumah, selain karena pasta adalah makanan instan kesukaannya, ia juga belum berbelanja bahan makanan. Meskipun ia tidak yakin akan memasak atau tidak.

Huh, rasanya selalu tidak mood ketika Jelita menatap bahan makanan. Ia pun sejak dulu tidak pernah membantu bundanya memasak, meskipun ia bisa memasak kecil-kecilan. Seperti tumis menumis dan goreng menggoreng.

Sementara sayur-sayuran kuah, Jelita tidak mampu memasaknya, selain itu ia juga tidak menyukainya. Jadi sesaat di rumah, Jelita ada lauk sendiri yang biasanya Widya masakan untuk Jelita ketika Jelita minta ataupun inisiatifnya sendiri.

Lalu Jelita segera menaruh mangkuk di pantry dapur dan langsung menyalakan kompor.

Ctak ...

Kompor pun menyala dan Jelita segera memasak makanannya. Hump, harum sekali. Sesaat mie itu hampir siap, aromanya langsung menyeruak memenuhi ruangan. Membuat Jelita semakin lapar dan tidak sabar untuk segera memakannya. Air liurnya bisa menetes kalau saja mie itu tidak siap-siap.

"Ehm, laper dah. Kenapa lama banget sih masaknya? Dari tadi gak lemes-lemas tuh mie, kayak cowok aja waktu main nggak selesai-selesai. Kuat bener itu pisangnya. Huh," ucap Jelita setelah mengetahui pasta yang ia masak tidak juga siap. Masih dalam proses, mengetahui memasak pasta itu sedikit sulit dan lama.

...................................

Brakk ... Argh ... Ssshh ...

Di rumahnya, tampak Widya meringis menahan sakit pada perutnya yang tiba-tiba terasa melilit dan terbakar. Serasa tengah dicengkeram kuat perutnya saat itu. "Aduh, perih. Ini Mas Revan udah ngantor lagi. Jelita ke apartemen. Aarrgghhh ... perih banget." keluh Widya.

Dia mulai berjalan tegopoh-gopoh keluar kamar. Ingin ke dapur untuk minum. Siapa tahu dengan minum rasa sakitnya bisa mereda. Namun, belum saja kering mulutnya mengatakan perih, tiba-tiba dari kakinya mengalir darah yang lumayan banyak.

Dan saat darah itu mengalir, perutnya semakin terasa perih. Rasanya seolah dia tengah hamil dan keguguran. Tapi saat ini dia sedang haid. Dengan keadaan itu, tidak mungkin baginya untuk bisa hamil. Meski dia sangat menginginkannya.

"Kenapa ini? apa yang terjadi padaku? kenapa perutku melilit dan mengeluarkan darah begini, aku haid, tapi rasa sakit ini seperti bukan haid. Argh, perihh .." rintih Widya mengetahui rasa sakit di perutnya tidak kunjung surut.

Justru semakin menjadi dan rasa perih yang dirasanya semakin kuat. Sangat menyiksa rasa sakit itu.

Tapi, kenapa ia merasakan itu semua? apa yang terjadi padanya, apakah dia salah makan? tapi jika hanya salah makan, kenapa sampai mengeluarkan darah, terlebih itu seperti bukan darah haid. Melainkan darah dari seseorang yang keguguran dan rasa sakit yang dirasanya seperti luka perih akibat aborsi.

Tapi jika ini terjadi, apakah dia sedang hamil? rasanya tidak mungkin, sekarang dia sedang haid. Bagaimana bisa seseorang yang tengah datang bulan hamil? jika dipikir-pikir ini sangat aneh. Tidak masuk akal. Sebenarnya apa yang terjadi padanya? sepertinya hanya pihak medis yang mampu menjawabnya.

Menjawab apa yang terjadi pada dirinya. Penyebab dari perutnya yang sakit dan mengeluarkan darah.

Bersambung ...

Episodes
1 Episode 01. Menikah Lagi
2 Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3 Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4 Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5 Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6 Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7 Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8 Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9 Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10 Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11 Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12 Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13 Episode 13. Di Taman Sejoli
14 Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15 Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16 Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17 Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18 Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19 Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20 Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21 Episode 21. Mimpi Buruk
22 Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23 Episode 23. Wanita Lain
24 Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25 Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26 Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27 Episode 27. Honeymoon ke Bali
28 Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29 Episode 29. Satu Minggu Lagi
30 Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31 Episode 31. Hanya Karena Cinta
32 Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33 Episode 33. Dia Selingkuh
34 Episode 34. Aku Hamil
35 Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36 Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37 Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38 Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39 Episode 39. Kamu Aku Talak
40 Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41 Episode 41. Will You Marry Me
42 Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43 Episode 43. Orang Asing
44 Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45 Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46 Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47 Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48 Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49 Episode 49. Jelita Hamil
50 Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51 Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52 Episode 52. Berusaha Mengompori
53 Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54 Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55 Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56 Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57 Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58 Episode 58. Tidak Sedarah
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Episode 01. Menikah Lagi
2
Episode 02. Kehilangan yang Membawa Dendam
3
Episode 03. Pesona Jelita yang Menggoda; Pasti akan Takluk Padaku
4
Episode 04. Lebih Aduhai dan Menggairahkan
5
Episode 05. Merenggut Berlian Berharga
6
Episode 06. Dendam yang Membara; Melihatnya Hancur adalah Tujuan
7
Episode 07. Tidak Bisa Mundur
8
Episode 08. Momen yang Penuh Kedekatan
9
Episode 09. Sesuatu tentang Leon
10
Episode 10. Jadilah Kekasihku, Ayah
11
Episode 11. Takkan Bisa Menolakku
12
Episode 12. Jalan-jalan Serasa Honeymoon
13
Episode 13. Di Taman Sejoli
14
Episode 14. Pantas Menerima Ganjaran
15
Episode 15. Mencintaimu Selamanya
16
Episode 16. Hanya Menjadi Rahasia Kita
17
Episode 17. Seperti Bukan Darah H4id
18
Episode 18. Sejak Dulu adalah Crushnya
19
Episode 19. Satu-satunya Cara yang Bagus
20
Episode 20. Dia yang Membuatku Candu
21
Episode 21. Mimpi Buruk
22
Episode 22. Andai Bukan Satu Darah
23
Episode 23. Wanita Lain
24
Episode 24. Bukan Wanita Panggilan
25
Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos
26
Episode 26. Semua Kebohongan Jelita
27
Episode 27. Honeymoon ke Bali
28
Episode 28. Tidak Bisa Di Hancurkan Oleh Siapapun
29
Episode 29. Satu Minggu Lagi
30
Episode 30. Bertemu dengan Pemb*nuh
31
Episode 31. Hanya Karena Cinta
32
Episode 32. Mempertahankannya atau Melepaskannya
33
Episode 33. Dia Selingkuh
34
Episode 34. Aku Hamil
35
Episode 35. Semua Pasti Tipuan
36
Episode 36. Ceraikan Mas Revan
37
Episode 37. Berusaha Untuk Move On
38
Episode 38. Rahasia Terbesar Dalam Hidup
39
Episode 39. Kamu Aku Talak
40
Episode 40. Takkan Pernah Sedikitpun Menyerah
41
Episode 41. Will You Marry Me
42
Episode 42. Kamu adalah Segalanya Bagiku
43
Episode 43. Orang Asing
44
Episode 44. Nekat Berbagi Cinta
45
Episode 45. Seorang Penjahat Kel4min
46
Episode 46. Masa Lalu Hanyalah Masa Lalu
47
Episode 47. Perpisahan dan Perjalanan Baru
48
Episode 48. Itu Semua Bukan Miliknya
49
Episode 49. Jelita Hamil
50
Episode 50. Akan Baik-baik Saja
51
Episode 51. Sebelum Semakin Jauh Menguasai
52
Episode 52. Berusaha Mengompori
53
Episode 53. Sekarang Menjadi Milikku
54
Episode 54. Tetap Tinggal atau Angkat Kaki
55
Episode 55. Menjaga Sampai Akhir Hayat
56
Episode 56. Arti Dibalik Nama Jelita
57
Episode 57. Kehadiran Wishlove Meizhaya Aurora
58
Episode 58. Tidak Sedarah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!