Lagi-lagi hal itu yang Jelita saksikan. Sewaktu ia pulang ke rumah dan baru saja membuka pintu, tepat di sofa tampak bundanya yakni Widya sedang terlibat dalam keintiman yang begitu intim dengan suami barunya. Mereka begitu terlena dalam kehangatan cinta mereka sehingga melupakan posisi mereka yang sebenarnya masih berada di ruang tamu.
Lalu, dengan langkah yang malas, Jelita memasuki rumah yang seolah penuh dengan keheningan. Tanpa ragu sedikitpun, ia menuju tempat kedua orang tuanya dan meletakkan belanjaannya dengan tegas di atas meja di depan mereka. Saat barang-barang itu menyentuh permukaan kayu, ekspresi terkejut langsung terukir di wajah kedua orang tuanya. Mereka terkejut melihat kedatangan Jelita yang begitu tiba-tiba dan kehadirannya yang mendadak.
Sontak, Widya yang menyadari kehadiran Jelita, segera meminta suaminya pergi dan merapikan pakaian mereka yang berantakan. Dengan enggan, Revan segera meninggalkan ruangan dan berlalu ke arah dapur. Sementara itu, Widya, sang ibu, tampak berjalan mendekati Jelita dengan rasa malu yang tak terhingga. Setiap langkahnya terasa berat, seolah membawa beban kesalahan yang tak termaafkan.
Dalam keheningan yang mencekam, Widya akhirnya berdiri di depan Jelita. Wajahnya dipenuhi dengan perasaan campuran antara rasa malu dan penyesalan. Dalam suara yang lembut, ia bertanya, "Kamu sudah lama di sini, Jel? Barang-barang yang bunda minta, sudah kamu beliin, kan?"
Suasana yang kaku dan tegang mulai melunak saat Widya mencoba memecah kebekuan dengan pertanyaannya. Namun, di balik rasa malu dan penyesalan yang terpancar dari matanya, terlihat juga harapan akan pemulihan hubungan antara ibu dan anak yang tampak terputus.
Disini Widya merasa tidak enak pada Jelita. Jelita yang mengetahui apa yang dilakukannya bersama Revan sangat membuatnya malu. Sebelumnya dirinya tidak berpikir jika posisi mereka di sini akan sangat membahayakan jika mereka melakukan itu disini. Namun, mereka yang sudah terbawa nafsu tak juga memikirkan itu hingga akhirnya memutuskan untuk melakukan itu disini. Sudah cukup lama mereka melakukannya hingga akhirnya Jelita datang dan mengejutkan mereka.
Namun, di balik kelegaan yang mulai menyelimuti mereka, Widya merasakan rasa ketidaknyamanan yang mendalam terhadap Jelita. Jelita, yang mengetahui apa yang dia lakukan bersama Revan, merasa malu dan terhina. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa posisi mereka di ruang tamu itu bisa menjadi sangat berbahaya jika mereka memutuskan untuk melakukan hal itu di sana. Namun, nafsu yang membutakan akal sehat mereka, mereka terus melanjutkan tanpa memikirkan konsekuensinya. Mereka terjerat dalam keintiman yang melampaui batas, hingga tiba-tiba Jelita muncul dan menghentikan momen mereka dengan kejutan yang tak terduga.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jelita hanya mengeluarkan suara berdehem yang penuh dengan kekecewaan. Dengan langkah mantap, ia meninggalkan ruangan itu dan mulai mendaki tangga menuju kamarnya. Hanya di sana, di ruangan yang menjadi tempat perlindungan dan pemahaman akan kondisinya, Jelita merasa sedikit nyaman. Di dalam keheningan yang menyelimuti langkahnya, ia memikirkan bagaimana hubungan yang telah tergores ini bisa diperbaiki, dan apakah akan ada kesempatan untuk memulihkannya.
Namun, di balik ketenangan yang terasa semu, suasana di rumah mulai berubah. Seakan ada kekuatan yang tak terlihat, mengubah atmosfer menjadi tegang dan misterius. Ketika Jelita memasuki kamarnya, ia merasakan adanya kehadiran yang seharusnya tidak ada di sana. Hati Jelita berdegup kencang, seolah-olah memahami bahwa ada sesuatu yang tidak beres.
Perasaan sedih mulai memenuhi pikiran Jelita, seiring dengan kehadiran yang menciptakan kegelisahan dalam dirinya. Dia merenung, membiarkan kenangan-kenangan indah bersama sang ayah kembali hidup dalam ruangan itu. Setiap sudut, setiap benda, dan setiap hembusan angin tampaknya menyimpan cerita yang belum terungkap.
Dalam kegelapan yang memenuhi kamarnya, Jelita merasa seakan-akan sang ayah masih ada di sana, hadir dalam bentuk energi yang tak terlihat. Suara langkah kaki yang samar terdengar di lantai, dan bayangan-bayangan yang bergerak di sudut-sudut ruangan membuat bulu kuduknya merinding. Dia terhanyut dalam perasaan campuran antara rindu, kehilangan, dan ketakutan.
.........................................
Lalu keesokan harinya, setelah Jelita memergoki bundanya dan Revan sedang bermain di ruang tamu, kini dirinya tampak santai duduk di sofa ruang tamu, sibuk memainkan ponselnya. Meskipun seharusnya hari ini adalah hari Selasa, hari sekolah baginya, namun perasaan perut yang melilit membuatnya memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan mengambil izin. Selain itu, Jelita juga merasa malas untuk pergi ke sekolah semenjak semua teman-temannya mengkhianatinya dan menjauhinya.
Sejak kepergian ayahnya, sikap dan sifat Jelita berubah drastis. Meskipun sebelumnya ia adalah seorang anak yang ceria, kini keceriaannya telah pudar. Ia menjadi seorang gadis yang dingin dan tanpa perasaan, yang hanya memiliki satu tujuan dalam pikirannya: membalas dendam pada bundanya atas kesalahan yang telah dilakukannya.
Dendam yang membara di dalam dirinya begitu kuat, membuat Jelita tak sabar untuk menghancurkan bundanya dan membuatnya merasakan penderitaan yang sama yang pernah ia rasakan. Bagi Jelita, kesalahan yang dilakukan oleh Widya begitu fatal dan hanya kehancuran yang dapat menjadi balasannya.
Namun, saat Jelita sedang asyik membuka Facebook, tiba-tiba saja rencananya untuk membalas dendam pada bundanya melalui Revan terlintas di pikirannya. Rencana itu begitu menggema di dalam benaknya, meskipun ia merasa bingung apakah benar-benar akan melaksanakannya atau tidak. Ia terjebak dalam pertanyaan moral yang membelenggu hatinya, namun keinginan untuk memperoleh keadilan tetap menghantui pikirannya.
"Kalau gue goda tuh orang, rasanya dia bakal tergoda gak ya? atau lebih buruknya justru gue yang tergoda sama dia. Ih, nggak-nggak. Nggak bisa, pokoknya gue harus bisa buat dia terjerat sama pesona gue. Gue harus bisa buat dia jatuh cinta sama gue. Ehm, tapi gue harus apa sekarang? dia lagi dimana, apa lagi di dapur sama bunda? dasar, udah tua kelakuannya masih kayak bocah aja." batin Jelita sembari dengan tegas mematikan ponselnya dan beranjak bangkit dari ranjangnya.
Dengan langkah yang perlahan namun pasti, ia langsung melangkah menuju dapur. Setiap langkahnya terasa seperti langkah menuju keputusan yang tak terelakkan. Akhirnya, setelah perjalanan yang penuh dengan keraguan, ia tiba di dapur.
Namun, begitu Jelita memasuki dapur, semua dugaannya tentang mereka terbukti benar. Mereka masih terlibat dalam momen kebersamaan yang intim di sana. Widya dengan penuh konsentrasi memotong sayuran, sementara Revan memeluknya dari belakang dengan penuh kasih sayang. Pemandangan itu membuat Jelita merasa geram. Rasa ingin marah dan meninggalkan rumah ini hampir menguasainya, tetapi ia tetap tenang karena ingat akan rencananya. Dalam diam, Jelita mendekati mereka dan dengan tiba-tiba menepuk punggung Revan dari belakang. Sentuhan itu penuh dengan godaan, mengirimkan pesan yang jelas kepada mereka.
"Eh, Jelita. Kamu disini?" sontak Revan terkejut dan melepaskan pelukannya pada Widya, menjauhkan tubuhnya dari wanita itu.
Tampak jelas mereka terkejut dengan kedatangan Jelita dan keberadaannya yang tiba-tiba. Tidak sedikitpun mereka mendengar langkah kakinya, namun tiba-tiba ia sudah ada di sana. Ada di belakang mereka dengan senyum yang menggoda namun aneh.
Dalam tatapan matanya yang penuh misteri, Jelita menatap Revan dengan senyum yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya. Ia yang biasanya terkesan cuek dan dingin terhadap Revan, kini tampak menatapnya dengan sorot mata yang penuh keceriaan. Senyumnya terpancar dengan pesona yang tak terduga, menciptakan aura yang menarik dan memikat.
"Iya, Yah. Baru aja. Rencananya sih mau minum, haus. Tapi berhubung kalian mesra-mesraan disini ya rasa harus ku jadi hilang. Kalian kenapa sih mesra-mesraan mulu? di sini lagi. Mentang-mentang pengantin baru mesra-mesraan mulu. Kalau mau mesra-mesraan ya di kamar aja lah atau di tempat lain yang sekiranya nggak ada seorangpun yang tahu. Aku yang setiap kali lihat kalian mesra-mesraan rasanya jadi pengen tahu. Mana aku baru aja diputusin pacarku lagi. Sedih." di sini, Jelita berusaha untuk menunjukkan sisi ceria dan rendah hati. Ia yang biasanya terlihat cuek dan jarang berbicara panjang dengan Revan, kini berubah menjadi sosok yang ramah dan penuh percakapan. Senyumnya pun tak henti menghiasi wajahnya.
Namun, saat Widya menatap mata Jelita yang tampak menggoda Revan, matanya mulai memicing dan ia mencoba mencari tahu maksud dari semua ucapannya. Ada perasaan aneh yang dirasakan oleh Widya dari Jelita, namun ia tidak tahu apa itu. Seperti Jelita merencanakan sesuatu, namun Widya tidak mengetahui rencana apa itu dan kepada siapa rencana itu ditujukan.
Lalu, Revan yang menyadari keakraban yang mulai terjalin antara Jelita dan dirinya, terpesona oleh keindahan senyuman Jelita. Tanpa sadar, senyuman Jelita membuat Revan tersenyum pula. Ia membalikkan pandangannya ke arah Jelita dan dengan lembut menepuk pundaknya beberapa saat.
"Iya deh, nggak lagi-lagi ayah buat mesra-mesraan di tempat umum seperti ini. Sebenarnya tadi ayah ke dapur itu cuma pengen minum tapi berhubung lihat bundamu sedang masak dan ayah itu tergoda sama bundamu ya iseng aja ayah buat meluk dia dari belakang. Kamu tahu kan kalau pengantin baru itu gimana. Pasti di awal pernikahan akan seperti ini, romantis romantisan mulu. Ngomong-ngomong kamu punya pacar ternyata, terus putusnya kenapa?" tanya Revan.
Lalu, Jelita yang mulai menjalankan rencananya dengan mantap meraih tangan Revan dan memegangnya dengan lembut. Jemari lentik Jelita menyentuh hati Revan, membuatnya terkejut dan segera menatap ke arah tangan Jelita yang memegang tangannya.
Di sinilah Revan merasa tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi. Terlebih lagi, Widya, wanita yang menjadi istri Revan, merasakan perasaan cemburu yang tak terbendung saat melihat Jelita tiba-tiba memegang tangan suaminya dan tersenyum ke arahnya. Senyuman yang Widya amati terasa seperti senyuman yang menggoda, seolah-olah Jelita dengan sengaja ingin memikat Revan.
Dalam momen ini, kebingungan dan ketegangan terasa di udara. Jelita, dengan senyumannya yang menggoda, menciptakan gejolak emosi di antara mereka. Perasaan yang rumit dan tak terungkapkan mulai melingkupi setiap individu yang terlibat dalam situasi ini. Keajaiban dan kegelisahan tercampur aduk dalam hati mereka, menciptakan ketegangan yang tak terelakkan.
"Kalau gue nggak pengen balas dendam sama bunda, nggak akan sudi gue buat megang tangan nih orang kayak gini. Sok asik sama dia dan natap dia sampe segininya. Males gue, jijik. Tapi dengan apa yang gue lakuin barusan, gue bisa lihat bunda ada cemburu melihatnya. Hahaha ... bagus. Perlahan-lahan rencana gue pasti akan berhasil. Dan di saat itu bunda pasti akan menangis darah dengan apa yang gue lakuin. Mungkin ini adalah suatu kesalahan dan dosa. Nggak seharusnya gue ngelakuin ini pada orang yang udah ngelahirin gue dan ngebesarin gue. Tapi kesalahan bunda sama ayah udah begitu besar, gue nggak bisa maafin semua itu. Jadi maafin aku Bun, mungkin aku akan jadi anak berdosa kali ini." batin Jelita sembari menatap ke arah Widya dengan tatapan sedikit tajam dan menusuk.
Tatapan itu ia lontarkan kepada bundanya selama beberapa saat sebelum akhirnya ia tersadar dengan apa yang ia lakukan sekarang dan menggantikan tatapannya itu dengan senyuman.
"Kenapa rasanya aneh banget nih anak. Nggak biasanya dia kayak gini. Apalagi megang-megang tangan Revan. Kok rasanya aku cemburu ya, nggak rela rasanya melihat Revan di sentuh-sentuh cewe lain, meskipun itu Jelita. Dia kayak gini nggak lagi ngrencanain sesuatu kan?" pikir Widya sembari tatapannya terus terarah pada Jelita yang semakin membingungkan. Wajah Jelita yang semakin mempesona membuat Widya terperangah, sementara tatapannya yang aneh begitu menggoda dan menarik perhatian. Meskipun begitu, pandangan Jelita tetap tertuju pada Revan, suami Widya yang entah kenapa juga tampak tersenyum ke arah Jelita. Meskipun Jelita adalah anaknya, Widya merasakan kecemburuan yang tak terelakkan.
"Ehm, ya ada lah yah. Dikiranya aku jelek apa sampe gak laku. Ehm, kita putus karena emang udah gak sejalan aja. Dia juga beberapa hari lalu ketauan selingkuh sama temenku sendiri. Tapi gapapa lah, dia pergi aku masih ada yang baru," balas Jelita mencoba cemberut dan mulai menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Dan yang baru itu kamu, Yah. Akan kubuat kamu jatuh cinta sama aku. Sejauh aku berkaca diri, aku menyadari bahwa aku adalah seorang wanita yang memiliki kecantikan alami, tubuh yang sehat dan tentunya menarik. Dengan segala kelebihanku ini, aku yakin pria ini tidak akan bisa menahan pesonaku. Dia pasti akan tergoda dan akhirnya jatuh ke dalam dekapanku," lanjutnya di dalam hati.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments