Beberapa hari telah berlalu, kini Airin berencana untuk datang kerumah Bunda Anya, setelah insiden kabur tempo hari. Sebelum itu, Airin sudah pamit kepada Daddy terlebih dahulu.
"Airin pamit yah Dad!"
"Ia. Hati-hati yah sayang, cium dulu dong entar kangen lagi,"
"Ia ampun Daddy, belum juga ditinggal udah kangen aja," Ujar Airin sambil berjalan kearahnya dan mencium pipi kanan dan kirinnya. Serta mencium bibirnya. Tapi daddy malah menahan tengkukku dan melumat bibirku sebentar.
"Sayang emang kamu belum berhenti tanggal merahnya, Daddy udah ngak tahan sayang." Ujar Daddy sambil memelukku lagi.
"Ihhh Daddy. Kalau dipeluk begini kapan perginya sih, lagian juga tanggal merah apa sih, orang bukan hari minggu juga," Airin pura-pura kesal.
"Udah pergi sana." Malah Arya yang dibuat kesal olehnya.
"Oke Daddy, ummmuaacchh." Setelah Airin menciumnya, dia langsung menuju pintu untuk segera keluar.
Tak berapa lama taxi yang dia pesan sudah datang didepan rumah dan langsung naik kedalam taxi.
Airin merasakan ponselnya bergetar disaku celananya. Dia mengambil serta mengangkat telpon yang ternyata adalah Arya.
"Dad kenapa, baru juga beberapa menit keluar dari rumah udah nelpon aja sih,"
"Nanti Daddy jemput yah!" ujarnya tak menghiraukan ocehanku.
"Hmmm. Iya!" setelah mengatakan itu Daddy langsung menutup teleponnya.
Hufff Daddy ko jadi posesif gini sih batinku.
*********************************
Tibalah sekarang dikediaman orang tuaku. Sebelumnya sudah memberi tahu bunda jika aku ingin kerumah karena aku sangat merindukannya.
Dua bulan lebih aku menikah dangan Daddy, aku baru bertemu dengan Bunda hanya satu kali saja. Itu pun Karena aku minggat dan langsung kerumah Bunda, tapi malah diusir dan disuruh pulang.
"Bundaaaa," teriakku. Aku melihat bunda didapur dia segera berlari kearahnya.
"Ehhh udah dateng sayang, gak ucap salam dulu nih,"
"Ehh lupa," ucapku sambil mengucap salam.
"Bunda lagi bikin apa nih?" tanyaku kepada Bunda.
"Bunda bikinin kue Brownis kesukaan kamu sayang."
"Bunda emang The best deh." Sambil kumengacungkan dua jempolku kearahnya.
"Airin bantu apa nih Bun?" Sambungku lagi kepada bunda.
"Bantu makan aja Rin, udah mau selesai nih."
"Bunda tau aja Airin cuma bisa makan!"
"Oya Bun, Ayah mana? ko ngak keliatan,"
"Biasa sayang, Ayah lagi dikantor sama Mas Wildan"
"Terus Bininya Mas Wildan yang kaya Nenek Lampir itu mana bun," Ujarku kepada Bunda.
Huusss...
"Gak boleh gitu. Nanti Kak Stela kamu denger loh, dia lagi di kamar sayang."
"Kok dia gak pernah bantuin Bunda sih, dia datang pas lagi mau makan aja. Emang bunda pembantunya apa," Airin kesal sekali melihat tingkahnya dirumah ini, seperti nyonya rumah saja.
"Percuma sayang, dia aja gak dengerin omongan Kakakmu apalagi Bunda."
"Ia Bun. Diakan baik kalau pas pengen mau belanja aja, baru deh Mas Wildan dibaik-baikin," ucapku kesal.
"Udah gak usah bahas Kakakmu, mending kamu cobain aja nih kuenya. Udah mateng."
"Gimana rasanya?" Bunda memberikan beberapa potong kue untuk Airin coba.
"Hmmm.. Seperti biasa enak banget Bun," sambil tersenyum kearah Bunda.
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki menuruni tangga.
"Ehhh... Anak pembawa sial, rupanya kamu pulang lagi kerumah" ucap Kak Stela kepadaku dengan sarkas.
"Apa udah bosan sama Suami Tuamu itu, makanya pulang kerumah lagi," ucapnya dengan angkuh.
"Ihh. Kok ada suara aneh sih Bun siang bolong gini. Perasaan waktu Airin tinggal disini, dirumah ini ngak ada hantu deh kayanya." jawabku sambil bergidik ngeri.
"Woy. Sialan lo yah" ujarnya dengan berteriak.
"Kok suaranya ada lagi yah Bun, mirip kuntilanak sih Bun. Ihhh aku merinding tau bun?!" ujarku sambil bergidik, sambil ku mengelus lenganku.
"Dasar anak gak tau diri, malas gue berdebat sama lo." ujarnya sambil berlalu.
"Ihh yang mulai duluan siapa, yang marah-marah siapa!" Airin berbicara lagi Setelah melihat Stela pergi.
"Gak jelas banget sih Si kunti itu,"
"Udah-udah, gak usah difikirkan. Makan aja kuenya lagi rin." Ujar Bunda lagi, agar aku berhenti mengomel.
"Ia Bun,"
"Airin mau nginep disini?"
"Gak Bun, entar sore Daddy mau jemput aku Bun"
"Ia udah. Airin mau makan apa, biar Bunda siapin sayang?"
"Gak usah Bunda, pasti bunda capek abis bikin kue"
"Bener nih gak mau?" ujar bunda menggodaku.
"Ia Bun, gak nolak maksudnya" Kataku sambil terkekeh.
Huufff dasar kamu. Gumamnya
"Sini Airin bantu, Bunda mau masak apa?"
"Tumis Kangkung sama Ikan Gurame bakar. Sama Udang crispy kesukaan Airin."
"Wih tau aja ihh Bunda, kalau Airin suka Udang crispy!"
"Ia Bunda taulah. Itu terus yang kamu suruh Bunda masak."
"Ia udah iris bawang merah sama bawang putihnya itu, cabenya jangan lupa sama tomat juga." ucap Bunda kemudian
"Siap kanjeng Ratu" ujarku sambil nyegir kepada Bunda.
Bunda hanya berdecak kepadaku dan Airin hanya tersenyum sangat manis kearahnya.
Ini hal yang paling Airin rindukan dengan Bunda didalam rumah yaitu bersanda gurau.
Tapi selebihnya, Rumah ini juga sudah seperti Neraka bagiku. Jika Ayah bersama Mas Wildan dan Mbak Kunti selalu saja menghinaku dan yang paling parah. Ayah sering melakukan kekerasan terhadapku.
Tapi ketika berada dirumah Daddy, dia merasa disayangi, dilindungi dan selalu diutamakan.
Ihh jadi kangen Daddy batinku. Sambil tersenyum."
Ehh... Ngapain senyum-senyum, entar kesambet loh."
"Ih Bunda, orang lagi menghayal malah digangguin."
"Ehhh. Kamu tuh lagi masak, malah menghayal. entar masakannya ngak kelar-kelar ini," ujar bunda dengan kesalnya.
"Bunda ko ngeselin sih." serunya kesal
"Lah seharusnya Bunda yang marah, kok malah kebalik, kamu yang marahin Bunda"
"Tau ahh, kok Bunda ngeselin banget sih," jawabku malah tambah kesal.
"Udah cepetan kelarin kerjaan kamu Rin, entar Suami kamu dateng lagi. Masakannya belum kelar-kelar juga." Ujar Bunda seperti perintah yang tak boleh ditolak.
"Siap Kanjeng Ratu," ujarku sambil memberi Hormat padanya.
"Kamu ini!" ujar Ibuku dengan sebal. Tak berapa lama ada seorang yang mengucap salam, Airin yakin pasti Daddy, dari suaranya saja aku sangat mengenalnya.
"Assalamualaikum." ucap Daddy sambil mendekat kearah kami.
"Waalaikumsalam." ujar kami berbarengan.
"Duduk gih dimeja makan Arya, bentar lagi makanannya mateng, biar kita bisa makan bareng-bareng."
"Ia Bun, yang lain mana?" ujar Daddy yang memanggil Bundaku dengan sebutan Bunda juga.
Padahal Daddy lebih tua dari Bunda, walau cuma selisih setahun saja. Airin merasa agak geli mendengarnya karena ini pertama kalinya mendengar Daddy memanggil Bunda.
Bunda pun tak kalah terkejutnya, tapi Bunda bisa dengan cepat merubah raut wajahnya kembali seperti semula.
Walaupun Airin tau Daddy ingin menghargai Bunda karena Bunda adalah mertuanya.
"Belum pada pulang palingan lembur lagi, malem ini kita makan duluan aja yah. Kapan lagi kita makan bareng-bareng kaya gini,"
"Rin, tolong ambil kerupuk ikannya sayang," Ujar Bunda lagi.
"Ia Bun." ujarku sambil berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Anita Jenius
Lanjutkan ceritanya kak. semangat
2024-04-11
1
Azizah SULAEMAN
/Rose/buat kak author biar lbh semangat , nanti aku lanjut lg kak.
2024-04-04
1
Mase Ati
keren
2024-03-17
1