Shaka berdecak malas ketika melihat segerombol anak SMA yang menghadang dirinya, padahal Shaka sudah berjanji kepada sang Bunda jika dirinya tidak akan pulang terlambat tapi apa boleh buat.
"Lo yang kemaren gebukin sepupu gue! Nyali lo gede juga!" Teriak salah satu dari gerombolan anak SMA tersebut.
"Sepupu lo siapa?" Tanya Shaka santai.
"Rio! Lo udah hajar sepupu gue sampai masuk rumah sakit. Jadi sekarang terima balas dendam dari dia. Hajar!" Teriak anak SMA itu.
Shaka turun dari motor nya memasang kuda-kuda dan bersiap untuk baku hantam.
"Beraninya keroyokan, mana sama anak SMP lagi." Ejek Shaka.
Mereka akhirnya memulai perkelahian dengan tidak imbang, bagaimana mau di bilang seimbang sedang Shaka hanya sendiri dan harus menghadapi empat orang.
Bugh.
Sudut bibir Shaka terkena pukulan, saat Shaka lengah para anak SMA itu sengaja menyerang Shaka secara bersamaan jadi lah perkelahian yang tidak seimbang itu mengakibatkan Shaka banyak menerima pukulan.
Shaka merasakan kepalanya pusing sesaat dirinya mendapat pukulan tepat di bagian kepala, ternyata salah satu anak SMA tersebut membawa sebuah balok. Pukulan tersebut mampu membuat Shaka limbung tak sadarkan diri.
"Dasar amak bau kencur, berani macam-macam sama sepupu gue!" Ucap anak lelaki yang baru saja memukul kepala Shaka dengan balok.
"Kabur, woy! Ada patroli polisi!"
Segerombol anak SMA tersebut kabur karena mendengar sirine mobil patroli polisi.
Sementara di Cafe Rania merasakan kegelisahan, hatinya terasa tidak enak. Rania menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul tiga sore, tapi anaknya tidak kunjung membalas pesan nya.
"Tante!" Teriak Bry.
Bry datang dengan wajah cemas,"Tan ayok kerumah sakit, Shaka masuk rumah sakit." Ucap Bry.
"Ya alloh, kok bisa?" Tanya Rania.
"Nanti aja Bry jelasin, sekarang kita kerumah sakit aja tan." Ucap Bry.
Rania berjalan menuju mobilnya tapi di cegah oleh Bry,"Naik motor Bry aja tan, jalanan lagi macet." Jelasnya.
Rania tak banyak berpikir dirinya menerima helem yang di sodorkan oleh Bry, kemudian menaiki motor milik Bry.
Sepanjang Jalan Rania tak hentinya berdoa, semoga saja Shaka baik-baik saja meski dirinya belum tahu penyebab dan seberapa parah Shaka terluka.
"Shaka, kamu kenapa sih bisa sampai kayak gini!" Cecar Rania yang baru tiba.
Shaka dilarikan kerumah sakit oleh petugas kepolisian yang menemukan Shaka dengan keadaan yang sudah tak sadarkan diri, dan kebetulan Bry sedang melintasi jalan tersebut lantas Bry ikut mengantar Saha kerumah sakit.
"Shaka enggak apa-apa bun. Luka kecil doang." Ucap Shaka dengan entengnya.
Rania menatap tajam sang anak, bagaimana bisa Shaka menyebut semua luka di tubuhnya hanya luka kecil. Shaka mendapatkan sepuluh jahitan di pelipis kirinya, belum lagi sudut bibir yang lebam sementara kakinya di bebat lantaran mengalami sedikit retak pada tulang kering nya.
"Ini kepala mu cuma ada satu! Kalau pecah mau cari dimana ganti kepala ini Shaka!" Suara Rania bergetar, matanya sudah tak bisa membendung air mata.
Shaka merasa bersalah karena membuat bundanya sedih,"Jangan nangis bun, kepala Shaka masih utuh kok." Ucapnya sedikit guyon.
"Shaka keponakan kesayangan tante, siapa yang buat kesayangan tante jadi begini?" Dea baru saja sampai di ruang rawat Shaka, Rania telah mengirim kabar melalui grub WA.
"Biasa tante anak muda." Jawab Shaka, anak ini masih bisa senyum-senyum padahal tubuhnya sudah babak belur tak berbentuk.
Tak lama datang Kim, Aurel, dan Diandra secara bersamaan respon mereka tak jauh berbeda dengan Dea yang ingin mengetahui siapa pelaku pengeroyokan Shaka.
"Shaka, tante kan udah ajarin teknik beladiri kok masih bisa babak belur begini sih." Aurel mengusap luka yang ada di sudut bibir Shaka.
"Ya gimana, satu lawan empat. Jelas Shaka mengalah." Ucap Shaka. Ingat dia bilang mengalah, bukan kalah.
"Heran banget sama kamu Ka, kalau enggak masuk BK ya masuk rumah sakit." Celetuk Diandra.
Tiba-tiba pintu kamar rawat Shaka di buka oleh seseorang dan masuklah kelima laki-laki dewasa yang tak lain dan tak bukan adalah Jayden dan teman-temannya.
"Gimana keadaan Shaka?" Tanya Jayden, pria itu baru saja selesai meeting dan langsung menuju rumah sakit ketika anaknya mengabari jika Shaka masuk rumah sakit.
"Kepalanya harus di jahit sama kakinya sedikit retak." Jelas Rania yang di tanya oleh Jayden.
"Jay, sepertinya ini harus di urus tuntas. Ini sudah bukan kenakalan remaja yang bisa di pandang sebelah mata, ini sudah masuk kasus penganiayaan." Ucap Sagara, dirinya sedikit nyeri melihat keadaan Shaka.
"Benar kata Sagara, kemarin kasus Bry kamu diam kan. Dan ini terjadi lagi sama Shaka, mungkin mereka memang satu kelompok." Kali ini Zain yang angkat bicara, lelaki itu sedikit curi pandang kearah Aurel gadis berlesung pipi yang sedikit menyita perhatiannya.
Rania menatap anaknya,"Coba jelasin sama Bunda, kamu di gebukin kayak gini gara-gara apa?" Cecar Rania, sebab dati tadi Shaka hanya diam saat ditanya soal kejadian yang sebenarnya.
Shaka menatap ke arah Bry karena tadinya masalah ini mau di selesaikan mereka berdua, tetapi sepertinya sulit menghadapi para orangtua di ruangan ini.
Bry mengangguk setuju.
"Bunda ingat waktu di panggil keruang Bk minggu lalu?" Tanya Shaka.
Rania mengangguk, dirinya sangat mengingat kejadian dimana dia adu mulut dengan ibu-ibu bersanggul sebesar sarang tawon.
"Ini sepupunya Rio, katanya dia tidak rela sepupunya masuk rumah sakit." Jelas Shaka tanpa ada yang di tutupi.
"Kamu kenal sama mereka?" Tanya sean, Sean sedikit sibuk dengan handphonenya.
"Enggak om, mereka anak SMA. Kayaknya satu sekolah sama bang Bry." Jelas Shaka lagi, anak itu sedikit meringis merasakan nyeri di kepala dan kakinya.
"Ini beneran lawan yang tidak sepadan." Gumam Kim yang di angguki oleh ke empat sahabatnya.
Tak lama datanglah seorang polisi yang tadi membawa Shaka kerumah sakit, polisi tersebut menginginkan wali dari Shaka untuk ikut ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Jayden mencekal tangan Rania ketika wanita itu ingin pergi,"Biar saya temani." Ucap Jayden.
Rania tidak menolak, dia pikir ada baiknya jika dirinya di temani seseorang.
"Shaka, bunda kekantor polisi dulu kamu sama tante dulu." Ucap Rania, dirinya mengecup puncak kepala Shaka dan kemudian berjalan kelur meninggalkan kamar pasien.
*
*
*
*
*
Rania menatap satu persatu wajah anak-anak yang sudah membuat Shaka babak belur dan masuk rumah sakit, ke empat anak tersebut hanya bisa menunduk takut.
"Dimana anak saya! Berani sekali kalian menahan anak kesayangan saya!" Teriak seorang wanita, penampilannya sangat glamor.
"Mami!" Teriak salah satu anak.
Rania hanya memperhatikan interaksi sepasang ibu dan anak tersebut.
"Ohh, kamu yang berani melaporkan anak saya ke polisi?" Tanya seorang wanita yang bernama Amira.
"Anak nyonya yang sudah membuat anak saya masuk rumah sakit." Jawab Rania.
Rania kesal, bukankah seharunya dirinya yang berhak marah-marah karena anaknya sudah di keroyo habis-habisan. Tapi kenapa pihak pelaku yang justru marah-marah.
"Anak saya tidak mungkin memukuli anak kamu jika tidak ada penyebabnya!" Sentak Amira tak terima anaknya dituduh melakukan kekerasan.
"Tapi kenyataannya memang begitu, anak saya masuk rumah sakit dengan kaki retak dan kepala yang harus di jahit." Rania menatap kearah semua anak-anak yang terlibat.
"Tante mau tanya sama kalian semua, memang apa salah anak tante sama kalian. Sampai kalian tega melukai anak tante?" Tanya Rania.
Semua diam tak ada yang menjawab, sebenarnya ketiga anak itu hanya mengikuti Dika. Dika sepupu Rio yang tak terima jika sepupunya itu dihajar sampai masuk rimah sakit.
"Maafkan kami tante, kami hanya ikut-ikutan. Bahkan kami tidak tahu awal permasalahan nya, hanya saja katanya adik sepupu Dika di hajar habis-habisan oleh anak tante." Ucap Mail salah satu dari tersangka yang mengeroyok Shaka.
Rania menghela nafas dia harua sabar menghadapi para remaja didepannya ini,"Kali ini tante maafkan, tante harap kalian tidak mengulangi lagi. Jangan pernah main hakim sendiri, ingat anak yang kalian pukul itu adalah anak kesayangan tante bahkan tante saja tidak pernah memukulnya." Ucap Rania, wanita itu masih bisa menyunggingkan senyum dan itu membuat Jayden semakin mengagumi sikap ke ibuan Rania.
"Maafkan kami tante, kami benar benar menyesal kami akan meminta maaf langsung kepada anak tante." Ucap Mail yang juga di angguki oleh kedua temanya.
Rania lantas meminta kepolisian untuk membebaskan ketiga anak tersebut, sedangkan Dika yang menjadi dalang dari insiden tersebut memilih melaporkan kembali Rania karena orangtua nya tak menerima jika anaknya di bawa kekantor polisi.
Amara menatap nyalang kearah Rania,"Lihat saja, anak mu akan masuk penjara!" Ucap Amaran.
Rania hanya menggelengkan kepalanya merasa wanita didepannya hanya membesarkan masalah, masalah ini sebenarnya bisa di selesaikan dengan kekeluargaan. Dika hanya perlu mengakui perbuatannya dan meminta maaf maka semua permasalahan akan selesai.
Jayden mendekati Rania, menggenggam tangan nya dan menariknya keluar dari kantor polisi. Jayden pikir masalah ini bisa di selesai kan oleh Sean sang asisten pribadinya, Jayden tak mau jika Rania menjadi pusing apa lagi Shaka masih di rumah sakit mungkin pikiran Rania akan semakin terbebani.
"Heh! Mau kemana kalian? Mau kabur, jangan harap kalaian bisa kabur." Sentak Amira dengan penuh kesombongan.
Rania yang tadinya menurut di ajak pulang Jayden, wanita itu sekarang memutar haluan nya menghadap Amira.
"Memang kamu siapa? Berani mengancam saya!" Ucap Rania.
Rania melipat kedua tangan nya didepan dada kemudin menatap Amira dengan penuh percaya diri.
"Kalau kamu mau melaporkan anak saya, maka lakukan! Laporkan dan jebloskan anak saya ke penjara. Itu juga kalau kamu bisa!" Ucap Rania dengan nada menuh keyakinan, tak gentar sama sekali.
Amira meremas kedua tangannya, dirinya tak terima di remehkan oleh Rania."Kamu belum tahu saya siapa?" Ucapnya dengan sombong.
Saat perdebatan antar Rania dan Amira mulai memanas datanglah seorang pria dan menghampiri Amira.
"Maa, ada apa ini?" Tanya pria tersebut.
Rania bisa menebak bahwa pria itu adalah suami dari Amira.
Sedang Amira tersenyum penuh kemenangan, kali ini dirinya yakin bisa menghancurkan rasa kepercayaan diri dari Rania.
"Paa, lihat anak kita sudah habis di pukuli sekarang di tahan di kantor polisi." Adu Amira pada suaminya.
"Wahh, jago sekali sandiwaranya." Batin Rania.
Satria nama suami Amira, pria itu kini menatap tajam kearah Rania tapi Rania tak takut sama sekali dirinya di pihak benar.
"Jadi kamu yang melaporkan anak saya! " Satria menjeda ucapnya menilai penampilan Rania dari atas sampai bawah kemudian tersenyum remeh. "Kamu terlihatan begitu muda sehingga mana mungkin di usia mu ini sudah memiliki anak sebesar anak saya, saya tahu anak kamu anak haram jadi pantas saja tidak memiliki attitude yang baik." Hina Satria.
Jayden yang mendengar perkataan Satria ingin berbalik menyerang Satria, namun dia urungkan ketika melihat respon Rania.
Rania mengibas rambut panjangnya kebelakang, kemudian tersenyum senyang."Wah, terimaksih atas pujiannya. Wajar dong saya awet muda kan saya ini tidak suka marah-marah, apa lagi bicaranya pakai urat bikin keriput halus di wajah." sindir Rania.
Jayden yang mendengar ucapan Rania sedikit menyunggingkan senyumnya,"Wanita ku memang cerdas." Batinnya.
Amara semakin emosi sengan ucapan Rania yang menyindirnya,"Jaga bicara kamu! Aku akan benar-benar menjebloskan anak haram mu itu!" Bentak Amara.
"Tenang Maa, kita akan memenangkan kasus ini. Dia belum tahu kita dari keluarga mana." Ucap Satria penuh dengan kesombongan.
Rania semakin mengangkat wajahnya memasang wajah angkuhnya,"Memang kalian dari keluarga mana? Aku tidak takut!" Ucap Rania dengan berani.
Jayden yang tak terlihat keberadaan nya oleh sepasang suami istri itu, mengeluarkan handphone nya kemudian menghubungi seseorang dirinya sudah tidak bisa diam saja melihat wanita yang dia sukai di rendahkan oleh orang lain.
"Aku Satria Atmojo, pemilik perusahaan Atmojo.Group." Satria tersenyum penuh kemenangan saat melihat Rania yang terdiam.
"Kenapa dia? Kamu takut setelah mengetahui darimana suami ku berasal, dasar wanita murahan tidak berpendidikan pantas saja anaknya liar. Seorang anak yang tidak tahu siapa ayahnya memang berpotensi menjadi sampah masyarakat!" Hina Amira.
Rania mengangkat satu tangannya dan mengarahkan kepada pipi Amira, tapi di cegah oleh Jayden. Lelaki itu tidak mau jika tangan Rania melakukan hal kekerasan, biar dirinya saja yang membalas.
"Tenang sayang, jang terpancing emosi. serahkan kepada ku." Bisik Jayden.
Rania melirik kearah Jayden dengan mulut yang membeo.
Jayden menggenggam tangan Rania, kemudian menatap kearah Satria dan Amira secara bergantian.
"Berani kalian menghina calon istri dan anak saya!" Sentak Jayden.
Amira yang melihat mata tajam Jayden sedikit begidik ngeri,"Me-memang siapa kamu?" Tanya Amira sedikit gagap.
"Ingat ini baik-baik, saya Jayden Januartha. Lihat pembalasan saya karena kalian telah merendahkan orang yang saya cintai!" Jayden menuntun Rania untuk keluar dari kantor polisi saat Sean dan Zain datang ke kantor polisi.
"Tolong urus." Perintah Jayden kepada Sean.
Sementara Rania hanya diam dengan pandangan yang mengarah kepada tangan nya yang di genggam erat oleh Jayden.
"Benar kata Aurel, duda anak satu memang sangat meresahkan." Batin Rania.
Rania menatap keluar jendela mobil, dirinya dan Jayden harus kembali ke rumah sakit.
Mata Rania menatap setu persatu lampu jalanan yang dirinya lewati, pikiran nya sedikit tidak beres setelah mendengar ucapan Jayden. Dirinya ingin menyangkal bahwa itu semua hanya pembelaan Jayden agar dirinya tidak di rendahkan oleh Amira dan suaminya, tetapi disudut hatinya ada rasa tak terima jika itu hanya pembelaan.
"Jangan goyah Ran, mana mungkin seorang Januartha jatuh hati pada mu. Tentu mungkin tipenya bukan ibu tunggal seperti mu Ran." Gumam Rania dalam hati.
Jayden yang menyadari kegelisahan Rania, mengukurkan tangan nya untuk menggenggam tangan Rania.
Rania menoleh kearah Jayden.
"Apa kamu tidak nyaman dengan sikap ku?" Tanya Jayden.
Rania menarik tangan yang di genggam Jayden,"Saya hanya merasa tidak enak." Ucap Rania.
Jayden sedikit merasa kecewa karena Rania menarik tangannya dari genggaman,"Tidak usah merasa tidak enek, semua yang saya katakan benar adanya." Ucap Jayden.
Rania menatap kembali Jayden,"Apa maksut anda?" Tanya Rania yang semakin gelisah.
Jayden menghentikan mobilnya di sebuah parkiran rumah sakit kemudian menatap kearah Rania.
"Kenapa kamu jadi bersikap kaku kepada ku, bukankah kemarin bahasa mu sudah di rubah?" Jayden melepas sabuk pengamannya kemudian memajukan tubuhnya mendekat kearah Rania.
Jayden memandangi wajah Rania yang terlihat gugup, senyumnya sedikit mengembang melihat wajah gugup Rania yang terlihat menggemaskan.
"Ma-maaf, saya harus turun." Rania mendorong tuh Jayden kemudian buru-buru turun dari mobil dan meninggalkan Jayden yang masih setia memandanginya.
"Dia sangat menggemaskan." Gumam Jayden.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
doubel up thor
2024-10-10
0