Ep 12

"Boss! ini dimana?"

"Kok kayak pesantren, kita mau belajar ngaji boss?"

"Kalian bisa diam enggak!"

Satria menatap jengah kedua sahabatnya itu, mereka selalu saja berisik tetapi anehnya dirinya justru betah berteman dengan Vino dan Baim yang notabennya adalah bocah bocah berisik dan usil.

"Galak amat si Sat! kitakan cuma tanya."

"Sensi bener."

Bry tidak menghiraukan keributan yang di timbulkan oleh ketiga sahabatnya itu, dirinya justru sibuk mengotak atik handphone nya untuk menghubungi seseorang.

"Bang!"

pucuk di cinta ulam pun tiba, seseorang yang dinantikan Bry akhirnya datang juga.

"Maaf ya telat, ini salahin makhluk aneh satu ini."

Shaka menunjuk jengkel ke arah Kanaya, teman kecilnya itu lama sekali berganti pakaian karena mereka habis praktek olah raga.

Kanaya melirik malas kearah Shaka,"Nunggu setengah jam aja di ribetin."

"Lo tuh lama! mana ada setengah jam, sejam lebih gue nunggu lo cuma buat ganti baju ya."

Kanaya melotot,"Awas lo! gue aduin bunda."

"Dasar tukang ngadu."

kedua remaja SMP itu asyik dengan pertengkaran mereka sampai melupakan keberadaan Bry dan juga teman-temannya.

"Sat, mereka siapa?"

"Mana gue tahu."

"Ni bocil masih lama enggak sih berantem nya."

Kanaya yang mendengar bisikan goib pun langsung menatap Baim dan memandangnya tajam."Apa!"

"Dih galaknya." Cicit Vino.

"Kenapa mau gue colok mata lo."

"Santai cil."

Shaka menahan Kanaya yang akan menyerang teman Bry, bahaya kalau Kanaya sudah mencak-mencak.

"Maaf ya bang, teman saya lagi PMS."

Bry dan yang lainnya hanya menganggu dan tak lagi menyahuti atau bahkan memandang Kanaya, mereka tahu seberapa berbahayanya perempuan yang sedang PMS.

"Kita mau apa disini?"

"Gini bang, biasanya kita di hari sabtu akhir bulan selalu membagikan makanan di yayasan abah Yusuf bersama Bunda. Tapi karena Bunda sedang sakit jadilah gue dan Kanaya yang mewakilkan."

Bry mengangguk paham,"Nah apa yang bisa gue dan temen gue bantuin?"

"Gampang, kita tinggal bagiin makanan dan juga hadiah untuk anak-anak yayasan."

"Oke..."

Setelah menjelaskan apa yang harus Bry dan temannya lakukan, Shaka dan Kanaya mengajak mereka semua untuk menemui abah Yusup selaku pemilik yayasan Al-Jannah ini.

"Assalamualaikum, abah."

Shaka mengucapkan salam sebelum masuk kedalam rumah milik abah Yusuf.

"Wa alaikumsalam, silahkan masuk."

Mereka berdua bersalaman dengan abah Yusuf begitu juga Bry dan juga teman-temannya, Abah Yusuf menyambut mereka dengan baik karena memang abah Yusuf tahu tujuan kedatangan Shaka dan Kanaya ke yayasan nya.

"Kalian tidak bersama Bu Rania?"

"tidak abah, Bunda sedang ada urusan jadi kali ini saya dan Kanaya yang mewakilkan."

Yusuf mengernyit,"Urusan apa? tidak biasanya bunda mu melewatkan kegiatan yang dia sukai sedari remaja?"

"Bunda lagi sakit Abah, lagi di rawat dirumah sakit."

Kanaya menjawab pertanyaan Yusuf dengan wajah sedih, anak perempuan itu sedih lantaran belum bisa menjenguk bunda kesayangannya itu karena orangtua nya dan dirinya baru saja kembali dari kota Bali.

"Astagfirullah, bunda mu sakit apa?"

Yusuf nampak khawatir dengan berita kecelakaan dari Rania, tetapi Shaka menjelaskan bahwa bundanya sudah membaik.

"Nanti abah kesana jenguk bunda, kirim alamat rumah sakitnya."

"Baik abah."

Tak lama datanglah seorang anak perempuan mungkin usianya di atas Bry dua tahun, dia adalah Aruna Hannasta anak satu-satunya abah Yusuf. Mengapa anak satu-satunya karena istri dari Yusuf sudah berpulang saat melahirkan Aruna dan dia tidak ada niatan untuk menikah lagi.

"Assalamualaikum kak Runa."

Runa adalah panggilan kesayangan dari Shaka dan Kanaya untuk Aruna karena biasanya semua murid atau penghuni yayasan memanggilnya dengan sebuta Hanna.

"Wa alaikumssalam."

Aruna menjawab salam Shaka dan Kanaya dengan lemah lembut dan juga senyuman yang manis, bahkan Bry memandangnya dengan tanpa berkedip.

"Aku dengar Bunda Rania sedang sakit?"

"Iya kak Runa, bunda tidak bisa ikut."

"Aku doakan bunda Rania cepat sembuh."

Setelah itu Aruna kembali masuk kedalam rumah dan melanjutkan kegiatannya untuk mengajar anak-anak kecil mengaji.

"Kalau begitu mari kita mulai kegiatannya, karena hari sudah mulai sore."

"Baik abah."

Shaka dan yang lainnya menuju mobil Kanaya dan menurunkan semua makanan dan juga hadiah untuk santri dan juga anak yatim piatu yang menghuni yayasan itu.

"Assalamualaikum"

"Wa alaikumssalam, kaka Kanaya..."

"Sore ini kakak dan kak Shaka dan juga ada kakak baru loh, ini namanya kakak Bry, kakak Vino dan kakak Baim. Mereka mau kasih kalian makanan dan juga hadiah, hayuk bilang terimakasih."

Semua anak memandang kearah Bry dan juga teman-temannya,"Terimaksih kakak..."

"Sama-sama."

Mereka pun akhirnya membagikan semua makanan dan juga mainan untuk para anak-anak, saat yang lain sibuk membagikan makanan dan juga hadiah. Bry justru terdiam memandang kearah pemandangan yang menurutnya adalah pemandangan yang sangat indah.

Di sebuah pondok kecil terlihat Aruna sedang mengajari bocah sekitar umur lima tahun memabaca doa makan, dengan telaten Aruna mengajarkan pada mereka bagaiman cara menikmati dan bersyukur atas rezeki yang mereka dapat.

"Cantik ya bang?"

Bry mengangguk.

"Kayak bidadari?"

Lagi Bry hanya mengangguk.

"Senyum nya manis kan?"

Dan lagi Bry mengangguk tanpa sadar.

"Abah! bang Bry suka sama kak Runa."

Jeritan Kanaya membuat semua mata memandang Bry dan seketika Bry tersadar dari lamunan nya, memang semprul si Kanaya ini pantas saja dia betah temenan sama Shaka yang tengil.

Tanpa disadari Bry, Aruna pun juga memandang kearah Bry dengan malu-malu karena dia tahu memandang lawan jenis yang buka muhrim nya adalah haram.

"Maafin bang, dia memang agak norak."

Shaka menggandeng Kanaya menjauh dari Bry sebelum Bry mengamuk Kananya, Kanaya belum tahu saja kalau Bry adalah ketua geng dari Blue Ice.

"Apaan sih narik tangan gue!"

"Lo enggak boleh gitu sama bang Bry."

"Gue bercanda doang, elah."

Sedikit ada penyesalan di hati Kanaya, memang tidak seharusnya dia jahil begitu kepada Bry yang baru dia kenal.

"Dia itu ketua geng Blue Ice, lo mau di kerjain sama anggotanya."

Kanaya yang mendengar ucapan Shaka sontak saja melotot tak percaya, benarkah Bry yang ada tak jauh darinya adalah ketua geng yang di takuti para anak sekolah itu.

"Lo enggak lagi nakutin gue kan?"

"Gue justru menyelamatkan nasib lo, minta maaf sana."

Kanaya meraih tangan Shaka,"Temenin, gue takut."

Kanaya berdiri dibelakang Shaka dia sedikit mengintip untuk memandang Bry yang berdiri tak jauh dari nya dan Shaka, Kanaya sama sekali tidak tahu kalau Bry adalah ketua geng yang selama ini selalu di bicarakan dikalangan teman-temanya.

"Bang, ada yang mau minta maaf." Shaka melirik kebelakang.

Shaka menarik tangan Kanaya sampai tubuhnya terseret kesampingnya,"Buruan minta maaf kalau elo enggak mau kena msalah."Shaka sengaja menakut nakuti Kanaya.

Dengan gugup dan rasa takut Kanaya memberanikan diri untuk meminta maaf.

"Bang maafin ya, tadi gue udah jahil. Maaf..."

Shaka tak bisa menahan tawanya melihat nyali Kanaya bagaikan kerupuk yang terkena air alias menciut, Shaka benar-benar puas mengerjai Kanaya kali ini.

"Hahahaa..."

Kanaya yang di tertawakan langsung mendelik kearah Shaka,"Sialan." Bisiknya.

"Udah jangan di kerjain lagi kasihan anak orang." Ucap Bry yang langsung saja pergi.

Plak...

Satu pukulan mengenai lengan Shaka dengan kerasnya,"Duh! kok di pukul."

"Elo sialan! ngerjain gue." Kesal Kanaya.

"Sshhtt, mulutnya. Anak perempuan enggak boleh ngomong kasar, udah sekarang pulang katanya mau lihat bunda."

Shaka merangkul tubuh Kanaya membawa gadis itu masuk kedalam mobilnya, kegiatan hari ini cukup sampai disini.

******

"Maaf aku enggak bisa menikah sama kamu."

Rania mengalihkan pandangannya dari wajah lelaki yang baru saja memintanya untuk menjadi istrinya.

"Kenapa?"

"Aku tahu kamu ingin menikahi aku lantaran kamu merasa bersalah, pernikahan bukan untuk main-main."

"Aku tidak pernah main-main dengan kata-kata ku."

Jayden meraih tangan Rania namun di tolak oleh Rania, wanita itu sangat trauma dengan yang namanya ajakan pernikahan. Dulu dia memang hampir menikah dengan lelaki yang dia cintai dan mencintai nya tetapi apa yang dia dapat? keluarganya menginginkan Rania meninggalkan Shaka, jelas saja itu membuat hatinya sakit.

"Maaf aku tetap tidak bisa, aku dan kamu berbeda!"

Rania meninggalkan Jayden yang masih duduk dan menatapnya dengan tatapan sedih, dia ingin menikahi Rania bukan karena vonis dokter yang mengatakan jika Rania akan sulit memiliki anak. Tetapi Jayden memang tertarik dengan Rania sejak awal bertemu, hanya saja mungkin ini terlalu terburu-buru.

Jayden mengejar Rania yang sudah masuk kedalam ruangan pasien,"Ran..." Mohon nya.

"Apa?!"

"Tolong pertimbangkan."

"Aku enggak bisa, aku enggak mau menikah hanya untuk menebus kesalahan. Aku sudah katakan kepada kamu bahwa aku tidak menyesal telah menyelamatkan Bry, dan aku sudah cukup punya Shaka aku tidak apa-apa jika dimasa depan tak memiliki keturunan."

Yah memang bagi Rania, Shaka sudah lebih cukup dari apapun baginya dia tak perlu siapa pun atau bahkan seorang suami sekalipun.

"Tapi Ran..."

Belum juga Jayden melanjutkan ucapanya, para anak-anak sudah sampai di ruangan rawat Rania. Jayden nampak frustasi lantaran anak-anak itu datang tidak tepat pada waktunya, bukan berarti Jayden tidak suka.

"Daddy, disini?"

Bry mendekati Jayden.

"Iya baru sampai, Daddy hanya ingin mengecek kedaan tante Rania."

Jayden berjalan mendekati sofa dan duduk disana, dia menghela nafasnya pelan hatinya serasa nyeri lantaran di tolak mentah-mentah oleh Rania.

"Bundaa!!"

Kanaya yang baru masuk langsung saja menghambur memeluk Rania, dia memeluk Rania dia sangat merindukan bunda baik hatinya itu. Mengapa di juluki baik hati karenan jika mama papa Kanaya bilang tidak, maka Rania akan bilang iya dan mendukungnya sepenuh hati dan itu yang membuat Kanaya percaya diri.

Rania mengelus puncak kepala Kanaya dengan sayang itu membuat Bry mengernyitkan keningnya, memang sedekat itukah Rania dengan anak-anak.

Shaka yang paham raut waja Bry pun berbisik,"Dia anak kesayangan bunda, kalau ada dia gue jadi anak tiri."

Bry menatap Shaka dengan miris, kasihan seklai Shaka bahkan bundanya lebih menyayangi Kanaya anak perempuan bertubuh mungil dan sedikit menyebalkan itu.

"Bunda, sakit kenapa? kok bisa luka? pasti ini gara-gara Shaka, dia bendel ya bun. Udah bun! tuker aja dia sama anak kucing atau gift away aja dia banyak yang mau kok."

Kanaya menatap tajam kearah Shaka, semantara Shaka yang di tuduh yang buka-bukan pun mendengus kesal.

"Apa!"

"Kamu jangan nakal dong, jangan bandel! kasihan bunda aku."

Shaka mendelik,"Mulai deh dramanya, pengen banget gue buang ke rawa nih bocah."

"Lihat bun, Shaka pasti jelekin aku dalam hatinya."

Rania hanya tersenyum melihat pertengkaran antara Shaka dan Kanaya, mereka itu adalah penghibur hatinya yang sedang lara.

"Kanaya, enggak boleh gitu sama Shaka. Shaka ini anak mami juga loh."

Mami Dinda dan Papi Arjun baru saja sampai, mereka memang tidak datang bersama karena Kanaya memilih datang kerumah sakit bersama Shaka dari pada orangtuanya.

Kanaya cemberut,"Senengkan lo, dibelain mami."

Shaka mendekat keraha Dinda dan memeluk maminya itu,"Mii lihat itu anaknya nakal." Adunya.

Interaksi didalam ruangan itu membuat hati Bry menghangat meski dia tidak terlibat tetapi semua momen itu mmebuat hatinya merasa senang dan sedikit bahagai.

"Kak Dinda bukanya di bali?"

"Aku baru aja datang tadi malam, Diandra bilang kamu kecelakaan jadi aku dan mas Arjun langsung memutuskan untuk pulang." Dinda memandang anaknya,"Kamu tahukan sesayang apa dia sama kamu, pasti dong dia bakal memaksa kami untu segera pulang."

"Iya Ran, Kanaya nangis semalaman aku dan maminya bingung mau gimana." Ucap Arjun.

"Dasar cengeng." Ejek Shaka.

"Bun..." Rengek Kanaya.

"Shaka jangan gitu."

Rania menatap ke arah Bry yang berdiri di samping Shaka,"Kak kenalin ini Bry, dan itu mas Jayden."

Arjun yang sedikit familiar dengan wajah Jayden langsung saja mendekatinya dan mengajaknya berjabatan tangan, siapa yang bisa lupa dengan wahah orang kaya nomor 1 dinegara nya.

"Pak Jayden?" Sapa Arjun.

"Anda, Arjun Pangestu Abraham bukan?"

"Wahh, sangat senang mendengar anda mengingat saya."

"Senang bertemu anda..."

Mereka berdua saling berjabat tangan, kemudian Dinda mendekat karena merasa penasaran.

"Papi kenal?"

Arjun menatap istrinya,"Ini mii, pemilik Januarta.Group yang waktu itu ambil proyek punya bareng papa." Terang Arjun.

"Ohh, dia bukannya saudaranya Kimberly ya?" Tanya Dinda.

"Loh, anda kenal sama sepupu saya?"

"Tentu, sama papa mama nya juga saya kena."

"Wah, dunia sangat sempit." Ucap Jayden yang tak percaya.

Orang dewasa semuanya sibuk berbincang tentang bisnis, semantara Rania tengah berkutik bersama tiga remaja berbeda gender ini.

"Bun suapin Shaka..." Rengek Shaka.

"Kanaya juga ya..." Kanaya tak mau kalah.

Sementara Bry hanya dia saja, tak tahu harus bagaiman.

"Sinikan piring nya, mau makan sama apa?" Tanya Rania.

"Shaka mau ayam kecap..."

"Naya mau ikan bun..." Kanya menatap ke arah Bry.

"Bang Bry enggak mau di suapin bunda juga, sekalian seru tahu." Ucapnya.

Bry hanya diam tetapi tatapannya menatap kearah Rania, dia ingin sih di suapi tapi dia gengsi.

"Sudah, biar bunda suapi semuanya. Abang mau apa?"

"Aku mau ayam aja." Ucapnya lirih.

Baiklah sekarang memang jam makan malam, dan anak-anak remaja ini sangat kelaparan. Rania menyuapi ketiganya dengan tangan karena akan lebih mudah, semua dapat kebagian jatah suapan dari Rania.

"Teman abang tadi kok enggak di ajak kesini?" Tanya Kanaya di sela makannya.

"Meraka udah di suruh pulang sama orangtuanya." Jawab Bry.

Kanaya hanya mengangguk tak ingin berbicara, dan mereka semua makan dengan diam dan lahap.

"Kanaya ayo pulang, sudah malam. Besok kan bisa jenguk bunda lagi." Bujuk Dinda.

"Tapi tante Dea mau kesini, mii. Kanaya mau nginap aja boleh enggak?"

"Enggak bisa, kamu mau tidur dimana? memang kamu bisa tidur di lantai?"

Kanaya melirik semua sudut ruangan dan dia tak melihat ada kasur atau alas lainnya di sana, Kanaya cemberut kecewa dia kan memang tak akan pernah bisa tidur di lantai pasti nanti lansung sakit.

"Iya udah, Kanaya pulang. Tapi besok kesini ya mii..." Rayunya.

"Iya, sudah pamit sana..."

Kanaya berajalan kedelam lalu ber pamitan,"Bunda, Kanaya pulang dulu..."

"Iya, hati-hati. Salam buat kakek dan nenek ya..."

"Okee..."

Sebelum pulang Kanaya menghampiri Shaka kemudian berpamitan," Gue balik dulu jangan lupa jagain bunda..."

Kanaya memeluk tubuh Shaka memang itu adalah kebia saan mereka dari kecil, dan mereka tak ada yang keberatan.

"Tidur yang nyenyak, jangan begadang." Shaka mengusap puncak kepala Kanaya denga lembut.

Bry yang ada di samping mereka hanya bisa menggeleng, kelakuan para bocil gen Z memang beda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!