Jayden dan Rania berada di rumah sakit Januartha Medika, rumah sakit ini berada dibawah naungan Januartha.corp yang berarti ini milik Jayden.
Sebelum masuk kedalam ruangan dimana istri dan anak dari seorang lelaki bernama Bram, Jayden memutuskan untuk menghubungi orang kepercayaan nya untuk mengirim data-data dari ibu dan anak yang di claim sebagai korban keracunan makanan.
"Lihat! Istri saya terbaring lemas dan anak saya masih sangat kecil untuk mendapatkan suntikan, apa kamu sejahat itu sampai mau meracuni pelanggan." Ucap Bram dengan wajah seolah paling sedih.
Rania menatap lamat-lamat wajah wanita yang mungkin seusia di bawahnya, mata Rania menelisik sesuatu yang ada di ujung bibit dan mata wanita tersebut.
"Apakah keracunan makanan menimbulkan lebam, tapi ini seperti bekas pukulan." pikir Rania.
Pintu berdecit dan masuklah Jayden dengan map di tangan nya, Jayden tidak menampilkan ekspresi apa-apa bahkan Rania pun sulit menebak hanya saja auranya sedikit menyeram kan.
"Kalian sudah lihat kan, bagaiman keadaan anak dan istri saya jadi saya harap kalian bayar konpensasinya dengan nominal yang sudah di sebutkan tadi." Tuntut Bram, dia tidak akan melepaskan kesempatan emas ini.
"Kamu yakin mereka keracunan?" Jayden bertanya dengan nada rendah.
"Iya memang itu faktanya, apa kalian tidak bisa melihat sendiri." Bram menunjuk istri dan anaknya yang terbaring lemah.
Jayden menyeringai, sementar Rania hanya diam melihat apa yang akan dilakukan lelaki yang sedari tadi mengandeng tangan nya itu.
"Mana ada manusi keracunan tetapi mengalami parah rulang di bagian rusuk dan tangan, belum lagi lebam akibat sebuah pukulan." Ucap Jayden, Jayden tak bisa bersikap ramah atau lembut. Karena Bram adalah seorang suami yang telah melakukan sebuah KDRT terhadap istri dan anaknya.
"Kamu jangan asal bicara! Saya tidak melakukan itu, oh... Kalian sengaja memfitnah saya untuk lari dari tanggung jawab." Ucap Bram dengan wajah mengeras, pria ini seolah menantang Jayden.
Jayden melempar map yang dia bawa,"Kamu kira saya tidakk tahu, apa penyebap istri dan anak kamu masuk rumah sakit." Ucap Jayden dengan dengan wajah mengetat, bagaiman bisa lelaki ini meng claim bahwa istri dan anaknya keracunan sedangkan hasil pemeriksaan mengatakan mereka mendapat luka fisik karenan pukulan.
Wajah Bram mulai pias, bagaimana bisa Jayden memiliki hasil pemeriksaan anak dan istrinya.
"Ini bohong kalian semua bersekongkol untuk menjebak saya, saya akan laporkan kalian ke polisi. Saya akan laporkan atas tuduhan pencemaran nama baik." Ucap Bram dengan percaya dirinya, bahkan dia masih belum sadar siapa yang sedang dia hadapi.
Sementara Jayden sedang berdebat dengan Bram, Rania justru menerima telfon dari seseorang.
"Hallo, Ndra... Aku lagi di rumah sakit." Ucap Rania, dirinya memilih untuk sedikit menjauh agar dia bisa mendengar jelas suara Diandra.
"Loh! lo sakir lagi? Atau luka nya terbuka?" Tanya Diandra dengan nada cemas.
Rania sangat hafal betul bagaimana tabiat dari Diandra, sahabatnya itu memang panikan.
"Enggak ada yang sakit tenang ya, gue lagi ngurusin pelanggan gue yang katanya keracunan makanan gue. Tapi aneh badan nya lebam semua, kalau menurut gue sih dia KDRT." Ucap Rania sedikit berbisik.
"Kok bisa KDRT sih, lo di jebak itu. Mana mungkin orang keracunan bisa lebam gitu, tunggu gue disana." Ucap Diandra.
Belun juga Rania membalas tetapi sambungan telfon sudah terpuru, Rania hanya bisa menggeleng saat melihat layar telfon nya.
"Ck, kebiasaan..." Decak Rania.
Rania kembali mendekat kearah Jayden namun tangannya di sentuh oleh tangan mungil yang lemah, Rania berhenti kemudian memperhatikan anak kecil yang disebut sebagai anak Bram.
"Tolong jangan pujul mama, kasihan mama. Pukul Rio saja jangan mama. Ampun papa." Gumam anak tersebut.
Rania menempelkan punggung tangan nya ke kening anak tersebut.
"Demam nya tinggi sekali." Gumam Rania yang seketika merasa Cemas.
Rania mengusap peluh yang ada di kening anak lelaki yang usianya sekitar empat tahun itu, wajahnya sangat pucat bibirnya kering badan nya sangat kuru.
"Ya Tuhan, apa kah anak ini memang benar anak lelaki itu. Kenapa seperti anak yang sangat terlantar." Gumam Rania, Rania menatap nya dengan sangat sedih membayangkan jika dihadapannya adalah Shaka. Bagaimana jika dulu Shaka tidak ikut dengan nya dan malah di ambil oleh keluarga sang ayah mungkin Shaka akan sama menderitanya.
Terlalu fokus kepada anak didepannya, Rania sampai tak sadar Jayden sudah berdiri tepat dibelakangnya.
"Apa kamu begitu sedih melihat anak ini?" Tanya Jayden, Jayden bisa melihat kecemasan dann kesedihan dimata wanita yang dia sukai itu.
Rania menghapus jejak air matanya, pikiran nya membuat air matanya jatuh begitu saja."Ah, maaf aku tidak sadar jika menangis." Ucap Rania buru buru menghapus air matanya.
Jayden menghentikan tangan Rania, kemudin menyentuh pipi yang basah itu."Jangan sedih, jangan menangis aku akan membantu mereka. Jangan begini, ini membuat hati ku nyeri." Ucap Jayden menatap lamat kearah manik hitam milik Rania.
Rania berhenti berkedip dan menatap lama wajah Jayden,"Kenapa wajahnya tiba-tiba setampan ini."Batin Rania.
Jayden meniup bulu mata Rania, dan membuat Rania tersadar dari kekagumannya terhadap ketampanan Jayden yang baru saja dia sadari.
"Apa aku setampan itu?" Goda Jayden.
Rania mengalihkan pandangannya,"Apa! Siapa yang tampan." Sewot nya.
Jayden menahan tawanya ketika mendapati wajah Rania yang memerah karena malu,"Kamu sangat manis." Gumam nya.
Rania memukul bahu Jayden karena merasa gugup,"MINGGIR." Ketusnya.
Rania semakin pusing dengan tingkah Jayden yang sangat terang-terangan mengutarakan perasaan nya kepada dirinya, Rania bukan tak mau menerima lamaran Jayden.
Tetapi hanya saja apakah keluarga nya bisa menerima Rania dan Shaka, terlebih lagi keadaan Rania yang kemungkinan tidak bisa mengandung membuat Rania semakin minder.
.
.
.
.
.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, Diandra akhirnya tiba di rumah sakit bersama Dea. Tadinya Kimberly juga mau ikut, tetapi dia masih ada meeting dengan koleganya. Kimberly bekerja di sebuah perusahaan sebagai kepala keuangan, meski asal usulnya telah terbongkar Kimberly tetap bekerja di perusahaan nya sekarang.
"Dea, lo liat wanita itu?" Tunjuk Diandra pada salah satu wanita yang mengenakan selendang dan kacamata hita.
Dea menatap kearah yang ditunjukkan oleh Diandra,"Ehh....itu bukannya Aurel?" Dea semakin menatap tajam wanita yang sedang bicara dengan seseorang.
"Ngapain dia disini, dan kenapa juga dia berpenampilan seperti itu." Heran Diandra, dirinya sangat tahu bagaimana watak dari sahabatnya itu. Aurel adalah wanita yang gila kepopuleran jadi mana mungkin dia menyembunyikan penampilannya.
"Kita temui dia, kita tanya dia sebenarnya kemana selama ini." Ucap Dea, keduanya akan mendekat namun urung karena teriakan dari seseorang.
"Andra, Dea... Disebelah sini." Teriak Rania.
Keduanya berhenti dan mengalihkan pandanganya, terlambat wanita itu sudah tidak ada di tempat.
"Koh hilang Ndra?" Tanya Dea celingukan.
"Mungkin bukan Aurel, kita sebaiknya ke Rania sekarang." Ajak Diandra.
Akhirnya keduanya kembali menuju ruangan yang di maksut oleh Rania, sementara di sudut rumah sakit ada sepasang mata yang mengamati keduanya.
"Kalian tadi mau kemana? Gue panggilin juga." Kesal Rania, dia sudah hampir kehabisan suara tetapi kedua sahabatnya tak sadar juga.
"Duh, maaf ya bukan enggak denger tapi tadi..." Belum juga selesai ucapan Dea, tetapi sudah di potong dengan Diandra.
"Tadi kita lihat ada bule ganteng, lo kan tahu selera kita kan memang bule gitu kan. Iya kan Dea." Diandra melirik tajam Dea dan mencubit kecil lengan Dea agar mengerti kode darinya.
Dea yang paham pun langsung mengangguk,"Iya bener kok, ganteng banget." Ucap Dea.
Rania berdecak,"Ohh gue kira ada apa."
Diandra sedikit tenang, jika saja Dea benar-benar mengatakan jika melihat Aurel. Dirinya pasti tahu akan seperti apa suasana hati Rania, Rania pasti akan langsung merasa bersalah. Merasa bahwa Aurel benar-benar menjauhi nya, tanpa alasan yang jelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
doubel up thor
2024-11-07
1