Hari ini Saha dan Bry mulai masuk sekolah karena mereka masih dalam suasana ujian, terlebih lahi Shaka yang akan menghadapi ujian nasional untuk kelulusan.
"Bunda, Shaka berangkat dulu."
Shaka menyalimi Rania kemudian memeluk dan mencium kening Rania.
"Bunda jangan aktifitas yang berat dulu, pokok nya istirahat aja."
Shaka memberi peringatan kepada sang bunda, meski bundanya sudah terlihat lebih baik tetap saja Shaka takut jikalau sesuatu hal yang buruk kembali terjadi.
"Iya bawel sudah sana berangkat."
Rania menangkup wajah Shaka kemudian mengecup pipi kiri dn kanan Shaka, anak remaja itu tak pernah protes meski dia bukan anak kecil lagi.
Rania menatap Bry kemudian merentangkan tangannya, memberi isyarat bahwa Rania ingin memeluk Bry.
"Sini..."
Bry perlahan berjalan mendekat Rania, kedua matanya terbelalak dikala tangan Rania menangkup wajahnya persis seperti Shaka tadi kemudian Rania mencium kedua pipi Bry secara bergantian.
"Abang Bry hati-hati, jangan ngebut dan semangat sekolahnya."
Bry yang masih sedikit asing dengan perlakuan Rania, hanya bisa mengangguk kaku dirinya tidak tahu harus melakukan apa atau harus membalas Rania dengan kecupan juga.
"Kami berangkat bun."
Rania mengangguk dan melambaikan tangan, selanjutnya Rania harus bersiap bertemu dokter untuk membicarakan prihal pemulihan dan keadaannya sekarang.
"Boleh aku bantu."
Entah kapan Jayden masuk kedalam ruangan VVIP tersebut, Rania sedang fokus menyisir rambutnya dengan sedikit kesusahan lantaran bagian luka di perutnya yang terasa nyeri saat Rania menggerakan tubuhnya.
"Jika tidak merepotkan..."
Jayden mengambil alih sisir yang ada di tangan Rania, kemudian dengan perlahan menyisir rambut panjang yang berwarna hitam legam itu dengan lembut agar tidak melukai Rania.
"Jam berapa konsultasi kedokternya?"
"Setengah jam lagi."
Jayden meletakkan sisir di atas nakas disampingnya, Lelaki itu menatap perempuan yang ada di depannya.
"Aku mengucapkan banyak terimakasih kepada kamu, karena kamu sudah melindungi putra ku. Maaf karena masalah ku, kamu jadi celaka. Memang seharusnya aku tidak melibatkan orang lain."
Rania menatap ke arah Jayden,"Aku tidak merasa terbebani, aku hanya melakukan apa yang memang seharusnya aku lakukan."
Jayden meraih tangan Rania yang terdapat luka goresan disana, kemudian mengecupnya.
"Terimakasih."
Rania sedikit terkesima dengan perbuatan Jayden, dirinya memang belum lama mengenal Jayden tetapi dia bisa menilai orang seperti ap Jayden itu.
"Permisi, maaf mengganggu waktunya. Bu Rania sudah di tunggu oleh dokter Keysa."
Perawat membuat kedua sejoli itu sedikit kikuk.
"Baik kami akan segera kesana."
Jayden membantu Rania untuk duduk di kursi roda, dengan ringan Jayden membopong tubuh Rania kemudian dia dudukkan di kursi roda.
"Terimakasih..."
Rania sedikit malu karena Jayden tak sengaja menyentuh area sensitifnya didada, Lelaki itu kemudian meminta maaf dan Rania hanya mengangguk karena tahu bahwa itu ketidak sengajaan
Jayden mengangguk,"Ayo kita temui dokter."
Jayden mendorong kursi roda yang diduduki Rania menuju ruangan dokter Keysa, dokter yang menangani Rania dari awal Rania dilarikan kerimah sakit.
"Selamat pagi dok..."
Rania menyapa dokter Keysa.
"Pagi bu Rania, gimana keadaan nya sekarang?"
Dokter Keysa memeriksa area luka di perut Rania setelah Rania berbaring di brankar pasien, tentu saja Jayden membantu Rania.
"Lukanya tidak ada infeksi, bahkan sudah mulai mengering dan luka kecil lain nya juga menunjukan kondisi yang mulai membaik."
Jayden mengalihkan pandangannya kesudut lain dikala dokter Keys membuka baju Rania untuk melihat lukanya, sementara Rania sedikit malu karena takut dilihat oleh Jayden.
"Sejauh ini lukanya menunjukkan hasil yang baik, tetapi saya ada berita buruk dan saya harap ibu maupun bapak bisa menerimanya."
Jayden dan Rania saling pandang, entah kenapa keduanya sedikit merasa ketakutan dan ingin saling menguatkan.
"Jadi karena tusukan di sebelah perut bagian kanan bawah sangat dalam dan berakibat fatal karena mengeni area indung telur, kami terpaksa mengangkat indung telur bagian kanan milik bu Rania..."
Rania meremas jemarinya, dirinya berusaha mengutkan diri.
"Jadi sangat berat hati say katakan, kelak sat bu Rania ingin memiliki keturunan mungkin akan sedikit terkendala."
Jayden melirik Rania yang terlihat tenang, ketenangan Rania membuat perasaan Jayden menjadi gusar.
"Terimakasih dokter sudah menyelamatkan nyawa saya, dan mengambil tindakan yang tepat."
"Itu sudah menjadi kewajiban saya, saya harap ibu tidak berkecil hati karena saya yakin ibu bisa memiliki keturunan meski sedikit agak susah jalan nya."
"Anak adalah titipan dari alloh, saya hanya bisa berserah diri."
Setelah itu Jayden dan Rania keluar dari ruangan Jayden, namun Rania tidak mau kembali ke kamarnya di ingin ketoilet.
"Aku ingin ketoilet, anda bisa kembali ke kamar duluan"
Rania dengan sekuat tenaga berdiri dari duduknya dan berusaha berjalan, meski nyeri tetapi Rania bisa mengatasinya.
"Biar aku bantu."
Jayden meraih tubuh Rania untuk di papah, namun Rania menolak.
"Aku bsia sendiri."
Rania dengan tertatih berjalan menuju toilet, sedang Jayden hanya bisa mengikutinya dari belakang dengan jarak yang cukup jauh.
Jayden tahu bahwa Rania sedang menangis karena tubuhnya terlihat bergetar, dirinya tahu Rania adalah wanita yang tangguh dan tidak ingin terlihat lemah di hadapan orang.
Jayden berhenti tepat didepan pintu toilet wanita, dari luar Jayden bisa mendengar isakan pilu dari Rania. Dirinya ingin sekali merengkuh tubuh mungil yang sedang rapuh itu, tapi apa daya nyata ya dirinya lah yang menyebabkan penderitaan untuk wanita itu.
.
.
.
.
.
Seorang anak lelaki sedang asyik menikmati makam siang nya di kantin namun dengan tiba-tiba datanglah perusuh.
"Woy! Jadi enggak nanti?"
Shaka tersedak kuah bakso karena di tepuk punggung nya dengan tiba-tiba.
"Uhhuukk... Lo bisa enggak sih kalau datang pakai salam! Jangan datang kayak demit."
Shaka menatap tajam anak perempuan yang malah tersenyum jahil di samping nya itu.
"Ehehee... Maaf."
Kanaya Chyma Abraham adalah teman Shaka dari sekolah dasar karena orangtua mereka merupakan teman dekat, Kanaya merupakan keponakan dari Diandra.
"Kalau gue mati keselek kuah bakso gimana?"
Shaka melanjutkan makannya dengan hati setenah dongkol.
"Tenang nanti gue bantuin ngubur."
Shaka mendengus kesal,"Enak aja!"
"Gimana keadaan Bunda? gue belum ke rumah sakit soalnya bari balik dari bali."
Kanaya menunjukkan sebuah paper bag kepada Shaka.
"Buat lo semua, nanti buat bunda. Gue yang anter."
Shaka menerima paper bag itu dengan mata berbinar, Kanaya memang teman terbaik.
"Makasih."
Kanaya mengangguk,"Jadi nanti kita jadi ke yayasan abah yusuf?"
"Jadi dong, gue kan udah nyari bal bantuan kali ini pekerjaan kita bakal ringan."
Kanaya menyipitkan matanya curiga, kali ini ulah iseng apa lagi yanh di lakukan oleh teman kecilnya itu.
"Elo enggak lagi merencanakan rencana jahat kann?"
"Elahh, curigaan mulu percaya sama gue."
Shaka menepuk dadanya dengan percaya diri.
Sementara Kanaya hanya bisa menggeleng dengan sikap Shaka yang tengil
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Reni Anjarwani
doubel up
2024-10-21
0