Ep.10

Mata lentik itu mulai terbuka, tenggorokan nya terasa kering bahkan tubuhnya terasa sakit dan susah untuk di gerakkan.

Rania membuka matanya perlahan, cahaya mulai memasuki retinanya. Rania mengingat kembali apa yang sudah terjadi padanya, tangan nya bergerak perlahan menyentuh luka bekas tusukan di perut nya.

"Akhh..."

Rania merasakan nyeri di luka jahitan nya karena obat biusnya sudah habis.

"Ran, kami udah sadar."

Dea orang pertama yang menyadari bahwa Rania telah sadar, semua orang masih tertidur lantaran hari masih menunjukkan pukul tiga dini hari.

"Bry dimana?"

Rania menghawatirkan keadaan Bry, karena di ingatan terakhirnya Bry sangat terpukul dan terluka fisik maupun mentalnya.

"Tenang Ran, Bry aman. Kamu jangan banyak gerak dan pikiran dulu, fokus sama penyembuhan dulu."

Dea lantas membangunkan yang lain nya, Rania dipindahkan di kamar VVIP dimana diruangan itu juga terdapat satu ruangan untuk istirahat bagi keluarga pasien yang berjaga.

"Allhamdullilllah, kamu sudah sadar Ran."

Diandra mengucap syukur lantaran sahabatnya sudah melewati masa kritisnya.

"Ran cepet sembuh, aku enggak bakal sanggup lagi lihat kamu diambang kematian."

Aurel memeluk Rania, Aurel adalah yang paling cengeng diantara mereka dia itu paling tidak tegaan. Maka dari itu terkadang Shaka suka sekali memanfaatkan Aurel untuk membantunya, membujuk Rania jika Rania tidak meng iya kan ucapan Shaka.

"Rann..."

Kim memelankan suaranya dia meng urungkan langkahnya yang ingin mendekati Rania, seketika rasa bersalah itu muncul kembali semua hal yang membahayakan Rania adalah karena dirinya.

Kim perlahan keluar dari ruangan Rania bertepatan dengan Shaka dan Bry yang ingin masuk melihat keadaan Rania bahkan Jayden dan yang lainnya pun juga ikut masuk untuk melihat keadaan Rania.

"Bunda..."

Shaka tentu saja menghambur memeluk tubuh Rania, anak lelaki itu sangat ketakutan bagaimana jika bundanya itu tidak bangun lagi.

"Bunda... Shaka takut bunda enggak bangun lagi, hampir aja Shaka bikin sayembara buat nyari bunda lagi."

Shaka memang tetaplah Shaka, si anak bunda yang tengil dan suka sekali bikin darah Rania naik turun.

"Shaka..."

Geram Rania dengan lemah.

"Ehehehe, bercanda bun. Bunda jangan kayak gini lagi, Shaka beneran takut kalau sampai bunda enggak bangun lagi. Shaka cuma pinya bunda."

Shaka mengecup kening Rania, dirinya sangat bersyukur lantaran sang bunda sudah siuman.

"Iya bunda enggak akan pergi, cum kalau kamu terus tindih luka bunda yang ada bunda bisa pindah alam."

Rania menahan perih di lerutnya lantaran anak kesayangannya itu tak sengaja menyentuhnya.

"Uuppss maaf..."

Shaka yang mendapat tatapan tajam dari par sahabat bundanya itu langsung saja mengangkat jari telunjuk dan tengah seperti huruf V, sangat seram sekali teman bundanya itu kalau marah.

"Ini mah gue yang berasa mau pindah alam kalau di tatap tajam sama temen-temennya bunda."

Setelah Shaka menyingkir dari hadapan Rania, kini dirinya menatap wajah yang sedari tadi dia khawatirkan, Rania seketik sedih melihat keadaan Bry dengan beberapa lebam di wajah dan goresan di lengan anak lelaki itu.

"Bry, sini deket tante."

Rania meminta Bry untuk mendekatinya karena dirinya menyadari bahwa ada rasa bersalah di dalam diri Bry, Rania tidak mau Bry merasa bersalah untuk apa yang bukan salahnya.

"Tante, maafin Bry... Karena Bry, tante jadi begini. Maaf tan..."

Bry menangis di hadapan Rania, anak lelaki itu sungguh sangat merasa bersalah dan takut jikalau Rania tidak akan bangun lagi.

"Sini peluk tante..."

Rania merentangkan tangannya, kemudian perlahan Bry berjalan mendekati Rania dan memeluk tubuh wanita yang sudah mau melindunginya dari sang mama.

"Tante..."

"Ssuuuttt, jangan merasa bahwa kamu salah sayang. Ingat semua ibu pasti ingin menyelamatkan nyawa anaknya disaat anaknya berada dalam bahaya, begitu pula tante meski itu bukan kamu tante akan tetap bertindak sama. Kamu sama seperti Shaka sangat berharga dan berhak mendapatkan perlindungan. Jangan pernah merasa bersalah dan sendirian ini adalah kesalahan para orang dewasa jadi lepaskan dan jangan terlalu dipikirkan."

Rania mengusap punggung Bry yang bergetar karena menangis, Anak itu sudah lama memendam penderitaan dan tak pernah menunjukkan kesedihan maupun kekecewaan nya pada orang lain. Itu dilakukan Bry bukan karena dia merasa bahwa dia kuat menghadapinya, itu karena dia tidak mau terlihat lemah dan menjadi beban bagi orang yang ada disekitar nya.

"Menangislah dan jangan dipendam, kamu berhak mengadu dan mencurahkan semua rasa kekesalan, kecewa bahkan rasa marah mu terhadap semua tindakan kami para orang dewasa. Kamu belum waktunya bersikap dewasa, tumbuhlah sesuai proses yang seharus nya sayang."

Mendapat dukungan dari Rania dan merasa bahwa dia berhak melakukan atau bersikap seperti anak remaja pada umum nya, Bry pun menangis sejadi jadinya.

"Bry sangat benci mama, jika Bry bisa memilih maka Bry tidak kan pernah mau lahir dari rahim wanita yang tega menenggelamkan anaknya didanau."

Semua uneg uneg kekesalan Bry bisa didengar oleh semua orang yang ada di dalam ruangan tak terkecuali Jayden.

"Maafin daddy nak, karena keserakahan orangtua kamu kadi kena imbasnya. Bahkan seharusnya di umur mu yang sekarang yang seharusnya bermain dan mendapat kan cinta dari keluarga justru kamu harus dipaksa dewasa dengan keadaan."

Jayden yang tak sanggup mendengar semua aduan Bry, memutuskan untuk kelur dari kamar VVIP.

Rania mengurai pelukannya kemudian menangkup wajah Bry dan memandangnya dengan lembut.

"Bry tidak boleh membenci mama Zahra, walau bagaimanapun dia tetap mama yang mengorbankan nyawanya demi melahirkan kamu. Tante bersyukur karena mama Zahra telah melahirkan pangeran tampan seperti kamu, nak jang kotori hati suci kamu dengan membenci kami para orang dewasa. Biarlah hukum surgawi yang mengurusnya kamu hanya perlu bahagia dan tersenyum."

Rania mengecup kening Bry dengan sayang dan menyalurkan apa itu kasih sayang dari seorang ibu, Sementara Bry memejamkan matanya menikmati apa itu kecupan dan kasih sayang dari seorang ibu.

"ya Tuhan, jika aku boleh meminta dan berharap. Bisakan aku menjadi anak dari bunda Rania."

Suasana di ruangan itu memang menguras emosi dan air mata, semua sangat merasa perihatin dengan apa yang di rasakan oleh Bry.

Sampai...

Krucukk...

Semua mata memandang kearah sumber suara uang membuat suasana mellow itu menjadi sedikit humor.

"Laper bun, ini mau sampai kapan nangisnya."

Shaka mulai Tantrum karena sedang lapar.

Dea dan yang lain nya mengajak Shaka dan Bry untuk makan, karena Shaka terua merengek dan meminta makan di resto cepat saji langganan mereka.

"Tan aku mau ayam nya dua, nasinya dua minumnya juga dua."

Ucap saka pada Dea.

"Kamu mau apa Bry?"

Dea menatap kearah Bry, anak itu masih memilih makanan yang sesuai seleranya.

"Mau bebek aja tan satu porsi sama es teh manis."

Dea mencatatat semua pesanan orang, kemudian berjalan menuju kasir dan menyerahkan semua daftar makanan yang dipesan.

"Bang, lu besok sibuk enggak?"

Shaka mendekati Bry yang tengah memainkan game, sekilah melirik kearah Shaka.

"Kenapa?"

"Ck, dingin bener."

"Jangan lebay, lo mau apa?

"Besok gue ada kegiatan, lo mau ikut enggak. Gue jamin lo pasti suka."

"Iya..."

"Dihh, dingin bener kayak emak-emak enggak dapet jatah bulanan."

Percakapan mereka terhenti saat makanan yang mereka pesan telah datang dan siap dinikmati.

Bry menatap tak percaya dengan nafsu makan Shaka, badan nya kecil tapi bisa makan samapi dua porsi ayam dan bebek goreng.

Terpopuler

Comments

Reni Anjarwani

Reni Anjarwani

doubel up thor

2024-10-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!