Aku benar-benar tersanjung dengan perlakuan kedua orang tuaku. Bagaimana tidak? Mereka benar-benar kompak merawat ku, merawat putriku. Adik laki-laki ku juga terlihat sangat menyayangi Gozel, dia yang beberapa kali meremas tangannya karena geregetan dengan anakku mengundang gelak tawa kami.
Saat aku ingin membaringkan tubuhku, aku melihat ponsel ku terus berdering, itu adalah panggilan telepon dari suamiku. Aku sedang tidak ingin bicara dengannya, aku ingin tenang untuk beberapa waktu sampai aku bisa mengontrol emosiku.
Bukan hanya telepon saja rupanya, suamiku juga mengirimkan banyak sekali pesan untukku, intinya dia menanyakan keberadaan ku.
Suamiku benar-benar tidak menyerah, jadi terpaksa aku mengirimkan pesan kepadanya bahwa saat ini aku berada di rumah kedua orang tuaku. “Aku sedang di rumah Ayah dan Ibu.” begitulah jawabku.
Suamiku tidak lagi mencoba untuk menghubungi ku, mungkin dia sudah tenang karena tahu aku di mana sekarang ini.
“Nak,” panggil Ibuku. “Jangan tidur dulu, makan ya? Ibu sudah masak tadi,” ucap Ibuku.
Aku menganggukkan kepala, memang benar aku belum makan. Maklum saja lah, sejak sulitnya hubungan rumah tanggaku, aku sama sekali tidak pernah makan dengan baik.
Aku bangkit dari posisiku, segera aku berjalan ke dapur untuk mengambil makanan.
Sayur capcay, ikan goreng yang pastinya di ambil dari kolam belakang rumah. Ayahku ternak ikan, jadi itulah kenapa makan ikan adalah hal yang biasa dimakan keluarga ku. Bibir ku membentuk senyuman, pasti enak sekali masakan Ibuku, dan aku jadi ingin makan menggunakan tangan seperti kebiasaan kami.
“Ah! Aduh.....” keluhku saat jemariku menyentuh makanan tapi ujung-ujung jariku perih sekali. “Ya ampun, aku baru ingat!” gumamku.
Ku cuci tanganku dengan segera, lalu mengambil sendok karena hanya itu yang bisa aku lakukan.
Aku tidak tahu sejak kapan adik laki-laki ku itu berdiri di ambang pintu memperhatikan ku, hingga pada akhirnya dia berjalan mendekati ku dan memisahkan daging ikan dari tulangnya. Aku tidak bisa berkata-kata, meski biasanya adikku adalah orang yang menyebalkan nyatanya dia juga bisa menjadi adik yang pengertian.
“Terimakasih, adikku tersayang....” ucapku lembut.
Adikku berdecih kesal mendengarnya, “Besok-besok di potong saja jarinya kalau sudah tidak terpakai lagi!” ucap adikku, mungkin dia kesal tapi dia juga khawatir padaku.
Aku tersenyum, “Ya Allah, kenapa bisa-bisanya aku memiliki pemikiran buruk hanya karena suamiku saja? Padahal, kau sudah memberikan ketua orang tua yang sangat menyayangiku, adik juga diam-diam memperhatikan ku,” gumamku di dalam hati.
Tak ingin larut dalam perasaan itu, akhirnya aku memutuskan untuk memakan makanan ku.
Begitu selesai makan, Gozel sudah mulai menangis, jelas dia pasti lapar. Segera aku berjalan mendekati Ibuku yang sejak tadi menggendong Gozel. Aku ingin mengambil Gozel untuk aku berikan ASI. Tapi, ibuku melarang, “kau barusan selesai makan, jangan buru-buru duduklah sebentar,” peringat Ibuku.
Aku duduk seperti yang diinginkan oleh Ibuku, sampai beberapa saat barulah Ibuku memberikan Gozel padaku karena Gozel juga semakin menjadi tangisnya.
Aku mengambil posisi agar Gozel dan aku sama-sama nyaman, lalu mulai menyusui Putri kecilku itu.
“Ngomong-ngomong, Arthes apa tidak menghubungimu?” tanya Ibuku yang sepertinya sangat penasaran tentang itu.
“Tadi dia menghubungiku terus, Bu. Jadi, aku bilang sama aku sedang di rumah Ibu barulah dia tidak menghubungi lagi,” jawabku jujur.
Ibuku menghela napasnya. Dibandingkan aku, jelas saja dia lebih memikirkan bagaimana kehidupan rumah tanggaku bersama suamiku. Tapi, melihat bagaimana panik Ibuku, dan Ayahku yang menahan marah, aku berjanji akan menjadi lebih kuat agar mereka tidak terus mengkhawatirkan ku.
Malam harinya, aku bersiap untuk masuk ke dalam kamar, aku sudah mengantuk sekali. Ku rebahkan tubuh Gozel secara perlahan-lahan, dan aku sudah bersiap untuk mengambil posisi berbaring di dekat Gozel.
Tin!
Suara klakson mobil mengagetkanku, bahkan Gozel juga kaget meski tidak bangun. Sepertinya aku tahu mobil siapa itu, tentulah mobil suamiku.
Tok tok
“Assalamualaikum...” ucap suamiku memberikan salam setelah beberapa kali mengetuk pintu.
Aku bangkit dari tempat tidurku, tapi Ibu dan Ayahku sudah berdiri di depan pintu kamarku. “Jangan keluar, biar Ayah dan Ibu bicara dulu dengan suami mu.” ucap Ayahku, ekspresinya nampak serius.
Tida mungkin menolak ucapan Ayahku, pada akhirnya aku hanya bisa mengangguk patuh dan kembali masuk ke dalam kamar.
Ayahku membukakan pintu, segera suamiku mengalami tangan kedua orang tuaku secara bergantian.
“Maaf menganggu malam-malam begini, Yah, Bu.” ucap suamiku.
“Iya, tidak apa-apa.” jawab Ayahku lalu menatap ke arah Ibuku, “Bu, buatkan teh untuk Arthes ya...”
Ibuku mengangguk, segera dia berjalan ke dapur untuk membuatkan teh karena memang mereka sudah hafal suamiku tidak suka minum kopi. Ibuku kembali dengan dua gelas teh, menyuguhkan untuk suamiku dan Ayahku.
“Arthes, hari ini anakku menceritakan bagaimana kehidupan rumah tangga kalian. Aku tahu, bagusnya aku tidak ikut campur dalam urusan rumah tangga kalian. Tapi, mau bagaimanapun Leora itu darah dagingku. Melihat dia datang dengan dahinya yang benjol dan lebam, ujung jarinya bengkak karena dia tusuk menggunakan jarum jahit, rasanya aku tidak bisa diam lagi.” ucap Ayahku.
Suamiku mengerutkan dahinya, jelas dia bingung kenapa dahiku lebam dan ujung-ujung jariku bengkak, padahal dia tidak pernah menyakiti fisikku.
“Ayah mertua, demi Allah aku tidak pernah memukul istriku, sumpah...” ucap suamiku mencoba untuk menjelaskan.
“Aku kan juga tidak bilang kalau kau memukuli anakku, hanya saja anakku sendiri yang menyakiti diri sendiri, dia frustasi. Jadi, kalau memang benar kau sudah bosan dengan anakku, tolong kembalikan saja dia kepada kami secara baik-baik. Kami tidak ingin kemudian hari dia menyakiti dirinya seperti ini,” pinta Ayahku.
Suamiku nampak terkejut. Mungkin, dia sama sekali tidak menyangka kalau aku akan menjadi begitu frustasi sampai melakukan hal yang di luar akal sehat.
“Yah, Bu, boleh tidak aku bertemu dengan istriku sekarang?” izin suamiku.
“Untuk apa?” tanya Ibuku, suaranya terdengar gemetar jelas dia sedang menahan tangis. “Leora pasti juga lelah menghadapi mu, lebih baik biarkan saja dia tinggal di sini. Nanti, kalau kau sudah selesai mengurus istri keduamu, baru pikirkan lagi tentang putriku.” ucap Ibuku sinis.
Suamiku nampak tertunduk lesu, sepertinya dia juga begitu frustasi.
Aku hanya berdiri di balik pintu, mendengarkan saja pembicaraan mereka sembari menahan suara tangisku.
“Sebenarnya ini juga di luar keinginan ku, Yah, Bu. Hanya saja, fakta itu sudah tidak bisa terelakkan lagi, bukan? Aku tidak akan mengembalikan Leora kepada kalian berdua, sungguh aku tidak ingin melakukannya ”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Istrinya minkyung
lanjutkan
2024-03-14
2
Naviah
Arthes bener bener bikin geram
2024-03-07
0
misu
shibal sekyyyaaaaaaa,,,,maruk banget jadi lakii,,,,semoga cepat masuk surga bersama antek2mu
2024-03-06
1