Marah, aku sungguh marah tapi bibirku terkunci dengan rapat. Netraku lelah menatap pria yang saat ini mulai terus menunjukkan punggungnya. Di dalam hati masih takut akan perpisahan, tapi perasaan sakit hati ini jelas aku butuh pelampiasan.
Begitu suamiku pergi, air mataku luluh lantah tak bisa aku tahan lagi.
“Ya Allah, kenapa tidak buat aku mati saja, sih?!” protes ku kesal.
Entahlah, sepertinya aku benar-benar sangat frustasi karena merasa semakin tak dianggap oleh suamiku. Aku marah sekali, aku ingin melampiaskan kekesalan ku itu, khilaf sudah aku saat itu.
“Mati saja Leora, ayo mati!” ucapku sembari mulai membenturkan kepalaku ke dinding dengan keras.
Dug dug dug dug
Sakit memang, tapi aku sama sekali tidak peduli, berharap segera kepalaku pecah, darahku mengalir, dan mati seketika. Namun, sampai kepalaku memar dan sedikit berdarah aku masih belum mati, tapi aku lelah membenturkan kepalaku. Aku melihat jarum jahit yang ada di dekat tumpukan sampel bahan yang ada di meja televisi. Aku bangkit, dengan segera ku ambil jarum itu dan aku tusukkan di jariku.
Bodoh, mungkin itu adalah kata yang paling tepat menggambarkan tentangku. Aku bukanya menusukkan jarum itu pada urat nadi di pergelangan tanganku, aku justru menusuknya di ujung jariku. walaupun memang berdarah dan sakit, aku tetap melanjutkannya sampai suara tangis Gozel pecah.
Oek oek oek
Deg!
Aku berhenti menusuk jariku, aku tersadar dengan hal bodoh yang sedang aku lakukan. Cukup banyak darah darah yang keluar dari ujung-ujung jariku. Namun, suara putriku terlalu menggelegar dan Sepertinya dia sedang kesakitan entah apa yang membuatnya menangis sangat kencang seperti itu.
Mengabaikan jemariku yang berdarah-darah, bergegas aku berlari untuk masuk ke dalam kamarku dan melihat Bagaimana keadaan putriku.
“Cup, sayang...” ucapku panik.
Dengan segera kuangkat tubuh putriku dengan hati-hati, Aku memastikan tidak ada luka di tubuh putriku. Aku masih belum yakin Meskipun tidak ada bekas apapun di tubuh putriku. Kembali aku meletakkan putriku dengan hati-hati di atas tempat tidur yang biasa aku gunakan bersama dengan suamiku. Setelah itu, aku pergi menuju ke tempat tidur putriku dan memastikan benar apakah ada binatang berbahaya yang menggigit putriku sampai putriku menangis atau tidak. Nyatanya, sampai aku membongkar tempat tidur putriku, aku masih tidak menemukan apapun.
“Gozel...” panggilku pelan kepada putriku.
Aku menangis, tapi kali ini aku menangisi apa yang baru saja aku lakukan. Aku kembali tersadar saat melihat selimut putriku yang aku angkat karena panik untuk mencari Apakah ada binatang berbahaya di sana atau tidak. Selimut putriku terkena noda darah dari jemariku barulah aku tersadar, mungkin saja putriku menangis karena dia bisa merasakan Ibunya sudah gila dan hampir saja membunuh dirinya sendiri.
Aku berbalik menatap putriku, berjalan dengan cepat menghampirinya lalu membawanya ke dalam pelukanku. “Ya Allah, maaf. Maaf ya sayang? Maaf, ibu tadi pasti terlalu banyak memikirkan tentang Ayahmu.” ucapku pelan.
Ku timang putriku dengan menggoyangkan gendonganku perlahan, tak berapa lama putriku mulai tenang.
“Sepertinya aku bisa makin gila,” gumamku.
Sejenak aku berpikir, jelas aku membutuhkan waktu untuk bisa tenang, dan ketenangan itu bisa aku dapatkan saat aku tidak berada di rumah kontrakanku untuk sementara waktu ini.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku putuskan untuk pergi ke rumah kedua orang tuaku. Walaupun pada akhirnya aku harus menceritakan apa yang terjadi, nyatanya aku juga tidak akan pernah mungkin bisa menyembunyikan tentang hal ini selamanya dari kedua orang tuaku.
Ku ambil saja beberapa helai pakaian, jelas aku tidak bisa membawa sebanyak yang aku inginkan karena aku juga harus membawa pakaian putriku yang jauh lebih banyak.
Tak lagi memikirkan soal penampilanku hari itu, aku segera memesan taksi online dan pergi menggunakan taksi online tersebut sampai ke rumah kedua orang tuaku.
Sekitar 2 jam lebih, akhirnya aku bisa sampai di rumah kedua orang tuaku dengan selamat bersama dengan putriku.
“Astagfirullah!” ucap Ibuku kaget saat dia membukakan pintu, dan mendapati ku berdiri di depan pintu sembari menggendong putriku. Namun, sepertinya yang membuat Ibuku sampai istighfar seperti itu adalah penampilanku yang sangat kacau.
“Ya Allah nak, dahimu kenapa?!” tanya Ibuku, Dia benar-benar terlihat sangat takut sampai-sampai tangannya yang ingin menyibakkan rambut di dahiku gemetaran.
Lupa, aku benar-benar sangat lupa bahwa sebelumnya aku juga terus membenturkan kepalaku ke dinding rumah kontrakan. Saat aku membenturkannya, aku juga ingat membenturkan dahiku beberapa kali cukup kuat.
“Apa Arthes melakukan kekerasan padamu?” tanya Ibuku, sorot matanya jelas bersiap akan menunjukkan kemarahannya jika memang benar luka yang ada di dahiku itu diperbuat oleh suamiku. “Ayo, cepat masuk!” titah Ibuku yang tak ingin mendengarkan jawaban dari aku lebih dulu.
Ibuku langsung mengambil putriku dari gendonganku, dia memintaku untuk segera duduk.
“Ayah!” Panggil ibuku, dia berjalan ke sana kemari mencari keberadaan ayahku.
Air mataku jatuh, aku sungguh sedih melihat orang tuaku yang begitu sangat mengkhawatirkan ku. Ya Allah, demi Allah aku benar-benar menyesal telah menyakiti diriku sendiri. Ternyata, bukan aku yang kesakitan saat aku begitu egois, dan jahat kepada diriku sendiri. Melainkan, anak dan juga keluarga yang menyayangiku. Mereka jelas merasakan sakit dan marah yang pasti akan jauh lebih daripada yang aku rasakan.
“Ra,” panggil Ayahku panik, dia berjalan sampai ngos-ngosan untuk melihat bagaimana keadaanku. “Astaghfirullahalazim, ya Allah....” Ayahku benar-benar terlihat sangat sedih melihat keadaanku, matanya memerah menahan tangis.
Ya Allah, tolong maafkanlah perbuatan ku...
Ku peluk langsung Ayahku, aku harus mencoba untuk menenangkan Ayahku agar ayah dan juga ibuku tidak terus salah paham.
“Ayah, maaf ya? Ara yang salah, Ara yang menyakiti diri sendiri. Maaf, Ara tidak pikirkan perasaan Aya dan Ibu saat melakukan,” ucapku pilu.
“Ya Allah, nak! Memangnya kenapa sampai kau menyakiti dirimu sendiri sampai bonyok seperti itu?” tanya Ibuku sembari menangis. Untungnya, Gozel yang ada di dalam gendongan ibuku sama sekali tidak menangis, entah dia merasa nyaman di dalam gendongan Ibuku entah apa alasannya aku sendiri tidak terlalu paham.
Pada akhirnya, aku menceritakan kepada kedua orang tuaku tentang masalah rumah tanggaku yang menyedihkan itu.
Ayahku nampak sedih, rahangnya mengeras Sepertinya dia benar-benar menahan kemarahan juga. Sedangkan Ibuku, dia lemas sampai tidak bisa berkata-kata. Air mata yang jatuh dari mata mereka jelas sudah menunjukkan betapa sakitnya hati kedua orang tuaku.
“Yah, Ibu, maaf aku aku datang dengan keadaan rumah tanggaku yang seperti ini, aku tidak berniat minggat atau apalah itu. Aku cuma butuh sebentar saja waktu untuk tenang,” ucapku pilu.
Ibuku menyeka air matanya. “Kalau orang tua melarang anaknya datang saat rumah tangga anaknya dalam masalah, lantas apa gunanya kami sebagai orang tua? Meskipun sudah menikah, kau juga masih tanggung jawab kami, Ara!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Istrinya minkyung
lanjut
2024-03-14
2
Naviah
semangat Leora jangan terpuruk lagi, fokus aja sama anakmu dan kebahagiaanmu jangan hiraukan suamimu itu yang hanya bisa berjanji untuk membahagiakan mu nyatanya tak sama dengan ucap janji nya
2024-03-07
0
Hanipah Fitri
bikin nyesek 😭😭😭
2024-03-05
0