Pertengkaran kami berakhir sampai di situ saja. Mungkin, suamiku merasa aku benar-benar sedang dikuasai oleh emosi sehingga pasti akan sangat sulit bagiku mengerti dan juga memahami posisi serta alasan Bagaimana bisa suamiku melakukan penghianatan.
Tidak masalah, sungguh aku merasa lebih baik aku menerima kekecewaan yang besar agar aku menjadi lebih kuat, dan tahu bagaimana mengatasi semua ini tanpa membuat orang lain merasa menang.
“Sayang,” panggil suamiku pelan. “Abang berangkat ke toko dulu,” ucap suamiku begitu dia sudah berjalan mendekat padaku.
Dia ulurkan tangan kanannya, aku yang sudah paham tentu saja dengan segera menyambut tangan itu dan mencium punggung tangan suamiku. Sama sekali aku tak bereaksi melalui ucapan, aku juga tidak menatap suamiku barang sedikit pun.
“Assalamualaikum,” ucap suamiku dan dia tak berani mencium dahi maupun pipiku pasti tahu kalau aku akan sangat menolak hal itu.
“Waalaikumsalam,” jawabku singkat.
Begitu suamiku keluar dari pintu kontrakan, bergegas aku menutupnya dan tidak menunggu suamiku masuk ke dalam mobil, lalu berangkat pergi seperti sebelumnya. Aku terlalu mual melakukan itu, terlalu muak menghargai suami yang bahkan tidak mengerti apa yang harus dilakukan ketika seorang istri sudah memberikan pengabdian dan penghormatan yang begitu besar seperti yang sudah aku lakukan.
Bukan pamrih, tapi jika aku yang selalu memberikan rasa hormatku kepada suamiku, bagiamana aku akan bahagia?
Poligami memang tidak diharamkan, disahkan oleh agama yang aku anut. Tapi, tidak semua wanita bisa menerima yang namanya poligami.
Mengingat suamiku berkata akan berperilaku seadil mungkin bagi kami berdua, mana mungkin itu bisa terjadi? Tidak ada manusia di muka bumi ini yang bisa berlaku adil, bukan? Janji suamiku itu sudah cukup menjelaskan seberapa rapuhnya kesetiaan yang dia miliki.
Aku langsung masuk ke dalam kamarku, aku membuka sebuah aplikasi belanja online karena aku ingin membeli sesuatu barang yang akan aku antarkan ke sebuah tempat.
Aku mencoba sebaik mungkin untuk tidak terus memikirkan pembicaraanku dengan Suamiku pagi tadi, aku menyibukkan diriku saat putriku sedang tertidur dengan memilih baju terbaik yang aku punya.
Ku coba satu pakaian yang hanya satu kali saja aku pakai sebelumnya.
“Wah, ternyata stress paska melahirkan sedikit berguna sampai aku kehilangan begitu banyak berat badan, aku jadi tidak terlihat seperti habis melahirkan, ya?” gumamku sembari menatap pantulan cermin di mana aku sedang memperhatikanku tubuhku yang saat itu menggunakan dress.
Sejenak aku terdiam memandang wajahku, kulepaskan cepolan rambutku, dan mengurainya. Yah, rambutku memang lurus, tapi karena sering sekali digulung-gulung membentuk cepolan, maka itu menjadi agak bergelombang. Tapi, sungguh itu tidak masalah sama sekali! Aku punya hair dryer yang bisa aku gunakan untuk mengembalikan bentuk rambut, riasan wajahku juga masih lengkap.
Sore harinya, barang online yang aku pesan, dan dikirimkan melalui ojek online akhirnya sampai ke kontrakan. Aku juga sudah tak ingin membuang-buang waktu lagi, aku bergegas bersiap-siap untuk pergi ke rumah ibu mertuaku yang katanya hari ini sedang merayakan hari ulang tahunnya tapi melarangku untuk datang.
Ting!
Saat aku sedang meletakkan barang yang niatnya akan aku jadikan kado untuk ibu mertuaku di atas meja, ponselku berdering dan suamiku lah yang mengirimkan pesan padaku.
“Sayang, nanti malam aku pulang agak malam, ya? Tunggu saja di rumah, lagi pula Gozel masih bayi sekali, kasihan kalau diajak pergi malam-malam,” Ujarnya melalui pesan teks.
Aku hanya tersenyum pahit membaca pesan yang dikirimkan oleh Suamiku itu. Terlalu menyebalkan, jelas saja Itu hanya alasan untuk tidak membuatmu hadir di sana. Memangnya kenapa kalau memang malam hari? Aku bisa menggunakan selimut tebal untuk menghangatkan tubuh Gozel, bukan? Lagi pula, di negara yang musimnya hanya panas dan juga hujan, bukankah itu terlalu berlebihan sekali?
Aku tidak membalas pesan yang dikirimkan oleh suamiku, tentu saja aku akan mengacuhkan, dan tetap datang ke rumah ibu mertuaku karena aku perlu melihat dengan kedua bola mataku sendiri bagaimana akurnya keluarga suamiku dengan wanita yang bernama Rena itu.
Aku tahu, aku pasti akan sangat sakit hati sekali melihatnya nanti. Tapi, aku akan sengaja membuat hatiku merasakan sakit meski sebenarnya aku tidak siap. Kenapa? Karena dengan rasa sakit itulah aku bisa tersadar, aku harus melihat seberapa jauh mereka berbondong-bondong menyakitiku dan juga menghianatiku, serta seberapa jauh juga aku harus membalas perbuatan mereka.
Malam harinya, aku sudah siap dengan dress ketat tapi tidak terlalu terbuka. Senyumku mengembang sempurna karena perutku tidak terlihat sangat kendur seperti habis melahirkan, riasan wajahku benar-benar terlihat sangat natural tapi aku yakin aku tetap terlihat sangat cantik. Rambutku aku biarkan saja tergerai, tapi aku menyelipkan satu jepitan rambut pada tas yang aku bawa.
Dengan memesan taksi online, akhirnya aku sampai di kediaman ibu mertuaku.
Benar saja, rumah sudah cukup ramai. Sepertinya, Kakak serta kakak iparku sudah ada di dalam, mobil suamiku juga sudah ada di sana, dan ada dua mobil lagi yang kemungkinan besar adalah milik sepupunya ibu mertuaku.
“Leora, Walaupun memang benar kau akan sangat hancur, tapi mereka harus lebih hancur daripada dirimu. Kau memang miskin harta, tapi harga diri tidak boleh diinjak-injak seperti itu,” ucapku sembari mencoba untuk menenangkan teguh jantungku yang berdebar dengan sangat cepat.
Aku gugup, aku takut, tapi aku tidak boleh berhenti, dan menyerah sampai di sana saja.
Ku langkahkan kakiku, semakin mendekat hingga pada pintu utama yang memang terbuka Karena ada acara. Perlahan aku masuk ke dalam, ada si mba yang bekerja di rumah ibu mertuaku. Dia terlihat terkejut, tapi sebisa mungkin dia tersenyum ramah dan menyapaku dengan sopan.
“Selamat malam, Neng Leora?” sapa si mba, tapi dia benar-benar tidak bisa berbohong bahwa dia terlihat sangat gugup dan bingung.
“Malam juga, mba....” sahutku tak kalah sopan.
Aku kembali melangkahkan kakiku sampai ke ruang keluarga di mana semua orang sedang berkumpul di sana.
Senyumku terbit, tapi hatiku rasa begitu teriris. Semua orang sedang duduk berkumpul, yang lebih menyakiti mata serta hatiku adalah suamiku yang duduk bersama dengan wanita berkerudung bernama Rena itu.
“Sial!” batinku kesal di dalam hati.
“Le, Leora?” ucap kakak iparku yang saat itu tidak sengaja menoleh dan melihatku berdiri di ambang pintu ruang tengah.
Suamiku terperanjat kaget, bergegas dia bangkit meninggalkan Rena yang duduk di sana, dan Rena sendiri terlihat sangat terkejut sampai wajahnya pucat pasi.
“Sayang, aku kan-” ucap suamiku seraya berjalan mendekat padaku, sedang semua orang nampak tegang di sana.
Aku abaikan saja suamiku, aku melewatinya begitu saja dan berjalan mendekati Ibu mertuaku. Tahu kalau hadiah dariku tidak mungkin dia terima, aku meletakkan saja hadiah itu di meja yang ada di depan Ibu mertuaku.
“Selamat ulang tahun, Ibu mertua. Hadiah ini memang tidak seberapa dibandingkan hadiah dari istri keduanya Arthes, tapi aku sudah berusaha menentukan hadiah yang pantas,” ucapku dengan nada yang sopan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Naviah
semangat Leora
2024-03-07
2
rosediana
lanjut kak
2024-02-24
0
Yuliana Tunru
yg iuat leora jgn mau di hina dan diabaikan dan pecundang kyk artes juka tdk bisa bahagiakan dgn semua dustamu tolong jgn sakiti krn karma mu nanti akanvsangat2 menyedihkan ..smoga bsyi rena cacat biar tau rasa
2024-02-24
1