Mataku gelap, tubuhku yang mulanya gemetar menahan sakit, kini harus menahan keterkejutan yang luar biasa.
Aku ingin berpura-pura tidak mengingatnya, tapi jelas saja pembodohan seperti itu tidak mudah untuk dilakukan.
“Sayang,” panggil suamiku saat dia kembali masuk dengan menenteng air mineral di tangannya. “Ini minumnya,” ucapnya sembari menyodorkan minuman itu padaku.
Sejenak aku menatap air itu, rasanya aku ingin melemparkan ke wajah suamiku dan memakinya untuk melampiaskan rasa marah dan kecurigaanku. Tapi, aku tertahan oleh begitu banyak hal.
Air mataku terus berjatuhan, membuat suamiku terlihat sangat panik.
“Sayang, katakan harus apa aku sekarang?” tanyanya panik.
Aku semakin sedih, air mataku menjadi lebih deras dari pada sebelumnya. Aku sedang bertanya di dalam hatiku, apakah saat itu suamiku hanya sedang berpura-pura saja?
Haruskah aku mati saja bersama bayiku?
Sangking kesalnya, aku memiliki pemikiran yang sangat jahat seperti itu!
“Ah, sialan!” Maki ku saat itu.
Sakit, sungguh sangat sakit sekali. Kontraksi itu, juga hatiku.
Suamiku nampak semakin bingung, dia meletakkan botol mineral itu lalu mengambil posisi untuk memijat pinggangku.
Aku sedang kesal, itulah kenapa aku berbalik dan menepis tangannya.
Terlihat tidak marah, suamiku masih dengan telaten mencoba untuk melakukan apa yang dia bisa.
Pada akhirnya, aku menyerah.
Sekujur tubuhku benar-benar seperti kehilangan seluruh energi. Keringat dingin sudah tak lagi bisa diukur banyaknya keluar dari pori-pori kulitku. Mataku meremang, nafasku tersengal-sengal tak beraturan.
Aku tidak kuat lagi...
Rintih ku di dalam hati.
Pada akhirnya, Aku kehilangan kesadaran Karena rasa sakit dan juga syok berat yang aku rasakan di saat yang sangat tidak tepat itu.
Aku terbangun setelah beberapa jam, aku sangat terkejut saat membuka mata lalu menggerakkan tanganku sudah tak merasai perut besar ku lagi.
“Ugh!” Pekik ku ngilu.
Seluruh tubuhku terasa sangat sakit, kepalaku sangat pusing, dan mataku juga seperti masih belum jelas untuk melihat.
“Sayang...”
Aku menoleh, tentu saja aku sudah sangat hafal suara siapa itu.
Suamiku, dia mengusap kepalaku dengan lembut, menatap dengan begitu hangat seolah-olah dia sangat bahagia menyambut kesadaranku.
Deg!
Kembali, dadaku berdegup sangat kencang bahkan rasanya seperti teriris iris sembilu mengingat pesan yang masuk ke dalam ponsel suamiku.
Aku membencinya, mungkin lebih tepatnya Aku membenci pesan itu karena nyatanya aku tidak bisa membenci suamiku sendiri.
Sungguh aku sangat penasaran, Siapa itu Rena?
Ah, tunggu!
Aku benar-benar melupakan sesuatu yang sangat penting di dalam hidupku, ke mana perginya bayiku?
Ku tatap wajah suamiku, berusaha dengan sangat keras aku mengeluarkan suara semampuku karena rasanya saat itu aku masih saja lemas.
“Anakku....” inginku.
Suamiku tersenyum, dia menunjukkan ke sebuah inkubator yang ada di sebelah kananku.
“Anak kita lahir dalam keadaan sehat, tadi terpaksa kau harus menjalani bedah sesar karena kau tidak kunjung sadarkan diri, Sayang.”
Perlahan aku menggerakkan kepalaku untuk menoleh ke arah kanan, aku benar-benar bahagia mendapati kabar bahwa anakku dalam keadaan baik-baik saja.
Tanpa aku tahan, air mataku terjatuh.
Aku bahagia, itu adalah alasan aku menangis.
“Sesuai hasil pemeriksaan gender saat kehamilan, anak kita perempuan! Dia benar-benar sangat cantik, sayang!” Ucap suamiku terlihat bersemangat kala itu.
Aku sebenarnya masih tidak ingin berpura-pura tersenyum, tetapi tiba-tiba saja aku memiliki banyak pemikiran hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk berpura-pura saja tidak pernah melihat pesan yang aku baca di ponsel suamiku.
Aku tersenyum, aku benar-benar mencoba menunjukkan senyum kebahagiaan dengan terus membayangkan anakku meski sampai detik itu masih belum Aku lihat wajahnya secara jelas.
Setelah menunggu beberapa saat, anak gadisku yang baru saja aku lahirkan bisa aku dekap, dan aku tatap dengan lekat.
Suamiku masih setia menemaniku di sana, sementara aku mencoba untuk terus berfokus dengan putri kecilku agar tak terlalu memikirkan apa yang seharusnya tidak aku pikirkan saat itu.
Jantungku berdegup sangat cepat, aku bahkan bisa mendengar detak jantungku sendiri. Wajah cantik putriku itu seperti membuat jantungku bisa berdebar-debar seperti aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan sosoknya.
Kulitnya yang bersih, susunan wajahnya yang serba imut, dan bahkan gerakannya juga terlihat imut di mataku.
Aku dan juga suamiku sudah menyiapkan nama untuk bayi perempuan kita sejak pertama kali kita mengetahui gendernya kala melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
“Gozeline Amertha,” itu adalah nama gadis kecilku!
Aku melahirkan jam 6 pagi, aku harap putriku juga akan terus memiliki semangat pagi dalam kehidupannya.
Sore harinya, ibu mertuaku tiba.
“Wah, putrimu ini benar-benar sangat mirip denganmu ya, Arthes!” Ucap Ibu mertuaku kala melihat wajah putriku.
Aku tidak tersinggung sama sekali, Aku justru merasa sangat bahagia. Dengan wajah putriku yang sangat mirip dengan suamiku, itu sudah membuktikan dengan sangat jelas bahwa aku adalah istri yang sangat setia kepada suamiku.
Ya, pikiranku terlalu polos saat itu.
“Dia memiliki bibir yang sangat bagus, sepasang mata yang memiliki lipatan jelas, bentuk hidungnya juga sangat mirip dengan mu, dan dia juga memiliki kulit yang sangat putih seperti mu, Arthes!” Ucap lagi Ibu mertuaku.
Aku masih bisa tersenyum, aku benar-benar merasa bangga karena telah melahirkan putri yang sangat mirip dengan suamiku. Kalau untuk masalah kulit, memang benar suamiku jauh lebih cerah warna kulitnya dibandingkan denganku.
“Semoga saja, dia memiliki sifat yang mirip denganmu juga. Pandai berbisnis, dan tidak mengandalkan siapapun nanti. Dia harus mandiri menjadi wanita, iya kan?”
Kali ini, ucapan ibu mertuaku benar-benar membuat senyum di bibirku menghilang. Aku menjadi bertanya di dalam hatiku, apakah sifatku sangat tidak baik sampai-sampai ibu mertuaku mendoakan agar putriku lebih mirip dengan ayahnya?
Perasaan bahagia dan bangga telah melahirkan Gozeline seolah terbantahkan dan juga menghilang hanya karena ucapan menyakitkan ibu mertuaku saja.
Tidak bisa kah ibu mertuaku menjaga ucapannya sebentar saja? Harapku di dalam hati.
“Ngomong-ngomong, kau ingin memberikan nama apa untuk anakmu, Arthes?” Tanya mertuaku Yang sepertinya sengaja mengabaikan ku.
Sejak dia masuk ke dalam ruangan di mana aku sedang mendapatkan perawatan, dia hanya meletakkan satu keranjang kecil beberapa buah-buahan di meja. Tanpa bertanya bagaimana keadaanku, langsung berjalan untuk melihat putri ku.
Aku masih bisa menahannya, tetapi semakin lama dadaku justru semakin sesak.
“Gozeline Amertha, itu namanya, Ibu.” Jawab suamiku.
Ibu mertuaku menatap suamiku dengan sorot matanya yang aneh, dia seolah menyiratkan bahwa dia tidak setuju dengan pemberian nama itu.
Aku berpura-pura saja tidak melihat saat ibu mertuaku mengalihkan pandangan kepadaku.
“Ganti namanya! Kedengarannya aneh, tahu!” Protes ibu mertuaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Yani
Jutek amat ibu mertua
2024-06-25
0
Naviah
kasian banget abis melahirkan tapi dapet perlakuan yang tidak menyenangkan dari mertua 🥲
2024-03-07
3
Hanipah Fitri
masih menyimak
2024-03-05
0