“Eh, Sayang?” Sapa suamiku saat kita tidak sengaja bertemu di ruang tengah.
Aku keluar dari belakang, sedangkan suamiku masuk dan sepertinya dia ingin masuk ke dalam kamar kami.
Memaksakan senyumku di hadapan suamiku, sepertinya hanya itu yang bisa aku lakukan. Aku tidak ingin terburu-buru untuk melampiaskan emosiku yang meluap-luap itu. Bagaimanapun, saat ini aku memiliki Gozel yang akan menjadi pertimbangan hal yang penting dalam setiap tindakan.
“Matamu sembab, kau habis menangis?” tanya suamiku setelah beberapa saat dia memperhatikan wajahku.
Tentu saja tidak heran kalau mataku sembab, bahkan saat keluar aku juga sadar benar wajahku masih sangat merah karena terlalu banyak menangis di dalam kamar mandi.
“Iya, hanya sedikit tidak nyaman dengan bekas jahitan sesar di perut,” jawabku bohong.
Suamiku menghela nafasnya, hanya terulur mengusap kepalaku dengan lembut sembari tersenyum.
Aku terus memperhatikan wajah suamiku, tak henti-hentinya batinku bertanya meski tak mendapatkan jawabannya.
Apakah suamiku juga memperlakukan Rena sebaik dia memperlakukanku? Ah, tidak! Mungkin jawaban yang paling ingin aku dapatkan adalah dari pertanyaan, apakah Rena memiliki arti yang jauh lebih besar daripada artiku?
Aku takut...
Gumamku terus meronta di dalam hati.
Sebenarnya, saat ini jantungku benar-benar berdegup sangat cepat. Aku merasa begitu marah, tapi yang lebih sulitnya lagi aku harus tetap terlihat baik-baik saja dan tersenyum di hadapan pria yang tanpa merasa bersalah sama sekali terus tersenyum seolah-olah begitu mencintaiku.
“Sayang, masuk yuk!” Ajak suamiku.
Ku anggukan saja kepalaku, aku sedang tidak bisa berpikir apa-apa saat ini.
“Eh, kalian sudah kembali?” ucap Ibuku ramah. “Ya sudah, kalian berdua istirahat saja dulu sana. Nanti, kalau Gozel bangun bisa sala satu bangun,” ujar Ibuku.
“Iya, bu. Terimakasih,” ucap suamiku terdengar tulus.
Ibuku mengangguk, dia tersenyum.
“Oh iya, Ibu pergi beli sayuran dulu ya? Mau makan apa, Nak?” tanah Ibuku perhatian.
Rasanya, Aku ingin menggelengkan kepalaku dengan cepat, lalu mengatakan kepada Ibuku bahwa aku sama sekali tidak memiliki selera untuk makan. Tapi, aku harus tetap kuat dan terus berpura-pura agar ibuku tidak merasa khawatir padaku.
Ku tatap wajah ibuku yang begitu berharap jawaban dariku. “Apa saja, Bu.”
Suamiku bergegas merogoh saku celananya, dia mengeluarkan dua lembar uang ratusan ribu kepada ibuku. “Pakai ini untuk belanja, Bu.”
Ibuku tersenyum, dengan sopan dia mendorong punggung tangan suamiku lalu berkata, “Sudah, Ibu punya uang kalau hanya untuk berbelanja sayuran saja. Simpan saja uangmu, ini kewajiban seorang ibu untuk mengurus anaknya,” jawab Ibuku.
Suamiku terlihat kikuk, dia tentu saja merasa tidak nyaman karena terlalu merepotkan ibuku. Tapi, memang begitulah ibuku.
“Maaf ya, Bu? Ibu kesini malah jadi harus mengurus aku juga,” ucap suamiku yang merasa bersalah.
Tentu saja, ibuku tidak mungkin hanya masuk untukku saja. Dia pasti akan memasakkan makanan kesukaan suamiku juga.
Ibuku berdecap kesal mendengar penuturan suamiku yang menurutnya berlebihan. “Jangan bicara begitu, lagi pula beberapa waktu terakhir ini panenan kami benar-benar menghasilkan cukup uang. Mungkin, ini rezeki si jabang bayi,” ujar Ibuku lagi.
Suamiku hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan ibuku.
Setelah itu, Ibuku keluar dari kamar dia berjalan ke depan untuk membeli sayuran. Ada toko kecil yang menjual sayuran dari pagi sampai dengan malam hari, jadi tidak perlu payah untuk pergi ke pasar.
Suamiku berdiri di dekat tempat tidurnya Gozel, bibirnya tersenyum sedang kedua bola matanya terus menatap putriku seolah-olah dia tengah mengagumi wajah putriku.
Kutarik nafasku perlahan-lahan, membuangnya juga secara perlahan.
Menatap wajah suamiku yang masih sibuk menatap wajah putriku, aku memberanikan diri untuk sedikit berbicara tapi aku juga enggan memperjelas maksud dari ucapanku.
“Sayang,” panggilku.
“Iya?” jawab suamiku.
“Kira-kira, kala nanti kau punya anak kedua, akan seperti apa ya wajahnya?” tanyaku meski aku sempat ragu.
Sungguh, jantungku berdegup sangat cepat saat mulutku bergerak mengeluarkan sebaris kalimat tersebut.
Suamiku nampak terdiam sebentar, Sepertinya dia terkejut tapi dia tidak ingin terlalu memperlihatkannya kepadaku. Dia mengarahkan pandangannya untuk menatapku, bibirnya tersenyum tapi aku bisa merasakan bahwa senyum itu seperti senyum yang gugup.
“Tentu sajak akan mirip dengan kita berdua, Kita kan hanya membuatnya berdua saja?” jawab suamiku sedikit bercanda.
Hatiku mengutuk ucapan suamiku barusan dengan sangat kasar, bibirku yang tersenyum tetapi jelas Aku sedang menatap suamiku dan menjelaskan bahwa aku tidak mempercayai apa yang diucapkan oleh suamiku.
“Iya ya? Aku ini sedang bertanya apa sih,” gumamku menertawakan diri sendiri.
Aku berjalan mendekati suamiku, sedikit erat untuk menyadarkan kepalaku di sana. “Sayang, beberapa waktu terakhir ini banyak sekali isu perselingkuhan yang terjadi, tidak tahu kenapa aku jadi merasa takut,” ungkap ku.
Suamiku tidak bereaksi untuk beberapa saat, kemungkinan pasti dia sedang mencoba untuk tenang dan tidak terbawa suasana.
“Iya, semoga saja itu tidak terjadi dengan kita.”
Bibirku tersenyum, hanya saja senyum yang aku lakukan saat itu karena aku sedang menertawakan Bagaimana jahatnya suamiku selama ini.
“Sambil menunggu Ibu, kau istirahat saja dulu ya? Nanti, kalau Gozel bangun aku akan membangunkan mu juga, oke?” Pinta suamiku.
Ku anggukan saja kepalaku, aku sendiri juga sudah terlalu malas untuk berpura-pura karena itu sangat melelahkan sekali.
Aku bergegas melepaskan lengan suamiku, langkahku menuju tempat tidur diiringi kata-kata yang paling menyakitkan Jika saja aku ucapkan secara langsung.
Biarlah saja aku akan memendam perasaan sakit itu, walaupun aku tahu ini akan sangat sulit, dan juga begitu banyak rintangan. Namun, aku sudah bersumpah kepada diriku sendiri akan setia dan terus mempertahankan pernikahan ini.
Aku membaringkan tubuhku di atas ranjang, suamiku masih berada di dekat tempat tidur putriku. Mungkin, aku terlalu lelah menangis sampai-sampai aku tertidur dengan cepat. Aku tidak sengaja membuka mataku sangat ingin membenahi posisi bantalku. Aku melihat Suamiku sedang sibuk mengetik pesan, sangat serius sekali sampai dia tidak menyadari Aku tengah melihat ke arahnya.
Ibu jarinya benar-benar bergerak sangat cepat, aku sangat penasaran apa yang sedang diketik oleh suamiku, dan siapa penerima pesan dari Suamiku itu.
Apakah orang yang sedang dikirim pesan oleh Suamiku itu adalah Rena?
Sial! Jantungku selalu saja berdetak sangat cepat, parahnya lagi setiap detaknya seperti menyuguhkan rasa nyeri sampai-sampai membuat rasa kantuk ku menghilang entah pergi ke mana.
“Aku sebenarnya ingin bertemu dengan wanita yang bernama Rena itu, aku tidak bisa diam saja ketika ada wanita yang ingin menghancurkan hubungan rumah tanggaku. Gozel tidak boleh kehilangan ayahnya,” Gerutuku di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sky Blue
Smangt berkarya ya kx🥰
2024-04-16
1
Naviah
ya ampun tinggalin aja, suami kayak gitu, bikin geram banget 😑
2024-03-07
1
Putri Chaniago
geram dg jgn d buat bodoh n legowo, terima aja d selingkuhin gugat cerai Sono suami yg udah celap celup dg wanita lain
2024-02-14
1