Setelah pembicaraan hari itu, aku benar-benar tak pernah banyak bicara dengan suamiku, hanya seperlunya saja. Sudah satu minggu setelah perdebatan kami berdua, suamiku menjadi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah meskipun aku mengabaikannya.
Dia yang tidak pernah menjemur Gozel, satu Minggu full ini melakukannya. Dia mulai belajar memandikan Gozel, bahkan jam 5 sore di sudah pulang ke rumah.
Menjengkelkan!
Kenapa?
Itu karena, saat malam hari, tepatnya malam setelah kami selesai berdebat. Aku terbangun dari tidurku, aku merasa ingin sekali buang air kecil. Saat aku tak mendapati Suamiku di tempat tidur, Aku benar-benar hanya bisa tersenyum pahit dan membatin di dalam hati karena aku mengira suamiku pasti pergi untuk menemui Rena dan membujuk Rena seperti yang dia lakukan kepadaku. Tapi, nyatanya dugaanku benar-benar sangat salah! Suamiku tidak pergi untuk menemui Rena, tapi dia sedang berbicara dengan Rena melalui sambungan telepon. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dibicarakan oleh suamiku dan juga Rena, terlalu samar dan nada bicara suamiku juga pelan.
“Cinta mereka sepertinya sangat besar, aku sampai jadi terharu,” Ujarku di dalam hati, namun sebenarnya aku justru ingin menangis.
Kembali ku langkahkan kakiku, suamiku tersentak kaget mendapati ku berjalan melewatinya begitu saja tanpa menoleh sedetik pun kepadanya.
“Mau kemana, Sayang?” panggil suamiku, Mungkin dia merasa tidak enak dan takut aku akan kembali salah paham sampai dia mencoba untuk mengajakku berbicara lagi. Namun, sungguh sayang sekali karena aku masih tidak ingin berbicara dengan.
Mengabaikan suamiku begitu saja, Aku berjalan cepat menuju ke kamar mandi jelas membuang air kecil adalah hal yang lebih berarti dan lebih penting ketimbang terus memikirkan tentang suamiku.
Begitu aku kembali, suamiku masih duduk di ruang tengah tempat dia menghubungi Rena sebelumnya. Hanya saja, saat itu dia sudah tidak lagi memegang ponselnya yang artinya dia juga sudah mengakhiri panggilan telepon dengan Rena.
Melihat aku kembali melewati ruang tengah, suamiku langsung saja kembali mengajakku bicara yang mana membuat langkah kakiku juga sebentar terhenti untuk mendengar apa yang ingin dia ucapkan.
“Sayang,” panggil suamiku, “pampers Gozel, perlengkapan mandi juga sudah mulai habis, bajunya juga sudah agak sempit. Besok ikut Abang, kita belanja kebutuhan Gozel, sekalian denganmu juga, ya...” ajak suamiku.
“Sungguh, sial! Ajaran Ayah dan Ibu yang selalu menasehati bahwa sangat penting menghargai orang lain, jangan mengacuhkan saat orang lain ingin mengajak bicara. Nasehat, serta ajaran mereka begitu melekat, aku jadi kesal!” gumamku di dalam hati.
Ku hembuskan nafasku, rasanya aku ingin membenturkan saja kepalaku ke tembok sampai berdarah-darah karena aku benar-benar tidak bisa menghilangkan perasaan kesal yang benar-benar tidak menentu. Aku muak, tapi aku juga takut kehilangan suamiku.
Ajakannya barusan benar-benar terdengar sangat perhatian, sialnya aku tanpa bisa mengontrol diriku bahkan dengan cepat menganggukkan kepala.
“Bodohnya aku!” umpat ku di dalam hati. Sungguh, siapapun yang melihat itu akan memaki ku habis-habisan, bahkan pasti gregetan sampai ingin mencekik ku sampai mati.
Tapi, semua orang juga pasti tahu bagaimana rasanya sulit sekali melepaskan orang yang dicintai meskipun orang itu jelas memberikan luka yang sangat berat.
Pada akhirnya, kembali ku langkahkan kakiku untuk masuk ke dalam kamar, suamiku juga menyusul.
Kami berdua merangkak ke atas tempat tidur secara bersamaan, suamiku langsung masuk ke dalam selimut saat sempat melihat ke arahku untuk beberapa saat, karena itulah bergegas aku mengambil posisi berbaring memunggungi suamiku.
“Abang pasti ingin mengajakku melakukan hubungan suami istri, tapi aku sedang tidak ada mood untuk melakukan itu karena aku yakin, Abang melakukan semua itu hanya untuk menghiburku saja, kan?” Gerutuku di dalam hati.
Sekitar hampir 30 menit, aku menoleh dan aku yakin benar suamiku pasti sudah tidur. Aku sendiri sama sekali tidak mengantuk, aku yang kacau itu sulit membuatku konsentrasi dan mendapatkan rasa kantuk meski aku merasa sangat lelah.
Ting!
Aku tersentak dalam diam, jelas saja itu adalah ponsel suamiku di mana ada pesan teks yang masuk ke dalam ponselnya.
Ku telan Saliva ku sendiri, tiba-tiba saja aku merasa penasaran ingin membaca pesan dari siapa, dan tentu saja bayangan Rena masih di otakku. Sebenarnya, sejak kami memiliki hubungan hingga menikah, aku sama sekali tidak pernah ingin tahu tentang isi pesan di ponsel suamiku, juga dengan kontak yang ada di dalam ponselnya. Sekali saat aku melahirkan Gozel, untuk pertama kali aku melihat pesan yang dikirimkan oleh wanita lain kepada suamiku dengan begitu mesra, hal itu membuatku trauma, dan waspada serta takut jika ingin melihat kembali ponsel suamiku. Namun, rasa penasaran yang aku rasakan malam itu benar-benar sangat luar biasa.
Perlahan aku bangkit dari posisiku hingga aku dalam keadaan duduk di atas tempat tidur, perlahan kuambil ponsel suamiku begitu aku turun dari tempat tidur. Memiliki password untuk pengamanan, sejenak aku memasukkan beberapa angka, nyatanya tak ada yang berhasil. Mulai dari tanggal lahir suamiku, tanggal lahir ibu mertuaku, tanggal lahirnya Gozel, juga tanggal lahirku, bahkan tanggal pernikahanku dengan suamiku juga tidak bisa.
“Apakah password nya adalah ulang tahun Rena, atau mungkin tanggal pernikahannya bersama dengan Rena?” tanyaku di dalam hati penuh kekesalan.
Aku hanya bisa menghela nafas untuk sejenak, aku masih tak bisa menghilangkan rasa penasaranku yang seperti mempengaruhi dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
Kembali kutatap wajah suamiku yang masih tertidur pulas, sejenak aku berpikir, saat aku mendapati satu cara yang lupa aku gunakan sebelumnya karena panik, akhirnya cepat aku meraih tangan suamiku secara perlahan. Ku tempelkan Ibu jari suamiku kepada tombol pembuka menggunakan sidik jari, dan akhirnya terbuka!
Aku dengan cepat mulai bergerak, namun diiringi juga dengan debaran jantungku yang begitu kuat, tanganku yang gemetaran bahkan aku sampai keringat dingin karena takut membaca apa yang sebenarnya hanya akan membuat hatiku hancur saja.
Satu persatu aku membuka chatting suamiku dengan beberapa orang, memang kebanyakan dari customer toko, penjual bahan, dan juga tukang jahit. Tapi, ada beberapa pesan yang tidak biasa dikirimkan dari ibu mertuaku dan juga, Rena.
“Bang, aku tidak apa-apa kalau abang menghabiskan waktu bersama dengan Leora, dan juga Gozel. Abang bersikap baiklah kepada Leora, berikan perhatian yang banyak untuk Gozel juga, tidak mudah menjadi Leora. Aku sudah cukup menyayangi Abang, jangan khawatirkan tentang aku, insyaallah aku baik-baik saja, Bang.” Begitulah bunyi pesan yang dikirimkan oleh Rena.
“Maaf, bagaimana pun saat ini Leora dan Gozel yang lebih membutuhkan Abang, jaga diri di sana. Kalau butuh sesuatu, minta tolong Embak saja, atau Ibu, ya...” Balas suamiku.
“Iya, terimakasih, sayang. Salam untuk Gozel, aku selalu berdoa supaya dia memiliki hidup yang bahagia, dan selalu diberikan kesehatan. Abang jaga diri, jangan lupa makan, sholat jangan ditinggalkan,” Balas lagi Rena.
Aku segera menjauhkan ponsel suamiku, malas sekali aku melanjutkan untuk membaca. Selain aku hanya merasa kesal, nyatanya aku juga jijik sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Endang Supriati
hrsbya lempar aja banting telpnya.
2024-05-03
1
Soraya
knp leona gak minta dibeliin rumah, selingkuhannya aja dh dibeliin rumah kn bisa juga kmu laporin tentang perselingkuhan nya nikah tnpa ijin
2024-03-21
1
Naviah
bikin geram pelakor bertingkah sebagai korban sok lemut dan alim😑
2024-03-07
0