"Kalian!"
"Eh, kamu Humaira bukan? kenapa bisa kebetulan kita bertemu di sini?"
Daffa juga tidak menyangka bisa bertemu dengan wanita yang belakangan ini selalu ada di benaknya sejak terakhir bertemu. Hanya Humaira seorang yang berhasil membuat ia gelisah belakangan ini. Tidak di sangka ternyata mereka bisa bertemu kembali, entah mereka berjodoh atau hanya kebetulan saja.
"Benar, saya Humaira. Mohon maaf jika saya lancang, apa mas tadi yang menjadi imam? Soalnya suara kalian sangat familiar di telinga saya."
"Lebih tepatnya kita berdua, saya imam shalat magrib, sedangkan Daffa menjadi imam shalat tarawih."
"MasyaaAllah, suami idaman. Eh, mikir apa kamu Aira. Apa mungkin seorang anak ustadz mau memperistri aku."
Humaira membathin sembari mengutuk dirinya sendiri karena sudah berfikir yang berlebihan. Sebenarnya tidak masalah juga, siapa yang tidak ingin memiliki pendamping hidup yang Sholeh. Sudah pasti itu semua impian setiap wanita, walaupun wanita itu memiliki sikap buruk sekalipun.
Lama Humaira berdiam diri sembari menatap kedepan dengan tatapan kosong. Membuat si kembar kebingungan, apa yang ada di pikiran Humaira saat ini. Hingga suara Dhafi membuat lamunan Humaira buyar seketika. Dhafi melambaikan tangannya di wajah Humaira yang seperti sedang menatap lurus ke arah mereka.
"Hello, Humaira kamu kenapa?"
"Eh, maaf, saya tidak kenapa-kenapa. Kalau begitu saya duluan, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam,"
Mereka menatap punggung Humaira yang langsung pergi begitu saja hingga hilang dari pandangan. Lalu Dhafi menepuk bahu Daffa yang masih saja menatap kepergian wanita bercadar yang baru saja mereka temui. Tadi Humaira yang melamun, sekarang kembarannya. Ada apa dengan mereka? Dhafi heran sendiri, tanpa babibu ia langsung saja merangkul sang kembaran dan membawa kembarannya untuk pulang.
"Ayo pulang, mau jadi satpam kamu?"
"Hais, apa-apaan sih Fi, bikin kaget saja."
"Lagian kenapa kamu bengong begitu menatap kepergian Humaira. Jatuh hati kamu?"
Daffa tidak menjawab, ia langsung berjalan meninggalkan Dhafi yang sedang berbicara dengannya menuju parkiran mobil, membuat sang kembaran merasa gemas sekaligus kesal. Tapi walaupun Daffa sering membuat ia kesal, sesungguhnya ia sangat menyayangi sang kembaran. Tidak ada yang boleh menyakiti kembarannya itu.
Mereka tiba di apartemen tepat saat waktu menunjukkan pukul sepuluh lewat sepuluh. Mereka langsung menuju apartemen dan saat tiba di dalam tempat peristirahatan, mereka langsung memasuki kamar masing-masing dan membersihkan diri. Akan tetapi, di saat Daffa bersiap akan merebahkan dirinya, suara ketukan terdengar dari luar, siapa lagi jika bukan Dhafi yang suka sekali mengganggu dirinya.
Tok! Tok! Tok!
Ceklek!
Tanpa berkata, Dhafi langsung menyelonong sembari menampakkan deretan giginya yang rapi dan putih, lalu merebahkan tubuhnya di ranjang besar milik Daffa.
"Kamu ngapain sih Fi?"
"Numpang ya sehari di sini, Aku kesepian tahu Fa. Biasanya sebelum tidur kita ngobrol dulu bareng ayah, bunda dan adek. Sekarang tidak ada lagi obrolan. Paling tidak sampai aku terbiasa."
"Terserah kamu saja!"
Daffa membiarkan sang kembaran tidur di tempat tidur miliknya. Ia pun ikut merebahkan diri di samping Dhafi. Namun siapa sangka di saat ia baru saja memejamkan matanya, Dhafi malah berulah, ia memeluk Daffa seperti memeluk sebuah guling, tentu saja membuat Daffa langsung heboh di buatnya. Namun si pelaku tidak merasa berdosa sama sekali. Ia semakin ingin mengganggu kembarannya itu.
"Dhafi! kamu ngapain sih peluk-peluk? geli tahu. Sana jauh-jauh."
Hush.. hush.. hush..
"Enggak mau, sama kembaran sendiri juga Fa. Tega benar sama adek sendiri. Walaupun kita kembar, aku juga adik kamu Lo fa. Aku kan cuma punya kamu sekarang. Biarin lah fa, yayaya."
Daffa mencebik sebal. Dengan terpaksa ia membiarkan kembarannya itu melakukan apapun yang ia mau. Namun tidak akan ada untuk esok, dan Dhafi sudah sangat mengetahui sifat kembarannya itu. Padahal sebenarnya ia memang sengaja mengganggu Daffa, tapi siapa sangka kali ini kembarannya tidak tantrum sama sekali seperti biasanya.
Ternyata setelah drama si kembar, Dhafi tidur lebih dahulu. Daffa mendengar dengkuran halus dari mulut Dhafi. Dengan langkah pelan Daffa melepaskan pelukan Dhafi dari tubuhnya, lalu ia turun perlahan dari tempat tidur. Tak lupa ia menyelimuti Dhafi. Walaupun Dhafi sering sekali membuat ia kesal, namun ia begitu menyayangi Dhafi. Selain keluarga angkatnya, mereka sama sekali tidak memiliki keluarga lagi, walaupun ibu kandungnya masih ada, akan tetapi mereka merasa asing satu sama lain.
Sedangkan di kota Bandung, Khalisa sedang tidur di peluk oleh sang bunda. Ia menjadi manja dan ingin di keloni terlebih dahulu sebelum ia benar-benar tertidur. Jadilah kini ayah Taqa menjadi korban putrinya. Padahal ia ingin sekali bermanja dengan sang istri, tapi malah putrinya yang menguasai sang istri.
"Bun, andaikan Khalisa kuliahnya tidak di Bandung, bagaimana Bun? apakah bunda mengizinkan?"
Bunda Khalisa yang tadi sedang membelai kepala putrinya dengan lembut, seketika berhenti dan menatap putri satu-satunya itu.
"Maksud kamu apa nak? Apa Khalisa tidak ingin kuliah di Bandung, begitukah? dua Abang kamu sekarang jauh dari kita, apa kamu juga ingin meninggalkan bunda dan ayah berdua saja, hem?"
Lidah Khalisa terasa tercekat menjawab pertanyaan sang bunda. Bukan maksud ingin meninggalkan ke dua orang tuanya, tapi Khalisa juga tidak ingin jauh dari ke dua abangnya. Belum juga sehari, ia sudah merasa rindu. Ingin sekali rasanya Khalisa menyusul ke dua Abang kembarnya itu.
Bunda Balqis menatap lekat wajah sang putri, ia bisa melihat Khalisa seperti memikirkan sesuatu. Feeling-nya mengatakan bahwa putrinya pasti saat ini sedang memikirkan ke dua abangnya. Inilah yang di khawatirkan sang bunda saat ini, pasti putrinya akan kesepian. Tapi bunda Khalisa membiarkan putrinya dengan pikirannya sendiri, tak lama lagi Khalisa pasti terbiasa tanpa ada ke dua abangnya di rumah itu.
Ceklek!
Khalisa dan bunda Balqis saling melirik ke arah pintu yang tengah terbuka. Ternyata sang ayah yang menyambangi kamar putrinya.
"Ada apa mas?"
"Sayang, ayo ke kamar. Khalisa katanya sampai kamu tertidur saja menahan bunda di sini. Kalau kamu tidak tidur, kapan ayah bisa bersama bunda kamu sayang?"
"Ayah, bunda bersama Khalisa hanya satu hari, kenapa ayah sudah uring-uringan begitu. Ayah sana tidur sendiri, malam ini bunda milik Khalisa, benarkan Bun?"
Bunda Balqis merasa bingung dengan suami dan anaknya. Apa perlu ia membelah diri, agar dirinya tidak di perebutkan. Melihat tatapan suami dan putrinya penuh harap kepadanya, membuat ibu tiga anak itu tidak berkutik.
"Sayang ayo."
"Jangan provokasi bunda ayah. Ini waktunya girls time. Ayah sana tidur sendirian."
Tanpa berkata lagi, ayah Taqa menaiki tempat tidur, dan tidur di sisi sang istri yang tengah kosong, lalu ia memeluk istrinya tanpa ada beban. Khalisa pun tidak mau kalah, ia juga melakukan hal yang sama. Sedangkan yang punya badan sudah kejepit dan kegerahan berada di tengah-tengah suami dan putrinya.
"Astaghfirullah mas, Khalisa. Bagaimana bunda mau tidur kalau kalian begini?"
Ternyata keadaan bunda Khalisa tidak jauh berbeda dengan apa yang di alami oleh Daffa. Ayah Taqa sih, menciptakan saingan sendiri, hihi.
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Ningmar
lanjut
2024-03-21
1
Nurgusnawati Nunung
wkwkwk... keluarga yang lucu..
2024-03-20
1