Tepat hari ini si kembar akan berangkat ke Jakarta. Lebih tepatnya mereka berangkat siang hari setelah zhuhur. Sebelum keberangkatan mereka, mereka ingin menghabiskan waktu bersama dengan ke dua orang tua mereka serta Khalisa sang adik.
"Besok sudah memasuki bulan suci Ramadhan, pasti Dhafi nanti merindukan masakan bunda."
Ya, saat mereka tiba di Jakarta, tepat keesokannya adalah hari pertama mereka akan menjalankan ibadah puasa, tapi mereka bisa apa. Mereka memang harus berangkat hari ini juga.
"Kamu tenang saja, bunda sudah membuatkan masakan sahur dan berbuka untuk beberapa hari kedepan. Kalian nanti tinggal menghangatkannya. Bunda juga akan sering-sering mengirim makanan ke Jakarta kalau anak-anak bunda merindukan masakan bunda."
Ibu yang sangat perhatian sekali, bagaimana mereka tidak nyaman dan sangat menyayangi ibu mereka itu.
"Tapi kan suasananya pasti sangat berbeda Bun. Biasanya setiap tahun kita semua sahur bersama, berbuka bersama dan tarawih bersama. Sekarang hanya kami berdua."
Ternyata Daffa juga mengeluhkan hal yang sama. Bagaimana tidak, dua puluh tujuh tahun mereka menghabiskan waktu bersama dengan keluarga mereka, namun sekarang mereka hanya akan menjalani semuanya berdua.
Sedangkan Khalisa hanya diam mendengarkan obrolan ke dua abangnya dengan sang bunda. Iya jadi lebih irit bicara, karena masih banyak yang mengganggu pikirannya saat ini.
"Adek harus bisa bangun sahur sendiri ya, biasanya kalau tidak Abang Dhafi yang akan membangunkan adek, pasti Abang Daffa. Jangan buat bunda sampai capek saat membangunkan adek."
Dhafi terkekeh mengingat bagaimana susahnya sang adik untuk di bangunkan. Kalau kata Dhafi, cantik-cantik tapi kebo. Namun yang di tertawakannya hanya manyun tanpa membalas perkataan abangnya seperti biasanya. Khalisa justru memeluk manja sang bunda yang ada di sebelahnya. Bunda Balqis pun langsung mengelus sayang putri kesayangannya itu. Saat mereka tengah asyik mengobrol, sang ayah datang dari arah belakang dan ikut bergabung bersama anak-anak dan istrinya.
"Seru sekali sepertinya, bagaimana nak, barang-barang kalian sudah di siapkan? Tidak ada yang ketinggalan?"
"Alhamdulillah sudah ayah, semuanya juga sudah kami masukkan ke dalam bagasi, tinggal berangkat saja."
Ayah Taqa menganggukkan kepalanya sembari menghela nafas, tidak ada lagi yang akan menemaninya bermain catur serta mengobrol atau sekedar olahraga pagi seperti biasanya. Kebiasaan yang sudah mereka lakukan sejak si kembar beranjak remaja.
Azan Zhuhur pun berkumandang, mereka langsung bangkit dan mengambil wudhu, melaksanakan shalat zhuhur berjama'ah di mana kali ini ayah Taqa sebagai imamnya. Mereka menjalankan empat raka'at dengan khusyuk.
Selepas shalat mereka makan siang bersama, masakan sudah terhidang di meja makan. Makan bersama sebelum akhirnya mereka hanya akan makan berdua saja nantinya. Entah kapan mereka bisa makan bersama lagi seperti ini. Apalagi pekerjaan ayah Taqa juga sangat padat di sini. Akan sangat susah mengatur jadwal kedepannya jika mereka harus mengunjungi kedua putra mereka.
"Alhamdulillah, masakan bunda memang best, terimakasih ya Bun karena selalu memperhatikan makanan kita semua."
"Sama-sama nak,"
Daffa dan Dhafi pun memasuki kamar mereka untuk mengambil beberapa barang yang ternyata masih ada tertinggal di kamar mereka masing-masing. Ternyata Khalisa menghampiri kamar abangnya, lalu memberikan sebuah kotak yang entah isinya apa kepada ke dua Abang kembarnya itu.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk,"
Ceklek!
"Assalamu'alaikum Abang, adek ganggu tidak?"
"Wa'alaikumsalam, tidak sayangku. Kemarilah, kenapa hem? Adek ikhlas bukan jika Abang Dhafi dan Abang Daffa berangkat ke Jakarta?"
Khalisa hanya diam menatap abangnya yang tengah bertanya. Ia bingung harus menjawab apa, ada sesuatu yang tercekat di ujung lidahnya yang ingin sekali ia sampaikan. Dhafi merasa bingung melihat ekspresi sang adik, ia pun mendekat dan menatap lekat wajah sang adik yang pasti akan sangat ia rindukan. Ingin sekali ia memeluk tubuh kecil sang adik, namun ia berusaha menahan diri. Ada perasaan yang entah saat melihat binar mata itu menatapnya dalam.
Bugh!
Ternyata Khalisa tiba-tiba berhambur ke dalam pelukan sang Abang. Untuk pertama kalinya Khalisa memeluk abangnya, karena selama ini saat ia ingin mendekat, baik Dhafi maupun Daffa akan sedikit memberi jarak. Sebenarnya Khalisa juga bingung, namun ia tidak ingin terlalu memikirkannya. Akan tetapi saat praduganya setelah pertemuan mereka dengan wanita paruh baya di mall itu, ia baru memahami semaunya. Tapi Khalisa tidak perduli untuk kali ini, hanya untuk pertama dan terakhir saja.
Degh!
Jantung Dhafi berdebar kala tubuhnya dan sang adik menempel tanpa ada jarak. Ia berusaha melepaskan, namun Khalisa memeluknya dengan sangat erat. Kenapa perasaannya seperti ini, ini salah, ia menggelengkan kepala pelan menepis segala rasa yang menghampiri pikirannya.
"Adek, kita tidak boleh berpelukan seperti ini."
"Kenapa tidak boleh? Abangkan abangnya Khalisa. Kita ini ada ikatan darah bukan. Berbeda jika Khalisa dan Abang tidak memiliki ikatan darah."
Degh!
Kali ini perkataan Khalisa membuat ia tidak bisa berkata lagi. Apa yang harus ia lakukan, apa ia akan membiarkan sang adik untuk memeluknya. Ia pun berusaha menepis segala pikirannya. Perlahan Dhafi membalas pelukan sang adik, sangat nyaman, hingga seseorang datang membuat mereka tidak sadar sama sekali.
"Dhafi, jaga batasan kamu!"
Daffa langsung melepaskan pelukan antara sang adik dengan sang kembaran. Mereka sontak saja terkejut.
"Abang, kenapa? Abang berdua kan abang-abang Khalisa. Khalisa hanya ingin pelukan perpisahan, karena kita pasti akan jarang bertemu."
Ternyata Daffa juga sama seperti Dhafi, ia tidak bisa menjawab perkataan Khalisa. Tiba-tiba Khalisa juga memeluk Daffa seperti ia memeluk Dhafi. Namun ternyata perlakuan Daffa tidak seperti perlakuan Dhafi yang menerima sang adik dalam dekapannya. Karena Daffa melepaskannya dengan kasar, hingga Khalisa sampai terdorong kebelakang, beruntung ia tidak terjatuh karena tertahan oleh tubuh Dhafi yang berdiri di belakangnya.
"Abang kok kasar? salah adek di mana?"
"Daf!"
Dhafi terkejut dengan perlakuan Daffa kepada Khalisa. Untuk pertama kalinya ia terlihat kasar kepada sang adik. Mata Khalisa juga sudah mulai berkaca-kaca, membuat Daffa tersadar akan kesalahannya.
"Adek maafkan Abang, Abang tidak bermaksud. Abang hanya ingin menjaga adek saja. Kita tidak boleh seperti ini. Adek itu sudah besar, Abang Daffa dan Abang Dhafi juga sudah dewasa. Walaupun kita bersaudara, kita harus bisa menjaga batasan kita. Adek mengerti bukan? Maafkan Abang ya, apa ada yang sakit?"
Tes...
Air mata itu akhirnya luruh juga. Ternyata Khalisa tidak mampu menahan buliran bening itu agar tidak jatuh membasahi pipinya. Lalu ia memberikan masing-masing kotak hadiah di tangan ke dua Abang kembarnya dan berlari meninggalkan kamar itu, membuat si kembar bingung harus melakukan apa.
"Astaghfirullah, aku harus apa Fi, kenapa kita tidak terlahir dari rahim yang sama. Aku tidak bisa melihat adek kita menangis seperti itu."
"Sudahlah, ayo kita bersiap. Urusan Khalisa nanti minta tolong bunda saja. Suatu saat Khalisa pasti mengerti."
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
Makasih ya thor.. ceritanya bagus.
semangat dan lanjut thor..
2024-03-16
1
Musim_Salju
Hari ini othor update dua bab, menebus rasa bersalah othor karena jarang up belakangan ini, itu semua karena othor benar-benar sibuk. Othor harap reader's semua masih setia menantikan update selanjutnya ya🤗
2024-03-16
1