Akhirnya setelah melakukan perjalanan selama beberapa menit, akhirnya mereka tiba juga di mall yang ada di kota Bandung itu. Dhafi membukakan pintu untuk sang adik. Lalu mereka berjalan memasuki mall itu, di mana semua mata menatap ke arah mereka bertiga. Lagi-lagi mereka selalu menjadi pusat perhatian banyak orang.
Khalisa berjalan di depan, sedangkan si kembar berjalan di belakang adik mereka. Mereka benar-benar seperti seorang pengawal yang tengah menjaga Khalisa dengan baik. Sebuah sapaan datang dari seorang lelaki yang menghampiri Khalisa, ternyata lelaki itu teman satu sekolah Khalisa yang memang menyukai gadis cantik itu.
"Assalamu'alaikum Khalisa,"
"Wa'alaikumsalam, eh kamu di sini sama siapa?"
"Sama mama, tapi mama lagi ke toilet. Halo Abang ipar?"
Khalisa tersedak ludahnya sendiri dan langsung menoleh ke arah ke dua abangnya yang menatap dirinya dengan tatapan menanti penjelasan. Apa kata pemuda itu? Abang ipar? Sepertinya jiwa-jiwa overprotektif mereka keluar. Teman sekolah Khalisa yang melihat ketegangan di antara Khalisa dengan ke dua abangnya langsung meralatnya. Ya, walaupun ia memang berharap Khalisa kelak menjadi pendamping hidupnya.
"Hehe, bercanda bang. Saya hanya teman satu kelas Khalisa. Kalau begitu saya pergi ya bang, Khalisa, mama aku sudah kembali. Tapi kalau aku dan Khalisa berjodoh, aku sangat bersyukur sekali, Assalamu'alaikum."
Lelaki itu berlari meninggalkan kecanggungan di antara Khalisa dengan ke dua Abang kembarnya. Khalisa hanya bisa terdiam mendapat tatapan dari ke dua abangnya. Apa-apaan lelaki itu. Mereka baru saja lulus sekolah, sudah berani sekali berharap menjadi calon Khalisa. Tentu saja itu tidak akan terjadi. Sepertinya mereka akan lebih overprotektif daripada ayah Taqa.
"Kenapa Abang menatap Khalisa begitu? Roy hanya bercanda, jangan memasukkan ke hati. Dia memang selalu seperti itu. Ayo kita lanjut ke sana."
"Jadi namanya Roy!"
Khalisa berusaha bersikap sebiasa mungkin, mencoba menghindari tatapan dari ke dua abangnya. Tentu saja tidak mudah membuat abangnya percaya begitu saja. Hingga membuat Khalisa merasa frustasi melihat tingkah ke dua abangnya yang mode serius kali ini.
"Hais, Abang Daffa, Abang Dhafi, percaya dong sama adik sendiri. Roy itu hanya teman sekelas Khalisa. Khalisa juga tahu di dalam Islam tidak boleh yang namanya pacaran. Selama ini Roy juga tidak pernah berkata seperti itu, sepertinya dia hanya ingin menggoda Abang Daffa dan Abang Dhafi saja. Ayolah jangan begini, kan tujuan kita ke sini untuk membeli keperluan kejutan untuk ayah dan bunda."
"Benarkah begitu? kamu tidak bohong kan dek?"
"Ya Allah, bagaimana lagi coba Khalisa harus ngomong. Benar abangku yang tampan. Udah deh, kalau tidak percaya ya sudah. Khalisa bisa pergi sendiri."
Kenapa malah Khalisa yang balik ngambek. Memang yang namanya wanita itu tidak bisa di salahkan. Makhluk yang namanya wanita itu memang unik. Dengan pikiran yang masih berkelana, akhirnya mereka mengikuti langkah Khalisa. Sebenarnya mereka percaya Khalisa tidak mungkin dekat dengan lelaki manapun. Karena mereka sangat tahu bagaimana sifat Khalisa selama ini, mereka juga selalu di ajarkan untuk tidak pernah berbohong.
Hingga tiba di sebuah toko perhiasan, Khalisa memilih sebuah kalung dengan desain yang cukup mewah dan cocok untuk bunda Balqis. Ia harap kalung yang ia pilihkan juga di sukai oleh sang bunda. Ternyata Daffa dan Dhafi juga membelikan Khalisa gelang dan kalung. Daffa membelikan gelang, sedangkan Dhafi membelikan kalung. Mereka berharap hadiah itu bisa menjadi penebus rasa bersalah mereka jika nanti mereka sudah tidak tinggal di Bandung bersama ayah, bunda dan adik mereka.
Karena Khalisa masih ngambek dengan ke dua abangnya. Khalisa sama sekali tidak meminta pendapat dengan ke dua abangnya. Ia hanya meminta pendapat karyawan toko. Setelah itu Khalisa langsung menuju toko jam. Kali ini ia ingin membelikan sebuah jam tangan edisi terbatas kesukaan sang ayah. Ia sangat tahu jika ayahnya mempunyai beberapa koleksi jam tangan, tentu saja ia membelikannya dengan uang tabungannya sendiri.
Setelah puas berkeliling dan memilih barang yang di inginkan oleh Khalisa, tanpa berkata ia langsung berjalan menuju keluar mall. Namun belum sempat Khalisa melangkah, suara seorang wanita terdengar tengah berbicara dengan ke dua abangnya.
"Daffa, Dhafi, MasyaaAllah nak, akhirnya ibu bisa bertemu dengan kalian setelah sekian lama. Ibu kangen sayang."
Degh!
Jantung Daffa dan Dhafi berdebar kala mereka bertemu dengan wanita yang memanggil mereka dengan sebutan nak. Bagaimana jika Khalisa mengetahui yang sebenarnya. Mereka takut jika Khalisa tidak dapat menerima kenyataan ini. Mereka takut Khalisa menjauhi mereka.
"Ibu,"
"Eh, halo anak cantik, kami putri dari Balqis bukan? kamu sudah besar ternyata ya. Kalian bertiga saja di mall ini?"
Kini wanita paruh baya itu menatap Khalisa yang sudah berbalik kebelakang untuk melihat apa yang tengah terjadi. Namun siapa sangka sepertinya wanita itu mengenal dirinya juga. Siapa wanita paruh baya ini? begitu pikir Khalisa.
"Halo Tante, apa Tante mengenal Khalisa?"
"Tentu saja sayang, Tante ini sahabat ibu kamu. Kamu bisa memanggil Tante ibu, seperti Daffa dan Dhafi putra Tante."
"Maksud Tante apa, siapa putra Tante? Abang bisa jelaskan kepada Khalisa?"
Daffa dan Dhafi sama-sama terdiam. Apa mungkin ini saatnya adik mereka mengetahui yang sebenarnya. Belum juga wanita paruh baya itu menjelaskan, suara telefon terdengar dari handphone miliknya, ia pun segera menjauh dan mengangkat telfon itu.
Sedangkan Khalisa kini menatap ke dua abangnya secara bergantian. Sedangkan yang di tatap hanya bisa menelan saliva dengan kasar. Apa yang harus mereka jelaskan? Sungguh mereka tidak menyangka akan bertemu dengan ibu mereka. Yang mereka tahu bahwa ibu mereka berada di luar negeri setelah suaminya meninggal dan menikah kembali dengan seorang duda kaya tanpa anak.
"Maaf ya sayang, sepertinya ibu harus segera pergi. Kapan-kapan ibu akan berkunjung ke rumah ayah dan bunda kalian, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam,"
"Ayo dek, Abang baru ingat jika Abang ada temu janji dengan salah satu klien perusahaan."
Tanpa menunggu jawaban dari Khalisa, Daffa dan Dhafi langsung menuntun Khalisa untuk segera berjalan menuju parkiran mobil. Mereka berjalan dengan masing-masing memiliki pemikiran yang berbeda. Entahlah, sepertinya semua ini tidak akan mudah. Mereka harus mempersiapkan kemungkinan terbesarnya.
Hingga di dalam mobilpun, tidak ada pembicaraan di antara mereka bertiga. Tidak seperti biasanya, jika biasanya Dhafi selalu mengganggu sang adik, namun tidak kali ini. Ia lebih khawatir saat ini. Hingga mobil itu tiba di pelataran rumah mereka, seperti biasa tetap Khalisa di bukakan pintu oleh salah satu dari mereka.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikumsalam,"
"Kok sudah pulang nak? Sudah selesai jalan-jalannya?"
Tanpa menjawab pertanyaan sang bunda, Khalisa langsung memeluk sang bunda sebentar, lalu berlalu ke kamarnya meninggalkan banyak pertanyaan di benak sang bunda."
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Hujan dan gugur
Weh makin menegang kan nih😗😗😗😗
2024-12-01
0
Nurgusnawati Nunung
ternyata si kembar yang anak orang lain.
2024-03-14
1