Baru beberapa hari Khalisa di rawat di rumah sakit, rasanya ia sudah merindukan rumah peninggalan almarhum kakek dan neneknya dari bunda Balqis. Saat memasuki pelataran rumah mewah itu, warna hijau pepohonan dan warna-warni berbagai macam bunga menyambut kedatangan mereka.
Tepat saat mobil berhenti di depan halaman rumah, Daffa dan Dhafi turun lebih dulu untuk membukakan pintu mobil untuk bunda dan adik mereka. Tentu saja mereka belajar dari sang ayah. Sepertinya mereka akan menjadi lelaki romantis seperti ayah mereka. Benar-benar keluarga idaman, semuanya tampan dan cantik serta memiliki sifat yang begitu baik.
"Terimakasih nak,"
"Terimakasih Abang,"
"Sama-sama." jawab mereka bersamaan.
Mereka berjalan memasuki rumah itu dan di sambut oleh bik Siti. Senyum lebar terkembang di wajah cantik Khalisa, lalu ia memeluk bibik kesayangannya itu. Ya, Khalisa memang dekat dengan semua asisten rumah tangganya. Tidak hanya Khalisa, tentu saja yang lainnya juga.
"MasyaaAllah non, bibik senang non sudah di perbolehkan pulang. Bibik kangen tahu non."
"Alhamdulillah bik, Khalisa juga kangen sama bibik dan sangat merindukan rumah ini, terutama kamar Khalisa sendiri."
Khalisa nyengir kuda menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi. Bunda dan ke dua abangnya hanya tersenyum melihat pemandangan yang ada di hadapan mereka. Khalisa memang kesayangan di rumah itu. Di luar ia memang menjadi seorang gadis yang tidak terlalu banyak berbicara, bukan berarti pemalu atau pendiam. hanya saja ia membatasi dirinya untuk bergaul dengan orang-orang kebanyakan. Ia hanya akan bersikap apa adanya kepada orang-orang terdekatnya.
"Ya sudah bik, kalau begitu Khalisa ke kamar dulu ya, sudah rindu kamar soalnya. Assalamu'alaikum bik,"
"Wa'alaikumsalam non. Sini den, nyonya saya bawakan barang-barangnya."
"Tidak usah bi, masih bisa ini kita bawa sendiri. Bibi lanjut kerjakan yang lain saja, terimakasih ya bi."
Bik Siti menganggukkan kepalanya dan tersenyum tulus. Betapa beruntungnya ia bisa bekerja dengan keluarga ustadz Taqa. Bagaimana tidak, semua anggota keluarga majikannya vibe positif sekali. Bahkan mereka semua di anggap seperti keluarga sendiri, tapi tentu saja mereka tetap sungkan dengan keluarga yang sudah menerima mereka bekerja di sana.
"Bun, bunda juga istirahat ya. Daffa dan Dhafi mau ke kantor ayah dulu."
"Iya nak, hati-hati bawa mobilnya nak."
"Siap bunda cantik, Assalamu'alaikum bun."
"Wa'alaikumsalam,"
Bunda Balqis juga menuju kamarnya, sedangkan si kembar langsung menuju kantor sang ayah menggunakan kendaraan roda empat milik Daffa. Mereka memang sengaja memakai satu kendaraan saja, karena tujuan mereka memang sama.
Sepanjang perjalanan mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Ya tentu saja apa yang mereka pikirkan ternyata sama. Tentu saja memikirkan bagaimana cara memberikan pengertian kepada adik mereka. Semoga saja tidak ada masalah ke depannya.
Saat tiba di kantor sang ayah, mereka di sambut hormat oleh para pegawai. Si kembar membalas dengan senyuman ramahnya. Namun Daffa tetap dengan ke coolan nya dan terkesan sulit di dekati.
Ternyata dua bersaudara itu menjumpai sang ayah membahas kepindahan mereka ke kantor pusat yang ada di Jakarta. Pembicaraan itu sangat lama hingga masuk jam makan siang. Akhirnya mereka makan siang bersama. Lagi-lagi mereka menjadi bahan perhatian orang-orang. Tentu saja karena mereka semua tahu siapa ustadz Taqa dan ke dua putra tampannya.
"Ayah, terimakasih."
"Tiba-tiba? dalam hal apa ini?"
"Semuanya yah. Yah, ayah tahu sendiri kan adek pasti tidak suka jika tahu Daffa dan Dhafi pindah ke Jakarta. Ayah punya solusi terbaik tidak bagaimana cara menyampaikan kepada adek agar si adek bisa menerima keputusan ini?"
"Jangan terlalu kalian pikirkan. Adek pasti mengerti, nanti ayah sama bunda yang akan memberikan pengertian kepada adik kalian. Sekarang fokus saja untuk masa depan kalian ke depannya nak. Apalagi kalian pasti juga akan menikah, dan Khalisa harus siap menerima kenyataan bahwa nantinya kalian akan lebih fokus mengurus rumah tangga kalian masing-masing."
Hais, kenapa Dhafi mendadak galau mendengar perkataan ayah mereka. Menikah? Mungkinkah? Sedangkan ia, ah itu tidak mungkin. Ia menggelengkan kepalanya pelan, menampik perasaannya. Semua itu tentu saja salah, ia tidak mungkin seperti itu.
"Fi, kamu kenapa tiba-tiba tegang begitu?"
"Eh, tidak kok."
Pembicaraan terus berlanjut hingga mereka kembali ke kantor, sedangkan si kembar melanjutkan tujuan ke kantor yang tengah mereka pegang.
......................
Sesuai keinginan Khalisa, hari ini mereka pergi ke suatu tempat. Tentu saja Daffa dan Dhafi belum mengetahui ke mana tujuan sang adik. Sedangkan ke dua orang tua mereka menghabiskan waktu berdua di rumah. Di hari Sabtu itu ayah Taqa hanya ingin bersantai di rumah bersama istri tercinta.
"Ayah, bunda, Khalisa pergi dulu ya sama Abang kembar."
"Iya nak, hati-hati ya sayang. Daffa, Dhafi, jaga adik kalian ya."
"Siap bunda ratu,"
Dengan kompak mereka menjawab dan memberikan hormat kepada bunda mereka. Bunda Balqis dan ayah Taqa terkekeh melihat kelakuan ke dua lelaki muda yang ada di hadapan mereka. Jika Dhafi bersikap ceria di mana saja, berbeda lagi dengan Daffa yang hanya bersikap manis dengan keluarganya saja.
"Baiklah, bunda ratu percayakan tuan putri bersama dua pangeran tampan hari ini. Pulanglah tepat waktu dan jangan sampai telat makan."
Bunda Balqis pun ikut memainkan peran. Memang setiap hari ada saja yang membuat rumah itu selalu ceria dan ramai. Ayah Taqa yang gemas dengan istrinya karena membalas ucapan ke dua putranya langsung memeluk bunda Balqis di hadapan ke tiga anaknya.
"Aih, ayah selalu saja buat kita baper. Udah deh adek mau berangkat aja, dari pada melihat ayah sama bunda bucin. Ayo abang-abangku yang tampan."
"Tampanan siapa dek? bang Dhafi atau Abang Daffa?"
Mereka tetap melanjutkan obrolan saat memasuki mobil setelah menyalami ke dua orang tua mereka dengan takzim. Tentu saja obrolannya hanya obrolan tidak penting sama sekali yang di tanyakan oleh Dhafi kepada Khalisa.
"Lebih tampan Abang Daffa dong, hihi."
Daffa hanya tersenyum senang mendapat pujian dari adiknya. Ia tahu pasti Dhafi berharap Khalisa menyebut namanya. Akan tetapi yang ia dengar tidak sesuai ekspektasi. Sedangkan Khalisa hanya terkekeh melihat ekspresi cemberut Dhafi.
"Yang penting di luar sana lebih banyak yang menyukai Abang."
"Hihi, ada gitu mencari pembelaan."
"Bodo,"
"Abang kamu itu kan ngambekan dek."
"Iya bang, dasar Abang Dhafi ambekan, hihi."
Dhafi refleks langsung menghadap ke belakang dan memegang tangan Khalisa dan menatap matanya dengan tatapan yang sulit di artikan. Hingga suara bass Daffa membuat ia melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Khalisa.
"Dhafi, jaga sikap kamu."
Tentu saja hanya Dhafi yang mendengar perkataan Daffa, dengan cepat ia menarik tangannya dan melepas pergelangan tangan Khalisa yang ia genggam.
"Maaf dek,"
"Dasar Abang tidak jelas,"
Khalisa yang tidak tahu apa-apa merasa aneh dengan sikap abangnya. Namun ia tidak terlalu memperdulikannya. Lalu Khalisa hanya menikmati pemandangan yang mereka lewati sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan.
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
tadinya penasaran siapa yang ada hati untuk Khalisa.
2024-03-14
1
Ningmar
Dhafi mencintai khalisa kah...lanjut
2024-03-05
1