Pertemuan Sikembar dengan Humaira

Ternyata mereka piknik ke pantai. Saat Bunda Balqis dan Khalisa baru saja tiba di tempat yang akan mereka duduki untuk menikmati piknik weekend itu. Bunda Balqis dan Khalisa mendapati si kembar sedang berbicara dengan seorang wanita cantik yang berpakaian tertutup sempurna, hanya matanya saja yang terlihat. Tapi dapat di pastikan pasti wajah di balik cadar itu sungguh cantik.

"Nak, mana ayah kalian, siapa wanita cantik ini?"

"Eh Bun, ayah barusan ke toilet. Kami tidak sengaja menabrak mbaknya. Daffa dan Dhafi hanya minta maaf dan mau membantu mbaknya membawakan barangnya ke sana. Sebentar ya Bun, adek."

"Assalamu'alaikum bu,"

"Wa'alaikumsalam, MasyaaAllah kamu cantik sekali. Maafkan anak-anak Bunda ya."

Wanita bercadar itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan. Lalu pamit dari sana menemui teman-temannya. Daffa dan Dhafi membantu wanita bercadar itu membawakan barang-barangnya ke tempat yang tidak jauh dari sana. Ya, sepertinya wanita itu juga sedang piknik bersama keluarganya.

Khalisa menatap punggung ke dua abangnya serta wanita bercadar itu hingga menjauh. Ia merasa cemburu di saat perhatian ke dua abangnya ke wanita lain. Bunda Khalisa menatap arah pandang putrinya. Ia juga melihat ke dua putranya bersama wanita bercadar itu jalan beriringan, namun masih dengan jarak aman.

"Adek kenapa menatap Abang kembar seperti itu? Salah satu abangnya adek sepertinya cocok dengan wanita cantik itu."

"Begitukah? Bunda ikhlas jika Abang Daffa ataupun Abang Dhafi menikah?"

Bunda Balqis menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mengajak putrinya duduk di tempat yang sudah di siapkan oleh suami dan dua putranya. Khalisa tiduran di atas paha sang bunda dengan bundanya membelai sayang kepala Khalisa. Khalisa merasakan elusan sayang itu dan menatap wajah bundanya yang masih terlihat sangat cantik.

"Jika di bilang siap tidak siap, bunda harus siap nak. Karena usia Abang Daffa dan Abang Dhafi sudah dua puluh tujuh tahun. Mereka harus segera memiliki pendamping. Karena tidak selamanya Abang kembar hidup seorang diri tanpa memiliki pendamping. Begitu juga kelak dengan adek, bunda sama ayah harus ikhlas melepas adek menikah dengan orang lain."

"Tapi adek belum siap Bun jauh dari Abang Daffa dan Abang Dhafi. Bunda sendiri tahu bagaimana selama ini perhatiannya Abang kembar sama adek. Jika Abang kembar menikah, nanti Abang kembar tidak sayang dan perhatian lagi sama adek."

Ternyata di saat ibu dan anak itu mengobrol, si kembar mendengar obrolan mereka. Ya, mereka langsung kembali setelah membantu wanita bercadar itu membawakan barang-barangnya. Mereka tidak menyangka jika adik mereka memiliki ke khawatiran seperti itu jika mereka menikah. Padahal baik Daffa maupun Dhafi belum terpikirkan sampai ke sana. Tapi mereka juga tahu, kelak mereka pasti akan menikah juga dan meninggalkan keluarga mereka yang sekarang.

Andai mereka bisa terus bersama, alangkah bahagianya Daffa dan Dhafi, berada di keluarga itu saja mereka sangat bersyukur. Kenapa rasanya mereka tumbuh dengan cepat. Baru kemarin mereka melihat Khalisa belajar dan belajar memanggil nama mereka, sekarang Khalisa sudah mau kuliah saja.

"Kenapa kalian hanya berdiri di sini?" Bunda Balqis dan Khalisa menoleh ke belakang. Ternyata ayah Taqa dan ke dua lelaki kembar itu sudah berdiri di belakang mereka.

"Tidak, kami baru saja kembali ayah dari sana. Ayah kok lama?"

"Ayah tadi sekalian pesan kelapa muda nak. Kalian tidak mau bermain air pantai? Sudah sampai di sini bukan. Sana main, Khalisa juga katanya mau main pasir pantai."

"Bilang saja ayah mau berduaan sama bunda kan? Khalisa sudah tahu akal-akalan ayah. Dasar ayah bucinin bunda terus."

Ayah Taqa hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tentu saja ayah Taqa juga ingin berpacaran dengan sang istri, tentunya pacaran halal ya, hihi. Sedangkan bunda Balqis hanya tersenyum canggung dengan perkataan putrinya. Lagian usia mereka tidak lagi muda, mereka hanya akan memperhatikan anak-anak mereka dari kejauhan. Membiarkan putri dan ke dua putranya menikmati masa-masa mereka yang sekarang.

"Yyee.. Ayah malah diam. Ayo dek kita main ke tepi pantai sana. Biar Abang fotokan sekalian. Ayo Fa, jangan cuma duduk di sini saja."

Dhafi jalan lebih dulu ke arah tepi pantai sembari membawa sebuah kamera yang ia kalungkan ke lehernya. Sedangkan Khalisa dan Daffa mengekor dari belakang. Yang awalnya Khalisa terlihat tidak semangat, lama-kelamaan ia menikmati juga bermain di tepi pantai. Gelak tawanya terdengar memenuhi penjuru tepi pantai. Daffa dan Dhafi tersenyum melihat kebahagiaan adik mereka. Mereka berjanji akan selalu membuat Khalisa tersenyum seperti saat ini.

Sedangkan tak jauh dari mereka bermain, beberapa wanita muda sedang memperhatikan ke arah dua lelaki kembar dan wanita remaja tersebut. Mereka terlihat mengagumi sosok Daffa dan Dhafi yang tadi membawakan barang-barang piknik mereka.

"MasyaaAllah ukhti, lihat deh. Itu dua lelaki tampan tadi bukan? Yang membawakan barang-barang kita. Wanita itu adiknya mereka ya? Sepertinya masih sangat muda. Memang keluarga tampan dan cantik, tapi kok wajahnya tidak asing ya."

"MasyaaAllah benar banget. Aira, kamu tadi tidak kenalan sama mereka?"

Wanita bercadar tadi hanya menggelengkan kepalanya sembari mengikuti ke arah pandang teman-temannya. Ya, wanita itu sepertinya memang mengenal wajah-wajah yang barusan ia temui. Ia memang sering datang ke kajian Ustadz Taqa sejak ia duduk di bangku SMP bersama almarhumah sang mama, bahkan ia juga sering dulu melihat Daffa dan Dhafi serta Khalisa ikut mengisi kajian. Awalnya wanita bercadar itu tidak percaya bisa bertemu dengan keluarga yang selama ini ia kagumi tanpa seorangpun ada yang tahu.

"Sayang banget sih Ai, kalau aku jadi kamu, sudah tak ajak kenalan."

"Iya kan, mana dua-duanya cakep banget lagi. Aaaa jiwa jomblo ku meronta-ronta."

"Astaghfirullah, nyebut Lia, Dijah. Apa pantas kita sebagai wanita muslimah mengagumi sampai seperti itu?"

Kedua teman Humaira langsung beristighfar banyak-banyak. Memang jika mereka telah keluar dari jalur, pasti ada Humaira yang akan mengingatkan mereka. Ya, wanita bercadar itu bernama Ainun Humaira. Gadis cantik yang memang sudah menggunakan cadar sejak duduk di bangku SMA.

Semua orang memanggilnya dengan sebutan Aira, ia adalah seorang mahasiswi ke dokteran yang sebentar lagi akan koas ke Jakarta. Mungkin beberapa Minggu lagi Humaira akan berangkat ke Jakarta melanjutkan cita-citanya. Gadis mandiri yang hidup sebatang kara sejak ke dua orang tuanya meninggal dunia.

Sebenarnya Humaira tinggal bersama pakde dan budenya, namun ia merasa tidak enak jika terus menumpang dengan keluarga dari ibunya itu. Jadilah ia memilih ngekost bersama teman-temannya.

Tak terasa azan Zhuhur berkumandang, ayah Taqa dan Bunda Balqis memanggil anak-anak mereka untuk melaksanakan shalat zhuhur berjamaah di masjid. Ke tiga anak mereka pun menghampiri ke dua orang tua mereka.

"Ayo nak shalat dulu, habis itu kita makan siang di sini."

"Adek kan tidak shalat Bun, adek tunggu di sini saja ya."

"Tidak apa-apa adek tinggal sendiri?"

Khalisa menganggukkan kepalanya dengan senyuman manisnya yang bertengger di wajahnya. Dhafi mengelus kepala sang adik yang tertutup hijab. Mereka pun berjalan ke arah masjid yang ada di dekat pantai tersebut. Sedangkan Khalisa menunggu ke dua orang tua dan abangnya di sana.

...💜💜°°°💜💜...

...To Be Continued...

Terpopuler

Comments

Hujan dan gugur

Hujan dan gugur

aku baru sadar kalo ada temen ku di cerita novel ini🗿.
Ainun kau terkenal😂😂

2024-11-30

1

🐥mami kookie97🐰

🐥mami kookie97🐰

jadi gk sabar nungguin eps selanjutnya thor🥰🥰
💪semangat trus ya😘😘

2024-02-11

1

lihat semua
Episodes
1 Keributan di Pagi Hari
2 Liburan
3 Pertemuan Sikembar dengan Humaira
4 Pertolongan Humaira
5 Khalisa Harus di Rawat
6 Akhirnya Khalisa Siuman
7 Apa itu Jatuh Cinta
8 Rencana Kejutan
9 Sebuah Tatapan
10 Sebuah Pertemuan
11 Mimpi
12 Keberangkatan ke Jakarta
13 Kenapa Kita Tidak Terlahir dari Rahim yang Sama
14 Teman Baru
15 Tarawih Pertama
16 Menciptakan Saingan Sendiri
17 Sahur Pertama
18 Semuanya Harus di Mulai dengan Kebaikan
19 Berburu Takjil
20 Kehabisan Takjil
21 Mendapatkan Izin Ayah & Bunda
22 Cara Terbaik
23 Kembali berburu Takjil
24 Amanah Ayah Taqa
25 Pertemuan dengan Gadis Tidak di Kenal
26 Buka Bersama di Restoran
27 Rencana Menikah
28 Khalisa & Haina
29 Semakin Akrab
30 Perasaan Seorang Ibu
31 Pulang ke Bandung
32 Membuat Kue Lebaran
33 Permintaan Ayah Taqa
34 Menikahlah dengan Putri Ayah
35 Rumit
36 Fakta ke Dua
37 Takdir Apa Ini?
38 Pertemuan Dua Keluarga
39 Keputusan Dhafi
40 Kedatangan Keluarga Sikembar
41 SAH
42 Maaf
43 Calon Suami
44 Kepulangan Ayah Taqa
45 Hembusan Nafas Terakhir
46 Persinggahan Terakhir
47 Cemburu
48 Menggoda Khalisa
49 Persiapan Pernikahan
50 Sebuah Ungkapan Manis
51 Selamat D & H
52 Mulai Posesif
53 Dua Pemuda Jatuh Cinta
54 Kemarahan Daffa
55 Sebuah Keputusan
56 Shanum: Samuel & Hanum
57 Rencana Liburan
58 Menekan Sabar
59 Hampir Habis Kesabaran
60 Tiba-tiba Mual
61 Dua Masalah Berbeda
62 Fakta Mengejutkan
63 Bandara
64 Kami Pulang Bunda
65 Merindukan Sosok Almarhum
66 Sakit
67 Menjenguk Humaira
68 Sweet
69 Salah Paham
70 Isi Sendiri Judulnya Ya
71 Mangga Muda
72 Rasa Bersalah Khalisa
73 Perhatian
74 Kegundahan
75 Merindukan
76 Sebuah Guncangan
77 Kabar Buruk
78 Itu Tidak Benar
79 Di larikan ke Rumah Sakit
80 Maafkan Mas
81 Kritis
82 Sosok yang di Rindukan
83 Hilang Ingatan
84 Bertemu
85 Aku Menyukai Suamimu
86 Perubahan Sikap Daffa
87 Kemunculan Seseorang
88 Di Larikan ke Rumah Sakit
89 Kembali kepada-Nya
90 Akhirnya Bahagia
91 Ke Kantor Baba
92 The End
93 Novel "Ours Time"
94 Novel: Jejak Takdir di Ujung Waktu
95 Novel: Jodoh Jalur Ummi
Episodes

Updated 95 Episodes

1
Keributan di Pagi Hari
2
Liburan
3
Pertemuan Sikembar dengan Humaira
4
Pertolongan Humaira
5
Khalisa Harus di Rawat
6
Akhirnya Khalisa Siuman
7
Apa itu Jatuh Cinta
8
Rencana Kejutan
9
Sebuah Tatapan
10
Sebuah Pertemuan
11
Mimpi
12
Keberangkatan ke Jakarta
13
Kenapa Kita Tidak Terlahir dari Rahim yang Sama
14
Teman Baru
15
Tarawih Pertama
16
Menciptakan Saingan Sendiri
17
Sahur Pertama
18
Semuanya Harus di Mulai dengan Kebaikan
19
Berburu Takjil
20
Kehabisan Takjil
21
Mendapatkan Izin Ayah & Bunda
22
Cara Terbaik
23
Kembali berburu Takjil
24
Amanah Ayah Taqa
25
Pertemuan dengan Gadis Tidak di Kenal
26
Buka Bersama di Restoran
27
Rencana Menikah
28
Khalisa & Haina
29
Semakin Akrab
30
Perasaan Seorang Ibu
31
Pulang ke Bandung
32
Membuat Kue Lebaran
33
Permintaan Ayah Taqa
34
Menikahlah dengan Putri Ayah
35
Rumit
36
Fakta ke Dua
37
Takdir Apa Ini?
38
Pertemuan Dua Keluarga
39
Keputusan Dhafi
40
Kedatangan Keluarga Sikembar
41
SAH
42
Maaf
43
Calon Suami
44
Kepulangan Ayah Taqa
45
Hembusan Nafas Terakhir
46
Persinggahan Terakhir
47
Cemburu
48
Menggoda Khalisa
49
Persiapan Pernikahan
50
Sebuah Ungkapan Manis
51
Selamat D & H
52
Mulai Posesif
53
Dua Pemuda Jatuh Cinta
54
Kemarahan Daffa
55
Sebuah Keputusan
56
Shanum: Samuel & Hanum
57
Rencana Liburan
58
Menekan Sabar
59
Hampir Habis Kesabaran
60
Tiba-tiba Mual
61
Dua Masalah Berbeda
62
Fakta Mengejutkan
63
Bandara
64
Kami Pulang Bunda
65
Merindukan Sosok Almarhum
66
Sakit
67
Menjenguk Humaira
68
Sweet
69
Salah Paham
70
Isi Sendiri Judulnya Ya
71
Mangga Muda
72
Rasa Bersalah Khalisa
73
Perhatian
74
Kegundahan
75
Merindukan
76
Sebuah Guncangan
77
Kabar Buruk
78
Itu Tidak Benar
79
Di larikan ke Rumah Sakit
80
Maafkan Mas
81
Kritis
82
Sosok yang di Rindukan
83
Hilang Ingatan
84
Bertemu
85
Aku Menyukai Suamimu
86
Perubahan Sikap Daffa
87
Kemunculan Seseorang
88
Di Larikan ke Rumah Sakit
89
Kembali kepada-Nya
90
Akhirnya Bahagia
91
Ke Kantor Baba
92
The End
93
Novel "Ours Time"
94
Novel: Jejak Takdir di Ujung Waktu
95
Novel: Jodoh Jalur Ummi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!