Seharusnya setelah dari pantai, masih ada tujuan yang ingin mereka datangi sesuai keinginan Khalisa. Namun karena Khalisa tadi sempat tenggelam dan pingsan, ayah Taqa memutuskan untuk pulang saja agar putrinya bisa beristirahat. Karena Khalisa menolak untuk di bawa ke rumah sakit.
Saat tiba di rumah, bunda Balqis langsung menuntun putrinya untuk menaiki anak tangga menuju kamar sang putri, di ikuti oleh ayah Taqa dan ke dua abang kembarnya. Mereka masih terlihat khawatir dengan kondisi si bungsu.
"Adek istirahat ya, nanti kalau rasanya adek merasa tidak nyaman harus langsung kasih tahu bunda, ayah atau Abang. Oke sayang!"
"Iya bunda cantik, bunda jangan khawatir. Adek baik-baik saja. Udah bunda sama ayah istirahat saja, Abang Daffa dan Abang Dhafi juga istirahat."
"Baiklah sayang, kami akan ke luar."
Cup
Bunda Balqis mengecup kening putrinya dengan sayang dan mengelus kepala sang putri sebelum meninggalkan kamar tersebut, begitu juga dengan ayah Taqa. Sedangkan si kembar masih terlihat berdiri di sana memandang wajah adiknya yang tengah memperhatikan ayah dan bunda mereka yang telah melangkah ke luar kamar.
"Loh, Abang Daffa dan Abang Dhafi kenapa masih di sini? Buruan keluar sana, soalnya adek mau tidur."
"Hem, baik lah tuan putri. Abang Daffa keluar ya, selamat istirahat adek. Ayo Fi, biarkan adek istirahat."
"Iya, tapi adek benar ya kalau merasa pusing atau sesak, adek harus segera kasih tahu orang yang ada di rumah."
Khalisa hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ia tahu orang yang sangat terlihat khawatir adalah si kembar. Walaupun bunda dan ayahnya juga khawatir dengan kondisinya, namun si kembar tidak dapat menyembunyikan rasa khawatirnya, terlebih Dhafi.
Setelah Dhafi memperbaiki selimut Khalisa, ia pun langsung keluar bersama Daffa menuju kamar mereka masing-masing. Sejujurnya sekarang dada Khalisa sungguh sesak, namun ia berusaha menahannya. Ia menganggap semuanya baik-baik saja, mungkin karena ia banyak meminum air laut itu. Setelah beristirahat Khalisa yakin jika dirinya pasti akan segera baikan.
Setelah shalat isya dan para penghuni rumah ingin makan malam bersama, mereka tidak mendapati sibungsu di meja makan. Si kembar yang inisiatif ingin memanggil adik mereka pun di cegah oleh bunda Balqis.
"Loh, adek tumben belum turun. Kalau begitu biar Dhafi panggil saja yang bun, ayah."
"Tidak usah nak, biar bunda saja."
Dhafi menurut, ia membiarkan bundanya memanggil sang adik. Bunda Balqis pun berjalan menuju lift, saat pintu lift terbuka, ia langsung melangkahkan kakinya ke kamar si bungsu. Ia perlahan membuka pintu putrinya alih-alih memanggilnya. Namun saat bunda Khalisa memasuki kamar sang putri, ia melihat putrinya masih tidur bahkan meringkuk di dalam selimutnya.
Ceklek!
"Assalamu'alaikum sayang, sayang kenapa belum bangun? Khalisa... Nak ayo bangun. Adek... Astaghfirullah, badan adek panas banget."
Bunda Khalisa terkejut merasakan tubuh sang putri sangat panas sekali dan terlihat Khalisa tengah menggigil, wajahnya juga pucat pasi dan keringat mengucur membasahi seluruh tubuhnya. Dengan cepat bunda Balqis berlari keluar dan berteriak dari lantai atas memanggil suaminya.
"Mas... Cepat ke kamar Khalisa, kita harus membawa Khalisa ke rumah sakit."
Mereka yang ada di lantai bawah langsung gegas berlari menaiki anak tangga menuju kamar Khalisa. Saat memasuki kamar tersebut, mereka melihat bunda Balqis menangis di samping putrinya. Ayah Taqa pun segera meraba kening sang putri dengan punggung tangannya. Ternyata benar, tubuh Khalisa sangat panas dengan wajah seputih tisu.
"Astaghfirullah, benar sayang, badan adek panas banget. Daffa segera siapkan mobil, kita langsung ke rumah sakit."
Tanpa menunggu, Daffa pun gegas berlari keluar kamar sang adik dan menyiapkan mobil untuk membawa Khalisa ke rumah sakit. Dhafi yang ingin membantu ayahnya untuk menggendong tubuh Khalisa yang tidak lagi ringan di tolak oleh ayah Taqa. Bagaimanapun juga ia tidak ingin putri dan putranya terjadi sentuhan fisik satu sama lain, mengingat bahwa mereka bukanlah mahram.
"Ayah, biar Dhafi gendong adek ke bawah."
"Tidak nak, biar ayah saja. Ayah masih kuat kok. Ayo sayang persiapkan semua untuk administrasi putri kita nanti."
Dhafi paham, ia mengekori ayahnya dari belakang. Bunda Balqis pun ke kamarnya untuk mengambil tasnya. Mereka langsung bertolak malam itu ke rumah sakit swasta yang ada di kota Bandung, dimana Daffa yang membawa kendaraan.
Jalanan malam itu terlihat macet dan membuat mereka semakin khawatir. Apalagi Khalisa kini tengah mengigau menyebut nama bunda, ayah, dan ke dua abangnya. Sepertinya Khalisa tengah bermimpi bahwa ia tenggelam, karena ia menyebut kata tolong dan juga menyebut orang-orang yang ia sayangi. Bunda Balqis mendekap tubuh mungil sang putri, air matanya sudah mengalir membasahi pipinya. Ayah Taqa ikut memeluk putri dan istrinya. Sedangkan Dhafi memperhatikan dari depan yang tengah duduk di samping Daffa yang fokus mengemudi.
"Masih lama nak? Bunda khawatir sama adik kalian. Badan Khalisa semakin panas. Ayo cepat Fa."
"Sabar sayang, kita tidak bisa memaksa Daffa segera cepat sampai. Jalanan lumayan ramai sayang. Kita berdoa saja agar Putri kita baik-baik saja."
Tak lama setelah menghadapi kemacetan kota, mereka tiba juga di rumah sakit. Tanpa menunggu lama, ayah Taqa kembali menggedong putrinya, di ikuti oleh istri dan ke dua putranya. Dhafi pun tak hanya diam, ia berlari ke dalam memanggil petugas rumah sakit. Khalisa langsung di tangani malam itu. Mereka menunggu Khalisa di periksa oleh dokter di depan UGD, bunda Balqis tak berhenti menangis di pelukan suaminya. Sedangkan si kembar tak kalah khawatir, mereka hanya berdiri diam di depan ruang UGD itu.
Tak lama terlihat dokter keluar, mereka langsung menghampiri dokter wanita tersebut. Dokter itu menjelaskan bagaimana kondisi Khalisa. Mereka cukup terkejut mendengar penuturan sang dokter. Bunda Balqis tak dapat membendung air matanya.
"Dok, bagaimana kondisi putri kami?"
"Apa sebelumnya pasien tenggelam?"
"Benar dok, tadi siang putri saya tenggelam di laut saat menolong anak kecil yang hampir saja tenggelam. Putri saya sebenarnya pandai berenang, namun kakinya sempat keram hingga ia ikut tenggelam. Tadi kami juga ingin membawa putri kami ke rumah sakit, namun putri kami menolaknya."
Huft...
"Begini Bu, putri bapak dan ibu terkena edema paru. Hal ini terjadi ketika air menumpuk di paru-paru yang menyebabkan kesulitan bernapas. Sepertinya putri bapak dan ibu tanpa sengaja banyak meminum air laut dan menghirupnya. Kondisi tersebut tidak hanya menyulitkan untuk bernapas, tetapi juga dapat menyebabkan nyeri dada, batuk, perubahan perilaku, dan kelelahan ekstrem. Komplikasi dari edema paru karena tenggelam dapat meningkatkan tekanan di arteri pulmonalis (pulmonary hypertension), dan akhirnya ventrikel kanan di jantung menjadi lemah. Ventrikel kanan memiliki dinding otot yang jauh lebih tipis dari pada sisi kiri jantung karena tekanannya lebih sedikit untuk memompa darah ke paru-paru."
Degh!
Jantung mereka sama-sama berpacu dengan cepat mendengar penuturan sang dokter. Bunda Balqis meremas dadanya yang terasa nyeri. Kenapa harus putrinya. Ayah Taqa yang tahu bagaimana ke khawatiran sang istri berusaha menenangkan istrinya dengan mengelus punggung sang istri.
"Apakah bisa di sembuhkan dok?"
"Alhamdulillah beruntung tidak parah, masih bisa di atasi dengan mengikuti prosedur rumah sakit. Untuk beberapa hari ke depan, putri kalian harus di rawat di sini."
"Lakukan yang terbaik dok."
"Baiklah pak, setelah adminstrasi anak bapak dan ibu di urus, kami akan segera memindahkan putri kalian. Kalau begitu saya permisi."
...💜💜°°°💜💜...
...To Be Continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Nurgusnawati Nunung
semestinya kalau habis tenggelam harus di bawa ke RS ya.. setidaknya pasti ada air yang masuk kedalam paru-paru.
2024-03-14
1
Ningmar
masih mengikuti kisahmu thor....lanjut
2024-03-04
1
Musim_Salju
Assalamu'alaikum sahabat Salju 🫶
Jangan lupa tinggalkan jejak (like, komen, subscribe, vote, dll) mampir juga ya ke karya author yang berjudul Mengobati Hati Yang Terluka, masih on Going. Terimakasih 😘🥰
2024-02-14
1