Eps. 16. "Kasih Sayang Ibu"

        Setelah kejadian itu, Imran yang sudah merasa tidak nyaman ia pun langsung bergegas pergi meninggalkan mereka.

       "Bro tunggu." Panggil Dimas menyusul di belakangnya.

       "Gila lo Bro!, bisa gitu ya elo di rebutin 3 cewek sekaligus. Mana cantik-cantik lagi tu cewek-cewek."

       "Bodok ah Dim!, gak perduli aku." Balas Imran.

       "Kalo enggak aturlah aku supaya bisa macam elo jadi bahan perebutan cewek-cewek di kelas, gimana bro? bisa kira-kira?"

       "Gila kamu Dim!, yang enggak enggak aja yang kau bilang!"

       "Lah kan emang iya."

       "Gak lah Dim, lebih baik kita sekarang ni ya mikirin gimana langkah kita kedepannya. Bukan malah mikirin gimana harus dapat cewek banyak-banyak. Lagian ya Dim kita tuh masih muda, perjalanan kita masih panjang yang paling penting sekarang adalah belajar dengan giat, kejar cita-cita kita." Ucap Imran kepada Dimas.

       "Ah elaah... Iya-iya pak ustadz.." Ledek Dimas mengatakan Imran seperti ustadz.

       "Tidak berselang lama, Tiwi dan juga Dina beserta para siswa lainnya mulai meninggalkan kekacauan di kafe tersebut.

       "Sesampainya di kelas Dimas bertanya kembali kepada Imran.

       " Eh Bro, rencana gua akhir pekan nanti niat nya mau liburan, elo ikut kagak?"

       "Mau liburan ke mana emangnya?", Imran bertanya balik.

       "Rencana sih mau ke pantai."

       "Em... Kita liat nanti aja lah Dim." Sela Imran.

       Imran pun kembali duduk di bangkunya sambil membaca buku seni bela diri peninggalan dari almarhum sang Ayah. Buku tersebut sudah sejak lama ia simpan dan ia bawa kemana pun ia berpergian.

       Sebelum Ayahnya meninggal, sempat tersirat sebuah pesan yang di sampaikan oleh beliau. Bahwa di dalam pesan terakhir tersebut beliau berharap jika putra keduanya kelak tumbuh dewasa dapat menjadi seni bela diri yang kuat dan juga pemberani.

      Namun sayang. Semua pesan itu di tepis oleh Imran, karena ia justru mewarisi bakat seni lukis yang amat sangat hebat berasal dari bakat seni almarhum sang kakek.

      Tidak penting baginya ilmu bela diri atau semacamnya, yang hanya Imran pikirkan ialah bagaimana ia agar supaya tetap semangat belajar dan membanggakan Ibunya yang sangat iya sayangi.

      Setibanya jam mata pelajaran usai, secara spontan Cici bertanya kepada Imran.

     "Mran, em gue denger tadi elo sama Dimas bakal liburan ya ke pantai akhir pekan?"

     "Nggak!, aku gak pergi. Lebih baik jualan dapat duit di tabung." Jawab Imran ketus.

      Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulutnya si Imran.

     "Oooh gitu ya."

     "Hem" jawab Imran cuek.

     "Dingin amat jadi cowok" Gumam Cici sambil tersenyum.

     Sesampainya di rumah...

     "Bu.... Ooo Bu, Imran pulang."

     "Eh abang aku yang ganteng uda pulang", sahut adik nya yang masih kecil sekitar usia 4 tahunan.

     "Vivi... Mana Ibu?, kok nggak ada di rumah?." Tanya Imran yang mendapati Ibunya sedang tidak berada di dalam rumah.

     "Oh Ibu, Ibu tadi pergi ke warung sebentar." Jawab Vivi dengan suara nya yang lucu.

     "Emm gitu.."

     "Iya Bang, nah tuh Ibu pulang." Seru Vivi yang kemudian menunjuk nunjuk Ibunya.

     "Eh Ibu, habis belanja ya?," Tanya Imran pada Ibunya.

     "Iya ni Nak, untuk masak entar malam." Jawab Ibunya sambil meletakkan belanjaan nya di atas meja makan.

     "Gimana nak sama sekolah nya, lancar?." Tanya Ibunya lagi.

     "Ya Alhamdulillah lah Bu, semuanya lancar kok." Balas Imran sambil duduk di kursi dengan wajah nya yang lesuh.

     "Bu lihat Abang, katanya lancar, tapi kok mukanya lesuh begitu. Hehe..." Ledek Vivi kepada Abangnya Imran.

     "Iya ni Bu, di sekolah tadi ada sedikit masalah."

     "Masalah?, masalah apa emangnya nak?" Tanya Ibunya yang mendadak penasaran.

     "Itu loh Bu, tadi tuh kan Imran lagi enak enaknya nyantai di kafe mau makan pas jam istirahat, eh tiba-tiba ada 3 cewek gak jelas yang datang godain Imran, parah nya lagi sampai berantam Bu, orang itu di sana. Kan bikin malu aku jadinya." Jawab Imran berkata jujur kepada Ibunya.

"Oooh itu masalah nya, kirain masalah apaan. Lagian kamu ya Mran, kamu juga yang salah." Balas Ibunya yang justru menyalahkan putranya.

"Lah, kok jadi salah nya Imran Bu?." Tanya Imran merasa bingung.

"Ya iya lah, habis nya salah sendiri. Kenapa Cici, Tiwi, Dina kamu cuekin terus ya jadi begini keadaannya."

"Bukan di cuekin Bu, tapi bukannya Ibu sendiri yang selalu ingetin Imran supaya fokus sama pendidikan Imran dulu." Balas Imran lagi.

"Iya sih itu memang betul. Tapi ya udah lah nak jangan di bahas lagi. Lagi pula ni ya apapun keputusan kamu Ibu selalu support kamu selagi itu masih di jalan yang positif." Seru Ibu Imran.

"Yasudah kalau gitu cepat kamu ganti baju dan lekas balik ke sini lagi, Ibu uda masakin masakan kesukaan kamu hati ayam sambal.

"Oke Bu, Imran ganti baju dulu." Jawab Imran berlalu pergi meninggalkan Ibunya yang berada di meja makan.

Tidak berselang lama, Imran pun kembali ke meja makan.

"Yauda aku makan dulu ya Bu" Balas Imran yang sudah berada di meja makan.

Setelah selesai makan, Imran pun di panggil oleh ibunya.

"Imran... Kesini sebentar nak, Ibu mau ngomong sama kamu.

"Iya Bu." Jawab Imran.

"Emang mau ngomong apa Bu.?"

"Akhir pekan nanti, kamu nggak usah bantuin Ibu jualan kue kering keliling lagi ya.?"

"Lah, emangnya kenapa Bu?"

"Jadi gini, kebetulan Ibu ada teman dan anaknya teman Ibu itu kerja di sebuah restoran ternama di Danau Toba. Dan kata teman Ibu itu anaknya lagi cari teman kerja, jadi mumpung kamu lagi liburan nanti, kamu bisa tuh ikut kerja di sana." Ujar Ibu.

"Jadi Bu, nanti yang bantuin Ibu jualan siapa?",

"Kan masih ada Abang kamu Riyan. Kamu gak perlu khawatir akan hal itu. Dan satu lagi, gaji di sana cukup lumayan besar Lo Nak." Kata sang Ibu yang mencoba membujuk Imran.

"Ya udah deh Bu aku setuju kalau gitu, lumayan juga buat tambahan uang belanja Ibu."

"Hem, iya nak. Kamu betul kebetulan bahan bahan pokok di rumah sudah semakin menipis"

"Udah Bu, Ibu jangan sedih gitu. Kita harus tetap semangat Bu jangan mudah mengeluh.

"Hem iya nak, kamu memang anak Ibu yang paling baik.. Terimakasih ya nak." Sang Ibu pun memeluk putra nya.

"Udah Bu apaan sih?, malu ah.." Imran pun bangkit berdiri meninggalkan sang Ibu yang masih tersenyum.

     

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!