Selamat

Sekarang jiwaku tak tenang, lagi. Jika tadi ingin segera mendengar bel istirahat berbunyi, saat ini aku tidak ingin bel pulang berbunyi dengan cepat. Pesan dari Azam tadi benar-benar menghantuiku. Kuyakin itu hanya prank, tapi jika benar, aku tidak ingin bertemu dengan A Akbar.

Seriusan, ini lama-lama aku sama Azam tukeran posisi. Bukankah biasanya cowok yang main ke rumah cewek duluan? Kenapa malah aku yang harus ke rumahnya? Walau dalam rangka menjenguk orang sakit, sih.

Ke sananya harus nebeng sama orang lain pula. Nanti aku pulangnya gimana? Gak mungkin kan dianterin Azam, dia kan lagi sakit. Gak mungkin juga minta diantar pulang sama A Akbar, plis deh dia bukan Kang Ojek.

Leli sepertinya menyadari kegelisahanku, tatapannya benar-benar menusuk sejak tadi. Aku yakin dia ingin bertanya, tapi takut ditegur sama ibu guru di depan. Kasihan, aku pun membalik buku ke halaman terakhir, lalu menulis, "Sakit perut."

Baiklah, sebaiknya aku berpura-pura sakit saja. Sungguh demi Azam yang jarang ngobrol, aku belum siap ke rumahnya! Aku pengen hubungan kita ini jalan pelan-pelan dan alami. Kalau langsung pergi ke rumahnya itu terasa seperti memotong jalan pas kena macet.

Leli memandangku khawatir, dia pun membalas, "Sabar, bentar lagi juga pulang."

Entah kenapa radarku menangkap jika gadis itu salah paham akan sesuatu. Aku mengendikkan bahu, lalu mencoba fokus pada penjelasan ibu guru. Baiklah, sebaiknya aku berhenti memikirkan Azam barang sejenak.

"Hari ini dicukupkan sampai di sini, jangan lupa kumpulkan LKS kalian di meja ibu." Ibu Liah pun meninggalkan kelas setelah ucapannya diiyakan anggota kelas.

Sekarang jantungku berdetak kencang, aku benar-benar gugup! Tadi Azam hanya bercanda kan? Dia tidak benar-benar menyuruhku datang ke rumahnya, kan?

Aku kembali mengecek ponsel, membaca sebuah pesan yang baru saja masuk. Pas sekali, apa Azam memasang alarm di ponselnya agar ia tahu kapan bisa pulang?

"Jadi ke sini?"

Oke, sekarang aku benar-benar yakin Azam serius. Aku tidak mau ke rumahnya, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya menolak. Maksudku hei, dia sedang sakit. Bagaimana bisa aku menolak untuk menjenguk orang sakit.

"Na," Leli memanggilku dengan suara khawatir, "katanya mau ke toilet?"

Kapan aku bilang mau ke toilet?

Ah, sudah kuduga teman satu bangkuku itu memang salah paham. Apa di benaknya hanya terlintas buang air besar saat orang lain mengatakan sakit perut? Benar-benar tidak bisa dipercaya.

Tok. Tok. Tok.

"Permisi," sapa sebuah suara yang cukup familiar. Aku segera menoleh ke pintu, dan benar saja, itu A Akbar! Gila, sekarang rasanya aku mau pura-pura pingsan saja. Bagaimana caranya aku kabur dari A Akbar?

"Kenapa, A?" tanya Parhan yang kebetulan berada di dekat pintu untuk pulang.

A Akbar celingukan, lalu saat matanya menemukan keberadaanku dia segera memasang senyum lebar. "Sini, Na!"

Mati aku! Aku belum menyiapkan alasan untuk ngeles!

Aku tersenyum sepolos mungkin, berpura-pura tidak mengerti maksud kedatangannya.

"Ada apa, A?" tanyaku basa-basi. Duh, padahal hatiku sudah ketar-ketir memikirkan bagaimana caranya untuk segera pergi dari hadapan A Akbar.

"Itu, katanya kamu mau nebeng." A Akbar memasang senyum menggoda, cukup untuk membuat gadis berhati lemah akan coganku meleleh sedikit.

"Oh, itu ... anu ...." Aku tidak tahu harus menjawab apa, akhirnya lipatan rok harus rela aku jadikan pelampiasan akan rasa gugup.

Tapi tiba-tiba suara yang di telingaku terdengar mirip malaikat datang, membuat aku senang bukan kepalang.

"Ina!" panggil seseorang semangat, gadis itu menuruni tangga sambil membawa baju olahraga.

"Ayo ganti baju bareng."

Ah, kenapa aku bisa melupakan itu? Sekarang hari Selasa, jadwalnya ekskul voli. Syukurlah Tuhan masih berbaik hati memberiku jalan keluar.

"Maaf, A, sepertinya tidak usah. Aku harus ikut ekskul dulu. Nanti biar aku yang mengabarinya." Aku memberitahu A Akbar kelewat semangat, masa bodoh jika dia tahu aku sedang berbohong.

Lelaki itu memasang senyum maklum, "Baiklah, kalau begitu aku duluan." Dia pun pergi begitu saja, meninggalkan Fia--teman satu ekskulku yang berwajah cengo. Sepertinya sebentar lagi akan ada rentetan pertanyaan kenapa A Akbar bisa ada di sini.

Takut lupa, aku segera membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim pesan pada Azam.

"Maaf, hari ini aku ada ekskul. Semoga lekas sembuh🤗🤗🤗."

Terpopuler

Comments

rachmahwahyu

rachmahwahyu

yah kok gak jadi

2020-03-28

1

Eva Noorita

Eva Noorita

seru

2020-01-24

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!