Bukan Pacar Bucin

Bukan Pacar Bucin

Pertemuan Pertama

Sebagai seseorang yang cinta mati sama membaca, aku tentu terpengaruh sama apa yang aku baca. Termasuk bagaimana aku menentukan kriteria dalam memilih pacar. Karena novel yang aku baca adalah novel gratisan yang ada di internet, jadi kebanyakan aku bacanya novel lokal.

Novel lokal juga keren-keren, kok. Cowoknya jago berantem, jago tawuran, jago pamer, jago balapan liar, dan lain-lain. Tapi sayangnya aku belum pernah nemu satu pun cowok begitu.

Tempat aku sekolah itu adem banget, cowoknya pada sholeh, kalau ceweknya sama aja sih tukang gosip. Tapi aku enggak ya, aku kan anak sholeha, cantik, pintar, rajin menabung (di warung), dan hobinya juga anak rumahan banget, baca novel online.

Kenapa aku bacanya novel online? Karena aku kere gaiz, buat jajan aja kurang apalagi buat beli buku, duh pusing. Inginnya sih bisa eksis di instagram jadi bookstagram gitu, namun apalah daya novelnya gak kebeli.

Kadang aku suka heran, kok bisa teman-temanku pada beli make up yang mahal itu, sedangkan aku buat makan siang aja kadang rasanya belum kenyang. Sering banget aku lihat teman-teman buka salon di kelas. Banyak banget make upnya, berjejer di meja. Apalagi kalau empat sekawan udah ngumpul, beuh, itu meja penuh banget. Ada lipstick, liptint, lipbalm, eye shadow, maskara, bedak, foundation, entah apa lagi dah aku enggak tau namanya.

Nah, mereka kok bisa ya punya duit buat beli itu semua? Bekalku ke sekolah biasanya Rp. 10.000, ongkos naik angkot pulang pergi Rp. 4.000, jajan istirahat pertama sama kedua rasanya Rp. 6.000 itu masih belum cukup. Belum bayar kas kelas, kas ekskul, foto copy, ngeprint, duh mana cukup. Entah mereka yang jago nabungnya, atau jumlah bekalnya yang antara langit dan bumi. Entahlah, ini masih sebuah misteri bagiku.

Biasanya mereka buka salon setelah sholat dzuhur, katanya sih biar fresh dan enggak kelihatan kucel. Jadilah pas belajar wajah mereka kinclong badai. Mereka juga bawa pencuci muka, hal yang kadang bikin kesal karena membuat antrian ke toilet jadi panjang. Dasar cewek.

Apalagi kan biasanya cewek suka ribet ya, pipis aja lama, ini ditambah cuci muka, duh kebayang kan ngantrinya gimana? Makanya aku suka izin ke toilet ketika udah masuk waktu dzuhur, biar gak perlu ngantri lama. Tapi tetap aja, biasanya udah ada yang ngantri juga. Hadeuh.

Sebalnya, kadang kalau sedang iseng, mereka suka dandanin aku, dan kalau lagi sial aku gak bisa kabur. Hasilnya? Aku gak ngerti, menurutku wajahku sama aja. Maaf aja nih ya, bukan sombong, tapi kulit aku tuh warnanya kuning langsat dengan tekstur sehalus pantat bayi. Jadi tanpa make up dan skincare pun wajahku udah cantik. Cocok bangetlah kalau bersanding sama Azam, cowok ganteng yang punya sifat dingin kayak di novel-novel kesukaanku.

Aku udah naksir Azam sejak masa orientasi, kurang lebih satu tahun setengah yang lalu. Azam bukan bagian dari OSIS apalagi Pramuka, tapi aku ketemu dia pas lagi mau ke toilet. Hidung mancungnya yang udah kayak perosotan anak TK membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Gila! Ganteng banget! teriak batin ganjenku. Padahal waktu itu aku lagi ngantuk berat, biasalah kan kalo lagi masa orientasi itu suka ada materi ya, nah yang nyampein materinya itu ngebosenin, jadilah aku izin ke toilet. Tapi lihat wajah Azam, aduh ini mata langsung melek, seger aja gitu rasanya, pokoknya gak bisa berpaling dari wajahnya yang ganteng pake banget itu.

Sebagai seorang muslim sebenarnya haram banget buat aku natap yang bukan mahram, tapi sebagai seorang gadis biasa aku gak bisa nolak pesona cowok ganteng. Jadilah aku mencoba untuk menatapnya tanpa berkedip, kan katanya kalau natap itu yang pertama gak dosa.

Tetap aja dosa, bambank! Sisi warasku mencerca.

Iseng-iseng berharap dapat hadiah, aku mencoba untuk menyapanya. Ya siapa tahu kan bisa minta nomor WhatsAppnya. Siapa yang bisa nolak emangnya kalau diminta no. WA sama cewek cantik macam aku?

Dengan keberanian dan kepercayaan diri yang berada di tingkat langit ke tujuh, aku pun menghampiri Azam sambil tersenyum manis dengan niat tebar pesona. Semoga aja dia gak punya dinding yang membuatnya kebal pada pesona gadis cantik sepertiku. Kalau pun ada, kuyakin dinding itu langsung runtuh kala dia menatap senyum manisku, hahay.

"Selamat siang, A." Waktu itu aku memang belum tahu namanya, dan sebagai orang Tasik asli, jadilah aku memanggilnya A. Dia jelas kakak kelas, karena pakaiannya putih abu-abu. Tidak seperti aku yang masih mengenakan pakaian putih biru. Untungnya sekarang udah gak boleh ada perpeloncoan, jadi penampilanku tetap aman. Kece badai seperti biasa.

Dalam hati aku sudah merangkai kata-kata untuk memperpanjang percakapan, seperti bertanya, "Aa siapa namanya? Perkenalkan, aku Ina Fitriani, calon kelas X jurusan IPA. Aa kelas berapa? Jurusan apa, A? Wah, kita sejurusan! Senangnya! Boleh minta nomornya, A? Siapa tahu nanti ada pelajaran yang aku enggak ngerti, boleh kan tanya sama Aa? Hehe."

Tapi dunia memang jarang sekali berpihak padaku. Azam hanya menautkan alis, mengangguk sedikit, lalu pergi begitu saja. Gila, songong amat! Dia bahkan enggak balas senyum aku!

Hancur sudah tingkat kepercayaan diriku, dari level langit ke tujuh langsung terjun bebas ke bagian terdalam bumi. Aku kurang apa coba sampai diacuhkan begini? Cantik, jelas. Sopan, jangan ditanya. Manis, duh udah kayak martabak full cokelat gini masa masih kurang manis, sih? Ah, apa dia gak normal, ya? Sukanya senyum manis dari sesama? Astagfirullah, Ina, jangan suudzon begitu! Gak baik.

Sambil mendumel, aku masuk ke dalam toilet. Gak kuat lagi nahan pipis, padahal tadi niatnya cuma mau cuci muka aja, sekarang malah kebelet. Mungkinkah ini efek ketemu cowok ganteng? Apaan banget deh, masa ketemu cowok ganteng jadi pengen pipis. Gak mungkin.

Kalau kuingat lagi, aku suka banget sama karakter cowok dingin kayak gitu di novel. Tapi kok kalau ketemu di dunia nyata rasanya kesel banget, ya? Pengen benturin kepala Azam ke tembok. Sampai berkali-kali malah. Beneran, deh.

Tapi setelah itu aku jadi penasaran, apa Azam bakal seacuh itu juga sama pacarnya? Walaupun kesal setengah mati, aku malah jadi penasaran sama Azam, dan berujung nyari tahu semua tentang dia.

Setelah menstalk hampir semua akun sosial medianya, dan bertanya-tanya semua tentang dia ke kakak kelas yang membuatku diledek habis-habisan, akhirnya aku menemukan sesuatu yang menarik tentang Azam. Suatu hal yang membuat tingkat antusiasku naik ke level dewa sekaligus.

Terpopuler

Comments

cermayyy_

cermayyy_

ini aku baca yang ke dua kali.Ngulang lagi.Udah lama banget tapi gak ada up date jadi ngulang lagi karena rindu.Dulu bacanya di akun lama dan ini akun baru,sampai inget inget apa ya judulnya.Bacanya tahun jadi agak lupa dan akhirnya hari ini nemu lagi,berharap ada up date terbaru kecewa gak ada ternyata.Ya udhalah baca ulang buat ngobatin rindu sama ina dan azam.Kalau Author pindah lapak kabarin ya kelapak yang mana biar saya uber hehe😂😍

2021-06-30

0

atmaranii

atmaranii

menarik..lucu jg

2021-04-30

0

Morita Sr Pakpahan

Morita Sr Pakpahan

y

2021-01-15

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!