Tentang Azam

Ternyata Azam itu anak ekskul voli, walaupun dia bukan ketuanya seperti tokoh-tokoh dalam novel, aku tetap senang. Kenapa? Ya karena aku juga suka voli, lumayanlah nanti sambil latihan bisa cuci mata. Biar pun badan bau asam, yang penting mata tetap segar. Iya, enggak?

Sebenarnya aku merasa ini bukan kebetulan, karena menurutku tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini. Semua sudah ditulis dalam garis takdir. Bisa jadi aku sama Azam emang jodoh, iya kan?

Haduh, padahal waktu itu aku masih belum suka sama Azam, tapi udah menghayal pengen jadi pacarnya. Halunya emang suka kelewatan.

Entah karena emang satu ekskul, atau mata akunya yang keganjenan, aku sering banget lihat Azam. Entah itu berpapasan di koridor, di kantin, dia lewat di depan kelas, dan pertemuan lainnya. Mungkin lebih benar kalau aku sebut itu sebagai 'mata Ina terlalu sensitif sama cowok ganteng', jadi radarnya aktif sendiri kalau udah sepuluh meter di dekat Azam.

Sedihnya, cuma aku yang suka melihat Azam. Azamnya sih acuh banget, jangankan nengok ke arahku, dia fokusnya cuma ke depan aja. Bahkan aku pernah nyangka kalau dia itu Babi saking lempengnya, serius deh, dia kayaknya jarang banget nengok ke kanan atau ke kiri. Lurus aja. Mirip babi banget kan?

Hm, radar haluku aktif lagi kan. Kuduga sih Azam ini tipe setia, dia kalau punya pacar gak bakal nengok cewek lain. Hahay, idaman banget nih. Kayak tokoh utama di novel yang aku baca minggu lalu.

Sebenarnya gak ada cerita seru yang bikin geregetan antara aku sama Azam, meskipun aku sering merhatiin dia, aku sangsi dia sadar. Dia itu acuh banget. Kadang kalau lagi ada yang ngomong juga gak dia dengerin. Apalagi aku yang cuma natap tanpa berani nyapa. Pasti cuma dianggap kayak setetes air dalam botol, gak penting. Pokoknya Azam itu ngeselin sekota Tasik. Titik.

Tapi tiap ada dia aku bahagia banget, kenapa? Karena sebagai seorang manusia hina yang suka saat orang lain dalam kesulitan, aku senang banget dong lihat orang-orang pada naik darah pas mau ngedeketin Azam. Sumpah hiburan banget! Itulah balasan karena sudah mendahului aku ngedeketin Azam, haha. Padahal aku emang gak pernah niat deketin dia sih, males banget kalau diacuhkan begitu, emangnya aku istri-istri di sinetron Indonesia yang masih sabar walau dijahatin? Aku diacuhkan aja ogah, apalagi dijahatin.

Satu hal yang pasti, Azam ini terkenal seantero sekolah, tapi kayaknya dia gak peduli. Aku kalau jadi dia juga risih sih kayaknya, secara dia terkenal cuma karena tampang doang. Banyak yang deketin cuma numpang tenar, atau karena pengen pacar ganteng. Cih, pada gak guna tuh makhluk. Kayak aku dong, aku juga suka Azam karena ... ya sama aja sih, karena gantengnya, haha. Tapi jangan masukkan aku dalam kategori makhluk gak guna, karena aku cuma suka tanpa berani nyapa. Eh, bukankah ini lebih hina? Bodo amatlah, ya.

Jadi stalker selama satu setengah tahun, aku tahu hampir semua tentang dia, tapi pas lagi di sekolah aja. Aku gak tahu kegiatan dia di luar sekolah. Maaf aja sih, aku bukan fans gila yang bakal ngikutin idolanya sampai ke toilet di rumahnya sendiri. Di sekolah aja udah cukup buatku. Alasan utamanya sih aku gak mau disangka gila sama gak punya modal buat ngikutin dianya.

Azam itu punya mata coklat terang dengan bentuk mata yang tajam, jadi kadang aku ngerasa takut kalau ditatap sama dia. Apalagi kalau lagi badmood, beuh, berpapasan aja bulu kuduk berdiri semua. Aku gak kebayang kalau dia lagi marah, parah banget pasti. Tapi kayaknya sih dia tipe orang yang kalau marah itu lebih suka diam, tapi matanya membara. Mungkin, sih. Soalnya aku belum pernah lihat dia marah di sekolah, semoga aja jangan pernah. Serem. Tapi mata tajamnya itu yang bikin banyak cewek terpesona, karena kegantengan Azam jadi nambah berkali-kali lipat.

Azam juga punya rambut ikal yang kadang bikin aku gemes. Penasaran pengen pegang, apakah tekstur rambutnya mirip sama yang ada di domba? Kayaknya mirip gitu bentuknya. Duh, pengen uyel-uyel.

Aku paling gak suka sama bibirnya, seksi banget cuy, bikin iri. Bibirnya lumayan tebal dengan bentuk perahu terbalik, beda jauh sama bibirku yang tipis dan berbentuk seperti hati. Aku juga gak suka sama tingginya, kayak tiang listrik. Nanti takutnya kalau bersisian malah disangka anak sama bapak. Aku kan tingginya imut banget, cuma 149 cm, jomplang sama dia yang 172 cm.

Satu nilai plus buat Azam lainnya adalah dia selalu rapi. Beda jauh sama teman cowok sekelasku yang bajunya sering dikeluarin, rambut acak-acakan, lengkap sama kaus kaki yang baunya bikin orang pening. Duh, gak ada bagus-bagusnya.

Azam sih idaman banget, pakai sepatu hitam yang selalu mengkilat, kaus kaki putih atau hitam semata kaki, celana normal semata kaki, baju kemejanya dimasukan ke dalam celana, lengkap dengan sabuk dan dasi yang terpasang sempurna di tempatnya. Dia juga gak neko-neko dengan model rambut pendek yang normal khas anak sekolah. Gak kayak teman sekelasku yang model rambutnya ada jalan kutunya.

"Ini keren tahu," protes salah satu teman cowokku pas kubilang jalan kutunya bikin ganggu. Aku mendengus jengah, lalu kubalas tanpa perasaan, "Keren kalau artis yang pakai, tapi kalau kamu ... uh, udah ah gak mau bahas. Babay!"

Aku kabur pas lihat muka dia udah merah membara, lengkap sama tanduk setan imajiner di kepalanya. Udah fix mirip banget sama emoticon di WhatsApp. Kayaknya sih model itu lagi booming, soalnya hampir semua cowok modelnya begitu.

Selain rambut yang normal, celana Azam juga normal, gak diubah jadi celana pensil seperti cowok kebanyakan. Jenis cowok yang suka bikin cewek iri karena kakinya langsing banget. Ada cerita seru sih tentang celana pensil ini, teman sekelasku kan banyak ya yang digituin, pas selesai upacara diadakan inspeksi dong sama guru. Mantap banget! Celana mereka disobek, gaiz! Disuruh dibenarkan ke tukang jahit pas pulang sekolah.

Pas di lapangan sih mereka iya-iya aja, pas masuk kelas, beuh heboh banget! Mereka merutuk guru itu setengah mati. Ada empat golongan yang mendumel: satu, golongan celana disobek; dua, golongan rambut dipotong; tiga, golongan yang atributnya gak lengkap; tapi yang paling parah sih golongan empat, kena semua. Mampus! Daftar hitamnya pasti banyak banget. Jadilah hari senin itu hari penderitaan cowok-cowok hampir satu sekolah! Uh, senangnya bisa mendengar jeritan-jeritan kebencian mereka. Haha, aku udah mirip tokoh antagonis di sinetron belum? Kira-kira begini nih suasana ricuh dalam kelas waktu itu.

"Anjir! Gila banget! Kenapa diguntingnya di tengah coba? Kalau begini mana bisa dijahit, harus beli baru. Alamat dimarahi pasti nanti sama Emak." Soni menatap celananya iba, udah mirip banget sama emak-emak di sinetron yang sedang natap anaknya yang baru saja ditemukan setelah tertukar selama dua puluh tahun. Heleh, drama amat.

"Ck, sama. Kenapa coba rambutnya yang digunting harus bagian tengahnya? Ini sih bukan dirapihin namanya, tapi harus digundulin!" Aku membayangkan Parhan yang bertubuh bongsor dengan kepala botak mengkilap, memantulkan cahaya setiap kali terkena sinar matahari. Sumpah, ini kocak banget.

"Mamam! Makanya kalau ke sekolah tuh yang rapi, gak usah neko-neko," komentar Ayu pedas. Dia adalah sahabatku yang paling bermulut cabai di kelas ini. Juara satu cerewet setingkat kecamatan.

Cewek yang lain menggangguk setuju, jadilah di kelas terjadi perang nyinyiran entah ke berapa antara cewek sama cowoknya.

"Diam kamu! Kita juga pengen kelihatan keren! Sadar diri dong, kalian juga pasti bakal misuh-misuh kalau ada inspeksi masal alat make up. Nangis kejer pasti. Ke sekolah tuh bawanya buku sama pulpen aja, ini malah buka salon di kelas. Cih!"

Lalu adu bacot pun semakin memanas. Ceweknya yang ngerasa selalu benar, cowoknya gak mau kalah. Benar-benar panas. Sementara aku? Aku ketawa ngakak sampai pukul-pukul meja. Mana ada aku gabung perang, aku lebih suka jadi orang yang ngetawain mereka. Mereka capek adu urat, aku capek karena ketawa bahagia.

"Diam kamu, Ina! Dasar bucin." Nah, malah ada yang ngomporin. Aku paling benci dipanggil bucin, lah orang aku aja gak punya pacar. Nyapa doi aja gak berani, bucin dari mananya coba? Aku jadi panas dong, dengan semangat membara, aku gabung dalam perang yang pasti makin riweuh.

Duh, kalau bahas teman-teman kadang malah suka bikin naik darah sendiri. Seru sih, tapi lebih banyak bikin emosinya. Banyak banget dramanya, mulai dari pulpen yang selalu ghaib, ditagih uang kas kayak ditagih rentenir, dan banyak lagi drama-drama lainnya. Jadi lebih baik aku pikirin Azam aja, yang lebih enak dipandang dan bikin hati adem, eaaakk.

Nilai jongkok dari Azam adalah sikap dan sifatnya. Meskipun aku suka sama cowok dingin semacam dia, tapi orang normal akan menyebut dia menyebalkan tingkat nasional. Coba bayangkan, siapa sih yang suka dikacangin pas cuma berdua? Kalau di grup chatt sih dikacangin udah biasa banget, tapi kalau di dunia nyata? Cih, mana mau aku nanya orang begitu.

Ditanya jarang jawab, kalau pun jawab pasti singkat banget. Jarang nyapa sama langka senyum. Iya, Azam senyum itu kayaknya udah masuk salah satu keajaiban Tasikmalaya. Susah banget ngajak dia senyum. Selera humornya tinggi, coeg. Recehan gak bakal mempan sama dia. Apalagi aku yang selera humornya jongkok abis.

Tapi yang paling bikin kesal sih diriku sendiri, kenapa selalu membandingkan dia sama cowok yang di novel? Ujung-ujungnya aku lelah sendiri. Karena persamaanya cuma ada dua. Ganteng sama dingin. Entah deh kalau dinginnya itu dingin es krim atau bukan, aku belum pernah nyoba jadi pacarnya. Pengennya sih secepatnya.

Tuh kan, halu lagi. Kadang aku heran, apa sih yang bikin aku suka sama Azam selama satu setengah tahun ini? Dia enggak naik mobil sport ke sekolah, enggak juga bawa motor gede buat balapan di malam hari. Dia bukan ketua ekskul, nilai akademiknya juga standar banget. Apa coba yang bikin aku suka? Hidung mirip perosotan TKnya? Kok berasa murahan banget ya suka karena fisik.

Haduh, sepertinya aku terlalu lama melamun, sampai-sampai tidak sadar kalau bel masuk sudah berbunyi. Kulihat Azam berjalan santai dengan tangan dimasukkan ke saku celana, di telinganya terpasang earphone putih, yang membuatnya nampak lebih keren berkali-kali lipat. Dia masuk ke dalam kelas, kuduga dia habis dari toilet. Iya, dia itu sering banget mojok di toilet. Entahlah dia ngapain, mungkin menghindari para fansnya?

Hilih, gak segitunya juga kali. Kalau di novel kan tokoh utamanya suka dikerubungi cewek, loker sama mejanya penuh cokelat, sementara Azam? Dia kalau lihat cewek bergerombol aja langsung balik arah. Terus masalah cokelat? Haduh, cokelat itu mahal, gaiz. Uang jajan anak-anak Tasik sama Jakarta beda jauhlah. Masih kebeli sih, tapi ya kalau tiap hari banget pasti langsung bangkrut. Aku juga gak sudi beliin Azam cokelat, kecuali kalau udah resmi pacaran. Itu pun mau aku minta setengahnya.

"Ina ayo cepat masuk, jangan lihatin Azam mulu, dia kan patung, mana bisa peka." Ayu menyeret tanganku masuk kelas. Dia adalah sahabat paling cerewet seantero Tasik, apalagi kalau itu sudah menyangkut Azam, cowok yang dia benci setengah mati.

Hm, aku jadi penasaran, gimana respon Ayu kalau aku pacaran sama Azam? Duh kayaknya bakal panas sih kupingku dengerin ocehan sepanjang jalan kenangan Ayu. Jadi gak sabar pengen jadi pacarnya Azam. Eh. Hehe.

Terpopuler

Comments

atmaranii

atmaranii

Terllu bnyak narasi thorr..sbnernya crtany dh bgus

2021-04-30

0

L U N A

L U N A

ada yg zaman sekarang cwo dingin, palingan yg ada mah pda pecicilan kesana kesini klotekan meja.
btw ini kok ga ada muka pemerannya ya, plis dong kasih thor

2020-06-16

0

L U N A

L U N A

ada yg zaman sekarang cwo dingin, palingan yg ada mah pda pecicilan kesana kesini klotekan meja.
btw ini kok ga ada muka pemerannya ya, plis dong kasih thor

2020-06-16

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!