Michael berjalan cepat ke kamar kakaknya bisa ia lihat Dion yang terbaring di atas kasur, Michael mendekat padanya lalu duduk di pinggir ranjang.
"Kakak, apa kau'kan menikah?" tanya Michael to the point.
Dion cuma diam tanpa respon seperti biasanya, Michael menepuk jidatnya dan menggerutu dirinya sendiri.
"Aku bertanya pada orang salah," gumam Michael pelan yang masih bisa ditangkap pendengarannya oleh Dion.
Michael keluar dari sana membuat Dion menatap heran pada punggung adiknya yang memudar di pandangannya.
Tidak ada perempuan yang mau nikah sama Dion. Benaknya menggerutu.
***
Dila mengabaikan saja putra bungsunya yang pasti marah padanya karena hal sepenting itu tidak ia beritahu.
Tapi Dila akui tidak memberitahu Michael karena sibuk mulai dari mengurus Dion karena perawatnya sedang cuti, dia juga sibuk menyiapkan keperluan lainnya untuk menyambut menantunya.
Telepon berada di genggamannya berbunyi langsung saja diangkat.
"Nyonya, gaunnya telah saya antar dan menerima nyonya Rani," ujar penelpon dari seberang sana.
"Terima kasih," balas Dila singkat.
Sih penelpon mematikan panggilan tersebut. Orang yang menelpon Dila barusan adalah asistennya yang telah bekerja padanya sejak dia menikah dengan Zafar, asisten itu direkrut oleh suaminya.
Dila mendongak melihat suaminya berjalan masuk ke dalam tentu saja sebagai seorang istri Dila menyambut Zafar secara hangat.
Dila mengambil tas dari suaminya lalu mereka berjalan beriringan ke kamar. Zafar mendaratkan bokongnya pada sofa di jendela begitu juga dengan istrinya.
"Bagaimana apa berjalan lancar?" tanya Dila membuka suaranya.
"Semua berjalan lancar. Aku sudah minta izin pihak sekolah agar Aurora bisa libur dan aku juga telah bicara dengan Rani," jawab Zafar secara panjang dan jelas. "Apa kau sudah mengerjakan apa aku suruh?" tanyanya.
"Iya," jawabnya singkat.
Dila menceritakan tentang Michael yang marah padanya dikarenakan tidak memberitahunya tentang pernikahan kakaknya dan dia juga cerita tentang alasan kenapa tidak ia kasih tahu Michael karena dia sibuk dan sepertinya jawabannya itu membuat putra bungsunya marah dan kesal terhadapnya.
Zafar mendengar setiap kata yang dilontarkan oleh istrinya baik-baik tanpa memotongnya.
"Bagaimana menurutmu apa aku salah?" tanya Dila pada suaminya meminta pendapatnya tentang permasalahan tersebut.
"Tidak usah pikirkan itu fokus saja untuk besok menyambut Aurora," jawanya sambil mengelus surai rambut istrinya.
"Michael?" tanyanya.
"Biar aku bicara padanya nanti," jawab Zafar.
Dila tidak bertanya lagi pada suaminya ia menyiapkan air hangat untuk Zafar mandi dan juga meletakkan pakaian di atas tempat tidur setelah suaminya masuk ke kamar mandi.
Dila keluar terus turun ke bawah menuju ruang makan melihat apakah pelayan telah siap menyusun makan malam mereka. Dila puas karena pelayan telah menyelesaikan tugasnya dan dia meminta pada salah satu pelayan agar memanggil Michael agar segera turun untuk makan malam.
Anak dan suaminya telah turun ke bawah mereka menarik kursi lalu menyantap makanan yang telah siap di depan mereka.
Michael menyantap makanannya dengan wajah yang tertekuk, Dila menghela napas panjang sedangkan Zafar cuma melirik sekilas saja.
"Michael," panggil Zafar.
Michael menoleh dengan wajah malas.
"Datang ke ruang kerja papa adal hal yang mau dibicarakan," ujar Zafar sembari mengelap bibirnya dengan tissue.
Michael cuma diam saja tanpa merespon ayahnya, Zafar pergi dari sana. Michael telah selesai dan lansung saja ke ruang kerja papanya.
Michael masuk saja tanpa mengetuk pintu karena pintu terbuka, Michael mendaratkan bokongnya pada sofa.
"Apa yang mau papa bicarakan?" tanya Michael to the point melipat lengannya.
Zafar tersenyum dan menyilang kakinya, "kakakmu akan menikah besok!" serunya tenang.
"Kenapa papa baru kasih tahu sekarang kalau kakak mau nikah dan itu besok, are you crazy!" Michael mengangkat suaranya menyampaikan kekesalannya terhadap pria di depannya ini.
"Apa seperti itu cara bicaramu sama papa?" lontar Zafar dingin pada putra bungsunya.
"Iya, enggak mama nggak papa kalian sama saja menganggap aku tidak penting," balas Michael ketus lalu pergi dari ruang kerja ayahnya sebelum Zafar mau bicara.
Zafar memijit pelipisnya terasa sakit sambil menghela nafas berat menghadapi sikap anaknya.
...****************...
Rani berdiri cukup lama di depan pintu kamar Aurora, ketika ia mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu dia kembali menurunkannya.
Dia sudah bolak-balik seperti itu dan tetap saja dia masih berdiri di sini, Rani menaikan tangannya ke pintu, tapi pintu telah terbuka dari dalam memperlihatkan Aurora dalam keadaan rambut yang teracak.
Aurora menggaruk kepalanya, "ada apa ibu?" tanyanya.
"Ibu mau bicara," jawabnya ringkas.
Aurora membuka pintu kamarnya lebar, "masuklah!" serunya dengan menggerakkan dagunya menunjuk ke dalam.
Rani masuk ke dalam dan Aurora menutup pintu, Rani mengambil posisi duduk di pinggir kasur putri angkatnya begitu juga dengan Aurora.
"Aurora!" Panggil Rani lirih.
Aurora menatap wajah ibu asuhnya yang telah meneteskan air matanya.
"Maafkan ibu," ucapnya lirih. "Maafkan aku karena tidak bisa menghentikan ini semua dan maafkan aku karena telah mengorbankan hidupmu," tambah Rani sambil mencengkram dadanya.
Aurora diam tidak menggubris ibunya, tapi jauh dari lubuk hatinya ia merasa sakit melihat orang yang telah merawat dan membesarkannya menangis di hadapannya.
Aurora mendekap tubuh ibunya, "tidak ibu. Ini bukan salahmu tapi ini takdirku jadi, jangan salahkan dirimu," ucapnya.
Rani menangis dan mengelus punggung belakang Aurora, mereka menangis untuk waktu yang sangat lama.
Rani melepaskan pelukan Aurora dari tubunya dan ia mengusap matanya. "Aurora ada yang mau ibu bicarakan," katanya.
Rani merogoh saku di piyama lalu mengeluarkan sebuah kotak bewarna biru dan menyodorkan pada Aurora.
Aurora mengerut keningnya menatap kotak persegi itu.
"Bukalah!" Seru Rani.
Aurora membuka kota tersebut dan dapat ia lihat sebuah liontin yang terukir namanya Aurora.
"Ini?" tanyanya dengan suara tercekat.
"Itu milikmu," ujar Rani.
"Apa maksudmu ibu?" tanya Aurora dengan mata berkaca-kaca.
Rani menjelaskan tentang kalung itu pada Aurora, dia menceritakan jika Aurora ditemukan dengan keadaan yang kedinginan sambil memeluk kotak itu, dia juga memaparkan alasan kenapa namanya adalah Aurora karena kalung tersebut terukir namanya.
Aurora mendengar secara seksama penjelasan dari ibunya ia memegang erat kotak.
"Dari awal aku memang tidak diinginkan," ucap Aurora berspekulasi.
Aurora kepikiran hal itu adalah karena melihat liontin dihias dengan berlian safir biru, Aurora akui jika dia tidak mampu membeli perhiasan seperti itu, tapi dia bisa membedakan mana yang asli maupun palsu.
"Jangan bilang begitu. Kita tidak tahu alasan mereka menitipkanmu di sini," ucap Rani memberi pengertian pada putrinya.
"Terserah ibu mau bilang apa, tapi aku yakin mereka tidak mengharapkan kehadiranku," ujar Aurora dengan tatapan kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments