19

*

*

*

Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan.

sudah hampir dua bulan tidak terasa telah berlalu, sejak tragedi nahas yang menimpa wanita cantik bernama Maria Shanna. Ia sangat bersyukur karena sejak hari itu tidak pernah lagi bertemu dengan pria brengsek yang telah merusak sebagian jiwanya.

selama itu pula, ia selalu disibukkan dengan proyek yang melibatkannya bersama Andrew,, mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama di luar kantor dan berada di lokasi proyek. Tujuannya untuk melihat langsung perkembangan pembangunan serta titik-titik terbaik untuk Shannon merancang desain setiap sudut ruangan.

Mereka memiliki tekat besar agar mencapai hasil yang memuaskan, terlebih saat mengingat kembali besarnya perjuangan mereka agar bisa mendapatkannya proyek itu. Lebih tepat nya perjuangan Shanna.

Tuut ... tuuut ... tuut ...

Dada Shannon bergemuruh begitu membaca nama yang tertera di layar ponselnya, ia takut mengangkat panggilan telepon itu. Memorinya kembali mengingat kejadian lima tahun lalu saat wali kelas Shannon menelpon nya.

Ya, yang menelfonnya saat ini adalah wali kelas Shannon. Tidak biasanya wali kelas adiknya itu menelpon, karena selama ini Shanna lah yang selalu menghubungi nya terlebih dahulu.

"Haa-hallo?"

"Nona Shanna, Shannon tiba tiba terjatuh dan pingsan." terdengar suara panik wanita paruh baya dibalik telefon.

Tubuh Shanna limbung begitu mendengar ucapan dari balik telepon, matanya berkabut kepalanya serasa berputar putar. Beruntung ada Andrew yang menahan tubuhnya.

"ba-bagaimana bisa? apa yang dia lakukan?"

"Maafkan saya nona, saya sudah berusaha melarangnya tetapi Shannon bersih keras ingin mengikuti kegiatan jasmani." Jelas wali kelas itu mengingat muridnya yang keras kepala ingin ikut kegiatan jalan sehat sejauh sepuluh kilometer.

Shanna sudah tidak bisa berkata apa apa lagi, dadanya kembang kempis tak beraturan, badannya bergetar. Ia berlari menuju mobil tidak menghiraukan Andrew yang memanggilnya. Saat ini keduanya sedang melihat-lihat perkembangan di lantai dua lokasi proyek.

"ada apa Ann?" Tanya Andrew menahan lengan Shanna saat wanita itu hendak masuk kemobil, ia berhasil mengejar langkah kaki wanita cantik itu, mengingat langkahnya sudah jelas lebih panjang dibandingkan Shanna.

"Ma-maaf aku harus pergi kak, adikku pingsan dan sekarang sedang dibawa ke rumah sakit."

"biar kuantar." Jawab Andrew ingin mengambil alih kemudi, namun langsung ditahan oleh Shanna.

"tidak perlu kak, aku akan pergi sendiri. Lagi pula salah satu dari kita harus berada di proyek, maaf aku titip pekerjaanku ya kak." Shanna buru-buru masuk kedalam mobil sebelum dipaksa oleh Andrew.

Sementara Andrew, pria tampan itu hanya diam mematung menatap kepergian Shanna. "kau terang-terangan menciptakan jarak denganku Anna, kau bahkan tidak memberiku kesempatan sekalipun." Gumam Andrew lirih, rupanya kebersamaan mereka beberapa waktu ini sudah menimbulkan debaran kasih didadanya. Namun tidak dengan Shanna, wanita itu begitu tertutup soal hati dan kehidupannya.

padahal Andrew sendiri tidak harus sering berada dilokasi proyek, tetapi karena tau Shanna akan sering mendatangi langsung lokasi proyek, maka ia memutuskan untuk ikut datang hanya demi mendekati wanita pujaannya.

*

*

Hanya dalam waktu dua puluh menit Shanna telah tiba tepat di parkiran rumah sakit, dengan langkah pasti ia berlari keruang ICU tempat Shannon ditangani, setelah tadi mendapatkan pesan mengenai keberadaan adiknya.

"Bagaimana keadaannya Bu?" Tanya Shanna pada wali kelas Shannon begitu ia samapi di pintu ruang tindakan.

"Belum ada kabar, dokter masih menanganinya." Ucap sang guru merasa bersalah.

Shanna berjalan mendekati pintu, meletakkan kedua telapak tangannya pada daun pintu, melihat para dokter yang menangani adiknya dibalik kaca kecil ditengah pintu.

Air matanya luruh, bibirnya bergetar, dadanya begitu sesak melihat Shannon yang sedang di pompa menggunakan alat pacu jantung.

jika dulu ada Sky yang menemaninya, tetapi hari ini tidak karena adik laki lakinya itu sudah kembali ke London untuk berkuliah.

"Anak nakal. Sudah kakak bilang jangan, tapi kau tetap melakukannya. Awas saja saat kau bangun kakak akan menghukummu." Lirih Shanna masih dengan bibir bergetar, padahal tadi pagi ia sudah melarang adiknya itu untuk mengikuti kegiatan di sekolah.

Setelah lima belas menit dokter terlihat keluar dari ruang tindakan, "dok bagaimana kondisi adikku?" Shanna bergegas menghampiri dokter yang berada diambang pintu.

"Adik anda berhasil melewati masa kritis, kita tunggu setelah pasien sadar saya akan melakukan pengecekan lagi. Pasian mengalami gagal nafas, jika anda memiliki dokter sendiri maka hubungi dokter anda agar bisa ditangani langsung olehnya, karena dokter itu jauh lebih paham dengan kondisi tubuh pasien." Jelas sang dokter.

"Baik dok." Ia mengangguk paham, lalu masuk keruangan tempat Shannon berbaring setelah meminta wali kelas sang adik untuk pulang.

Shanna berjalan menghampiri brangkar tempat adiknya berbaring dengan berbagai macam kabel menempel pada tubuh gadis rapuh itu. Suara monitor terdengar begitu menyayat hati didalam rungan sunyi yang hanya dihuni oleh Shannon, membuat jantungnya semakin memompa tak beraturan, segala ketakutan yang lima tahun lalu ia rasakan kembali menerpa jiwanya.

"anak nakal. Kau sangat nakal, cepat bangun. Kakak sudah tidak sabar ingin memberi hukuman pada adik kakak yang nakal ini." Lirih nya menggenggam tangan sang adik, air matanya terus berjatuhan.

"kakak mohon bangunlah sayang, jangan membuat kakak khawatir. Kita hanya berdua sekarang, kau tidak mau kan kak Sky khawatir dan memaksa pulang kesini?" ucap Shanna memperingati adik nakalnya itu, ia mengingat Sky yang terus berpesan agar mereka menjaga diri terutama pada Shannon.

Betapa susahnya mereka memaksa Sky agar kembali ke London, mengingat pria itu sudah mengambil cuti setengah semester.

Untuk itu Shanna memutuskan tidak mengabari Sky perihal kondisi Shannon saat ini, ia ingin Sky fokus dengan pendidikannya. Setidaknya ia akan menunggu kabar mengenai kondisi Shannon setelahnya baru bisa memutuskan mengabari Sky atau tidak.

"Nona, maaf bibi baru tiba. Karena bibi harus mencari taksi dan membereskan dulu beberapa pekerjaan dimansion." jelas bi Lala begitu ia sampai diruang rawat. Ya, saat ini Shannon sudah di pindahkan kerumah sakit dimana dokter Michael prakter, dokter yang sudah menangani sakit Shannon selama lima tahun ini.

"Iya bi tidak apa apa."

"bi, titip Shannon yaa. Shanna mau mengurus administrasi dulu." Pamit Shanna diangguki bi Lala.

langkah demi langkah ia tapaki disepanjang koridor rumah sakit, dengan hati gundah ia mengingat kembali pembicaraannya dengan dokter Michael beberapa saat lalu.

#falshbackon

"Shanna, kondisi Shannon mengalami penurunan. Sepertinya obat yang dikonsumsinya sudah tidak efektif lagi dan kemungkinan tubuhnya mulai menolak."

"Uncle, kumohon lakukan apapun untuk menyembuhkan Shannon." Air mata tak terbendung lagi, rasanya semua hal telah mereka usahakan untuk kesehatan sang adik.

"seperti yang kau tau nak, obat yang dikonsumsinya bukanlah untuk menyembuhkan, tetapi hanya memperkecil gejala dan meredakan sakit dijantungnya."

"Uncle sudah menganggap kalian seperti keluarga sendiri, uncle akan melakukan segalanya semampu yang uncle bisa."

"terimakasih Uncle."

Shanna sangat bersyukur memiliki dokter sebaik dokter Michael. Walaupun Daddy dan Mommy nya sudah tiada, dokter Michael tetap setia menjadi dokter pribadi keluarga mereka.

ia kembali terdiam begitu mengingat berapa banyak lagi biaya yang harus ia keluarkan untuk pengobatan Shannon, terlebih rumah sakit yang ditempati Shannon adalah rumah sekit termahal dikota Roma.

"Jangan memikirkan hal lain nak, uncel akan membantumu agar mendapatkan keringanan. Fokuslah pada kesehatan Shannon." Terang dokter paruh baya itu memahami tatapan Shannon.

Setelah kurang lebih lima belas tahun menjadi dokter pribadi keluarga Anderson, sedikit banyak ia sudah paham dengan karakter anak-anak keturunan Anderson itu.

"Setelah hasil scan keluar, uncel akan berdiskusi dengan team dokter untuk memutuskan tindakan apa yang sebaiknya kita ambil, setelah itu uncle akan segera menemuimu." Jelas dokter Michale lagi.

"apa kau sakit nak?" Tanya dokter Michael memperhatikan Shanna yang terlihat pucat.

"tidak uncle, aku baik baik saja."

"kau harus menjaga kesehatanmu. Ingat, Shannon membutuhkanmu. Segera periksakan kondisimu dan mintalah vitamin." Ucap dokter kembali mengingatkan Shanna yang dijawab anggukan kecil oleh wanita itu.

"Terimakasih uncle, terimakasih." Hanya ungkapan terimakasih yang bisa diutarakan Shanna, betapa beruntung keluarganya dipertemukan dengan orang sebaik dokter Michael

#falashbackoff

ting ..

bunyi pintu lift terbuka ...

Shanna melangkah masuk dan segera menekan tombol angka satu. Ia tidak benar benar ke tempat administrasi, melainkan ketaman belakang rumah sakit. Ia ingin mencari udara segar untuk meringankan kepenatan yang memenuhi isi kepalanya.

disepanjang lift berjalan pun wanita cantik itu masih terus melamun, hingga tiba di lantai satu sesaat setelah pintu lift terbuka ia hanya bisa berdiri membeku.

sekujur tubuhnya terasa kaku, bagaimana ia melihat dengan jelas sosok pria tegap dengan tatapan dingin berdiri tepat diambang pintu lift berhadapan dengannya.

*

*

*

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!