eps.10

*

*

*

dini hari disebuah ruangan mewah bernuansa hitam dengan cahaya lampu remang, terlihat seorang pria dengan pakaian serba hitam sedang duduk di atas balkon kamarnya menghadap ke taman luas di lengkapi danau buatan, sepertinya bangunan itu adalah sebuah villa berukuran minimalis namun di kelilingi oleh halaman depan dan belakang yang sangat luas, dengan pepohonan besar yang menjulang tinggi, berada jauh dari keramaian kota.

"bagaimana?"

"Maaf tuan, kami belum mendapatkan informasi berarti, pertahanannya sangat kuat. Dan, mereka menambah jumlah penjagaan disetiap sudut.

Tangan pria itu mengepal dan bergetar, rahangnya mengeras dengan gigi yang berbunyi, matanya memerah menahan marah, terpancar dendam mendalam dari sorot matanya, begitu mendengarkan laporan anak buahnya dari balik telepon genggamnya.

"Bagaimana dengan orang-orang itu?"

"Mereka memilih tidak melanjutkan rencana kita tuan, karena menurut mereka uang kompensasi yang diberikan Abraham Group sudah sangat lebih dari cukup." Jawab anak buah nya dengan sedikit takut.

"Laura?"

"tiga hari yang lalu nona Laura tiba di kota ini, kemungkinan akan kembali lagi ke New York hari minggu, kami sangat sulit membawanya karena penjagaan di apartemennya juga sangat ketat, sepertinya nona Laura tau anda mengawasinya tuan, belum lagi hampir setiap saat nona selalu bersama tuan Dave." Jawab pria dibalik telepon itu lagi.

"Praaaaaang," Terdengar suara benturan keras berasal dari handpone pria itu yang dibanting begitu keras pada pilar balkon di lantai dua kamarnya.

"Aaaaaaaaakkkh, siiiaaaallaaaan kau Dave," Pria itu berteriak, masuk ke dalam kamar dan membanting seluruh perabotan yang berada di hadapannya.

"brengseeeeeeek, aku akan mengambil semua yang kau miliki, akan ku buat kau menyaksikan kematian orang orang yang kau cintai." Tangan pria itu mengepal dan sesaat kemudian ia meninju kaca lemari rias di depannya.

pria tinggi bertubuh sixpack dengan wajah bule, hidung mancung dan bibir sedikit tebal. Pupil matanya yang berwarna abu dan rambut sedikit ikal, terlihat sangat tampan, sepertinya pria ini bukanlah orang sembarangan.

terlihat begitu marah atas laporan yang baru saja ia terima. Dengan langkah panjang ia keluar dari kamar itu dan berlalu pergi entah kemana.

*

*

*

"tuan, kapan anda akan memberi kabar pada perusahaan Bonnati?" Tanya Mike pada Dave, saat ini mereka sedang berada di dalam mobil menuju ke perusahaan.

"kita sudah menunda pembangunan proyek, dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi," lanjutnya.

"sampai wanita itu datang memohon maaf." Jawab Dave tetap fokus pada layar ipad nya.

"jika wanita itu tidak datang?"

"gunakan jasa perusahaan lain." Jabaw Dave santai.

"Tidak bisa begitu, ini proyek besar, dan sejauh ini proposal dari Bonnati adalah yang terbaik, anda harus lebih profesional agar tidak mencampur adukkan masalah pribadi dan pekerjaan tuan Dave." Sergah Mike panjang lebar, ia mulai kesal dengan Dave yang menjadi tidak profesional. padahal Dave bukanlah orang seperti itu.

"Kalau begitu buat wanita itu memohon maaf."

"Ck." Mike berdecak

*

*

"Anna, apa kau sudah mendengar gosip?"

"Gosip? Gosip apa?"

"Sepertinya pak Andrew akan di mutasi ke kantor cabang di Negara x." Nora berbisik pada Shanna agar tidak terdengar oleh karyawan lain yang berada di kantin, saat ini mereka sedang makan siang di kantin kantor.

Shanna sedikit kaget, "Kenapa dimutasi?"

"Ini gara-gara proyek perusahaan kita dan Abraham Group yang gagal." jawab Nora.

"belum ada kabar dari Abraham Group, jadi tidak ada yang boleh berkata bahwa kita telah gagal." bantah Shanna.

"astaga Shanna, tadi pagi sekertaris dari es balok itu memberi kabar pada direktur kita langsung. Mereka beralasan bahwa pak Andrew tidak bersikap baik pada saat meeting."

"Appaaaaa?" Shanna reflek berteriak dan menggebrak meja, membuat seluruh karyawan di kantin itu memandang ke arahnya. Nora yang malu karena menjadi pusat perhatian langsung menundukkan wajahnya.

"Sssshhhhh, kenapa kau berteriak. Duduklah!"

"Raaa, pak Andrew tidak bersalah, ini semua salahku." Lirih Shanna, matanya berkaca kaca, ia merasa sangat bersalah.

"Apa maksudmu?"

pada akhirnya Shanna menceritakan semua yang terjadi di lobi perusahaan Abraham Group tanpa ada yang terlewati kepada sahabatnya itu.

"tapi kenapa tuan Dave justru menuduh pak Andrew?"

"Tentu saja karena es balok itu ingin kau merasa bersalah dan mau tak mau akan datang meminta maaf padanya." Nora memberi pendapatnya.

"kau benar Ra, lalu aku harus bagaimana?"

"ya sudah biarkan saja, lagi pula pak Andrew hanya dimutasi bukan dipecat." Jawab Nora acuh tak acuh.

"Jangan menurunkan harga dirimu di depan es balok itu." Kata Nora lagi.

"lagi pula, bagaimana bisa kau tidak mengenal seorang Dave Abraham Shannaaaaa?" Kesal Nora, ia tidak habis fikir dengan sahabatnya itu.

"Aku tau namanya Ra, tapi kan aku tidak harus mengenal wajahnya." Lirih Shanna, ia benar-benar tidak mengenal seorang Dave Abraham. mungkin ia terlalu sibuk dengan kehidupannya sehingga tidak begitu perduli dengan kehidupan luar.

"Huuuuh, ya sudah tidak usah di fikirkan." Jawab Nora begitu mereka tiba di depan pintu ruang kerja.

*

*

"halo sayang ada apa?"

"Sayang, maaf aku harus kembali ke New York sore ini." Laura berbicara melalui sambungan telepon.

Dave mengerutkan dahi, "kenapa cepat skali? Bukankah seharusnya dua hari lagi?"

"jadwal pemotretan dimajukan besok, aku tidak bisa terus menundanya sayang, aku harus profesional."

Dave menghembuskan nafas berat, "baiklah, aku akan mengantarmu ke bandara."

"Tidak perlu sayang, aku tidak ingin mengganggumu. Bye sayang i love you!" Ucap Laura bersiap mematikan sambungan telepon agar Dave tidak memaksa mengantarnya.

Dave mengalah, ia tau Laura sangat keras kepala.

"jaga dirimu, segera hubungi aku begitu sampai di New york." Jawab Dave, ia enggan menjawab kata cinya Laura karena moodnya yang telah rusak.

Sesaat kemudian sambungan telepon terputus.

Dave masih terus melamun setelah pembicaraannya dengan Laura, ia memijat keningnya yang tidak sakit.

Dave tidak bisa menebak isi hati Laura, sebenarnya ia senang karena Laura adalah tipe wanita yang tidak terlalu mengekang, Laura juga sangat pengertian.

Dia hanya perlu mengirimkam uang bulanan pada wanita itu tanpa diminta maka semuanya akan berjalan lancar.

bukannya Laura tidak meminta, tetapi karena Dave yang selalu mengirim tepat waktu sebelum diminta.

hal itu juga bukan masalah bagi Dave, karena baginya uang tidaklah penting dibandingkan orang yang ia sayangi.

Dave juga sebenarnya ingin segera menikahi wanita pujaannya itu, tetapi tidak ingin terlalu mendesak Laura karena takut malah akan membuat Laura tertekan dan berakhir meninggalkannya.

Dave merasa usianya sudah cukup matang untuk memiliki keluarga sendiri, terlebih dari segi finansialnya yang sudah pasti sangat lebih dari cukup. Ditambah sang mommy yang ingin sekali memiliki seorang cucu.

Dave bangkit dari kursi kebesarannya, ia melangkah keluar menuju lift. Memilih pulang ke mansion utama karena ia tiba-tiba merindukan masakan sang Mommy.

*

*

jangan lupa tinggalkan Jejak ya teman teman🥰🥰

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!