Setelah membereskan barang-barang miliknya ,dia Yuna dan ibunya duduk diruang tengah siang itu, namun Hani terlihat murung .
"Hani ,kamu kenapa?" tanya ibunya yang melihat Hani hanya melamun dan menatap lurus kedepan.
"Apakah ibu saat ini bahagia?" pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari bibir Hani.
"Kenapa kamu bertanya begitu, tentu saja seorang ibu bahagia anak nya menikah." jawab ibu.
"Walaupun dengan pernikahan seperti ini Bu?" tanya Hani lagi.
"Yang penting kan Sah, sebenarnya ibu ingin pernikahan mu di adakan pesta walaupun kecil-kecilan."
"Tapi ibu tau suami kamu bukan lah orang kaya nak, apalagi orang tuanya di kampung, pasti butuh biaya besar untuk ke Jakarta."
Hani terdiam, sebenarnya bukan Maslah pesta atau tidak, dia hanya tidak pernah membayangkan akan menikah seperti ini, tapi dari sudut hatinya dia juga bahagia karena sepertinya ibunya begitu bahagia.
Apakah begitu buruknya seorang perempuan jika tak lagi sekolah? Sehingga harus menikah secepatnya?
Hani hanya tersenyum ke arah ibunya , yang saat itu menatap ke arah nya.
"Ibu do'akan kamu selalu bahagia ya nak."
"Apapun keadaan suami kamu, kamu harus selalu mendukung nya, dan berusaha untuk saling melengkapi."
Nasehat yang diberikan ibu nya saat itu benar-benar sampai ka hatinya Hani, dia merasa berdosa telah berbohong kepada ibunya dengan mengatakan kalau Farhan adalah pacarnya, sehingga ibunya setuju merek menikah.
Andai saja ibunya tau kalau dia tak pernah mengenal Farhan, bagaimana reaksi ibunya, apa akan tetap setuju yang penting dia menikah?
Hani mendekat ke arah ibunya, dan bersimpuh di kaki ibunya, Hani tidur dipangkuan ibunya, dia menangis dalam diam, tapi bukan seorang ibu namanya jika tidak tau apa yang terjadi dengan putri.
Ibu mengelus kepala Hani.
"Ibu akan baik-baik saja disini." ucapnya tiba-tiba.
"Kan nanti kamu bisa jenguk ibu, main-main lah ke toko kue kita."
"Kan kamu bisa sering kesini Han, sambil jualan." tambah Yuna yang melihat sahabatnya bersedih.
Hani benar-benar tak menyangka akan menikah muda bahkan dengan lelaki yang teratur usia 6 tahun dari nya. Tapi semua sudah terjadi Hani harus menerima keputusannya sendiri.
Keesokan pagi sekitar jam 09.20 Farhan menepati janjinya dia datang untuk menjemput Hani dan membawanya ke rumah Farhan yang belum tau lokasi ya dimana.
Pagi itu Farhan datang dengan membawa mobilnya, mobil keluaran lama, tapi masih sangat bagus. Dan itu bukan masalah untuk Hani karena untuk nya uang bukanlah segalanya.
Hani berpamitan pada ibunya, kebetulan ibunya tidak bisa ikut kerumah karena ada urusan mendadak , mobil yang dikendarai oleh Farhan pun melaju menembus jalan raya, dan memasuki sebuah perumahan .
Hani sedikit heran katanya Farhan hanya bekerja sebagai staff tapi dia bisa tinggal di perumahan elit seperti ini. Namun Hani masih diam saja. Ikuta masuk dan melihat ruang yang didalam nya tertata dengan rapi.
Ternyata pintar juga Farhan ini menata rumah pikir Hani saat itu.
"Kenapa termenung disitu, ayok duduk!" ajak Farhan melihat Hani termenung di tempat nya.
"Rumah nya bagus ya." ucap Hani mengagumi perumahan tersebut.
"Iya Alhamdulillah."
"Tapi maaf ya rumah nya kecil." jawab Farhan.
"Ya enggak lah, ini udah lebih dari cukup untuk kita berdua."
Rumah yang terdiri dua kamar di lantai bawah, dan juga terdapat dua kamar di lantai atas.
"Tapi katanya Om ini kerja staff, kenapa pula punya rumah di kawasan elit." tanya Hani asal ceplos.
"Hmm, " saat itu Farhan terlihat sedang berpikir.
"Tapi apa tidak bisa kamu jangan panggil saya Om?"
"Kenapa pula?"
"Kita kan sudah menikah, panggil saja Abang."
"Abang"
"Hmm lah."
"Oce, Hani akan panggil Abang." jawab Hani dengan santai.
"Tapi coba lah Abang jelaskan yang tadi Hani tanya." ucap Hani mengalihkan ke pertanyaan nya yang tadi.
Farhan berpikir kalau tadi sudah selesai rupanya masih saja Hani teringat dengan itu.
"Rumah ini biayai oleh perusahaan lah." jawab Farhan.
"Baiknya lah bos abang itu."
"Hmmm, memang baik.
"Apa kamu akan berjualan lagi disana?" tanya Farhan.
"iya lah kan bisa bantu-bantu kehidupan kita."
"Tidak usah lah, jualan saja kios itu."
"Kenapa?"
"Biarkan Abang yang cari uang kan kita sudah menikah."
"Tapi Abang , Hani Suka cari uang sendiri."
"OOO, nanti abang akan tanya dikantor Abang mungkin ,perlu orang kerja kan."
"Enggak usah lah bang."
"Kenapa?" tanya Farhan heran.
" Yang ada nanti Abang malu tau."
"Hani ini tidak punya ijazah sarjana."
"Mau jadi apa dikantor, cleaning service?" tanya ku sambil tertawa kecil.
"Udah kantor Abang itu perlu orang yang pintar dan memiliki keahlian seperti kamu Han."
"Kamu kan pintar desain, kamu bisa bekerja disana untuk bagian desain berbagai model pakaian."
"Memangnya perusahaan Abang bergerak di bidang apa?" tanya Hani ingin tau.
" Souvenir dan gaun"
"Kamu kan bisa mendesain ,kan kami bisa mendesain berbagai souvenir menarik disana."
"Emangnya Abang kerja di perusahaan apa?"
"Cahaya souvenir." jawab Farhan
"Itu kan perusahaan yang selalu menampilkan hasil desain terbaik ,dan souvenir terbaik." ucap Hani.
"Iya."
"Ya sudah lebih baik kita masukkan dulu barang-barang kamu kedalam." ajak Farhan.
Hani pun memindahkan baju yang ada di dalam koper kedalam lemari, dan menatanya dengan rapi. setelah selesai dia pun berjalan menuju ke dapur yang ada dirumah itu.
"Kamu mau kemana?" tanya Farhan.
"Mau masak Abang." jawab Hani.
"Duduk saja, karena kamu baru datang biar Abang yang masak."
"Benar?" tanya Hani sumringah.
"Iya, masak Abang bohong."
"memang nya Abang bisa masak?" menatap ke arah Amar seperti sedang mencari kebenaran.
"Iya lah, kan Abang tinggal sendiri disini."
"Harus pintar masak." jawab Farhan sambil tersenyum.
Dia pun berjalan menuju dapur, meninggalkan Hani yang sedang tersenyum menatap dirinya saat itu.
Hani yang penasaran apa benar Farhan bisa masak, dia bangun dan menyusul Farhan ke dapur, benar saja suaminya itu sedang memasak.
"Kenapa kesini, tunggu disana saja!" pinta Farhan.
"Tidak, Hani hanya ingin melihat Abang masak."
"Jangan khawatir Abang bisa memasak ."
Hani pun tersenyum melihat Farhan saat itu, ternyata lelaki dihadapan nya benar-benar bisa memasak.
Setelah semua selesai , Hani pun membantu Farhan membawa makanan ke meja makan mereka, meja yang hanya terdapat empat kursi disana.
Mereka pun menikmati makan bersama pertama kali, karena sebelum nya mereka memang tak pernah saling mengenal.
Malam itu mereka pun beristirahat dikamar yang sama.
"Apa kita mau tidur dikamar yang sama?" tanya Hani kebingungan.
"Iya, kan kita sudah menikah." jawab Farhan.
"Tapi enggak lah, kan kita menikah untuk kerja sama aja." jawab Hani dengan serius.
Farhan pun terlihat hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, dia pun jadi bingung menjelaskan hal itu. Apa memang pernikahannya harus berjalan sebatas kerja sama??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Dwi Sulistyaningsih
nah, loh😂. Bingung sendiri 'kan. 🤣
2024-01-20
1