Di atas tebing terlihat Mao Gang menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tragis sekali...” Setelah berkata demikian, Mao Gang pergi untuk kembali menuju puing-puing reruntuhan Kota Yunfei.
Di sisi lain. Di bawah tebing. Mulut Jing Yang memuntahkan darah segar dalam jumlah yang banyak, sedangkan punggungnya terdengar suara retakan benda keras yang remuk seperti patah tulang. Kesadaran Jing Yang hampir hilang. Namun pemuda itu langsung berenang dan menyelamatkan Xue Bingyue.
Sesampainya di pinggiran sungai, Jing Yang merasakan sakit di seluruh sekujur tubuhnya. Ada pertanyaan besar dibenaknya karena ada sesuatu yang menahan tubuhnya ketika terjatuh. Entah itu apa, namun satu hal yang sekarang dirasakan Jing Yang. Rasa sakit merayapi sekujur tubuhnya, terutama punggung dan kepalanya.
Dia memang mempunyai tubuh yang lemah sedari lahir, namun Jing Yang selalu memperhatikan ayahnya yang berlatih bela diri. Dan secara diam-diam dia melatihnya.
Sedangkan cara Jing Yang mengetahui caranya berenang karena di kediaman rumahnya ada sungai yang menjadi tempat mainnya.
“Apa kamu baik-baik saja?” Jing Yang menatap Xue Bingyue sebelum dirinya pingsan sepenuhnya.
“Uhuk...” Xue Bingyue batuk. Gadis kecil cantik itu memuntahkan air sungai yang masuk ke dalam mulutnya.
“Aku baik-baik saja...” Xue Bingyue langsung menatap Jing Yang. “Seharusnya kamu...” Dia tidak menyelesaikan perkataannya. Air mata berlinang membasahi wajah Xue Bingyue.
“Jangan tinggalkan aku!” Xue Bingyue menangis sejadi-jadinya. Tangannya menggoyangkan tubuh Jing Yang. Namun pemuda yang menyelamatkan hidupnya itu terlihat terluka terlalu parah.
Xue Bingyue mencoba membalas kebaikan hati Jing Yang. Gadis kecil itu menatap ke atas dan alangkah terkejutnya ketika melihat tebing yang tinggi menjulang ke atas itu.
Karena khawatir, Xue Bingyue memeriksa tubuh Jing Yang. Bagian belakang tubuh Jing Yang penuh luka lebam dan warna kulitnya yang putih menjadi merah.
Xue Bingyue mengangkat tubuh Jing Yang ke pinggiran sungai dan masuk jauh ke dalam hutan. Air terus membasahi gadis kecil itu dan tangisannya pecah karena dia takut Jing Yang meninggalkannya sendirian.
Sungguh keajaiban dia tidak terluka setelah terjatuh dari tebing yang tinggi itu, namun pemuda yang menyelamatkan dirinya terluka sangat parah.
Cincin pemberian ibu dari Jing Yang bercahaya berwarna hitam. Mata Xue Bingyue mewarisi kejelian mata ibunya yaitu Xue Qiuyu.
Gadis kecil itu bisa melihat sekilas aura hitam pekat yang membungkus tubuh Jing Yang. Langkah kakinya yang tertatih terus berjalan tanpa henti.
Sedih memang, tapi bagaimanapun dia harus tetap hidup. Langkah kaki yang lemah itu tetap menari di tengah kesedihannya yang mendalam.
Kegelapan hanya menjadi teman sepanjang dia berjalan melangkahkan kakinya. Tangisan yang membasahi wajahnya menjadi peneman malam yang gelap dan menghitam. Keesokan harinya, ketika sinar matahari mulai menyeruak di langit yang gelap, Xue Bingyue berhenti menangis.
Dia berhenti menangis bukan karena takut dengan kegelapan, tetapi dia menangis karena pemuda yang pingsan semalaman itu telah bangun.
Pelukan hangatnya langsung mendekap tubuh Jing Yang dengan sangat erat, "
“Syukurlah!” Tangisan bahagia Xue Bingyue pecah.
Tidak berapa lama Jing Yang bangun dan mengelus rambut Xue Bingyue dengan penuh kelembutan, “Syukurlah anggota tubuhku masih utuh, tapi mata kiriku?” Terlihat Jing Yang kebingungan.
“Kamu yang merawatku?” Tanya Jing Yang memastikan karena mata kirinya dibalut sebuah kain.
Xue Bingyue mengangguk lirih dan mencoba tersenyum, “Aku menyobek bajuku,” ujarnya.
Jing Yang menatap Xue Bingyue cukup lama, “Terimakasih telah merawatku...” Kata-kata itu terucap dari dalam hatinya yang tulus.
Xue Bingyue merasa dirinya yang merawat Jing Yang masih bukanlah apa-apa mengingat Jing Yang telah menyelamatkan hidupnya, tentu dia harus membalasnya. Itu yang ada dipikirannya.
Namun Xue Bingyue merasa bahwa Jing Yang memiliki perasaan yang sama dengannya. Mereka berdua telah menjadi korban dari kejadian pembantaian malam berdarah di Kota Yunfei. Karena telah kehilangan orang tua mereka, tentu Jing Yang dan Xue Bingyue saling mengerti dan memahami perasaan masing-masing.
Jing Yang mencoba berdiri, namun rasa lapar menyerang perutnya. Bunyi suara keroncongan dari perutnya membuat dirinya dan Xue Bingyue tertawa lirih.
Tawa yang tak lagi indah, tawa yang mengandung makna kesedihan yang mendalam itu hanya menjadi penghangat dan penenang mereka berdua.
“Sebaiknya kita pergi dari sini.” Jing Yang mengamati sekelilingnya dengan seksama, “Kalau kita berhasil keluar dari hutan dan sampai di tempat yang pernah kudatangi bersama orang tuaku, maka kita bisa kembali ke rumahku dan kamu bisa tinggal disana.”
Xue Bingyue kebingungan mendengar perkataan Jing Yang. Sosok pemuda berumur lima tahun yang sama dengannya itu terlihat dapat diandalkan.
“Ayo pergi.” Jing Yang mengulurkan tangannya pada Xue Bingyue mengajak gadis kecil cantik itu pergi, “Ngomong-ngomong, namamu siapa? Namaku, Jing Yang. Kalau kamu?”
Xue Bingyue menerima uluran tangan Jing Yang dan menatap pemuda tersebut, ”Namaku Xue Bingyue.”
"Hmmm..., Yueyue. Nama yang bagus, aku menyukainya." Jing Yang menarik tangan Xue Bingyue. Reaksi Jing Yang membuat Xue Bingyue bertanya-tanya karena Jing Yang masih dapat tersenyum setelah terluka parah baik fisik maupun mentalnya.
Belum keluar dari hutan, tubuh Jing Yang ambruk ke tanah. Hidung pemuda tersebut mengeluarkan darah dan badannya panas dan teramat panas.
Xue Bingyue panik dan khawatir dengan kondisi tubuh Jing Yang yang memprihatinkan, “Badanmu panas sekali!” Xue Bingyue menyatukan keningnya dengan kening Jing Yang.
“Aku dari lahir sudah lemah... aku sering seperti ini...” Jing Yang memejamkan matanya. Karena pandangan matanya buram, Jing Yang mencoba untuk tidak membuat Xue Bingyue mengkhawatirkan kondisi tubuhnya.
“Yueyue. Aku baik-baik saja. Kita istirahat sebentar ya,” ucap Jing Yang menenangkan perasaan Xue Bingyue.
Namun Xue Bingyue bukanlah gadis kecil yang bodoh dan tidak memahami perasaan Jing Yang. Dia mengerti. Dia memahami. Sekarang Jing Yang sedang kesakitan. Sekarang Jing Yang sedang mencoba menenangkannya.
Terlintas di benak Xue Bingyue untuk mencari makanan di dalam hutan. Apa saja, buah-buahan atau apapun itu yang bisa dimakan. Dengan cepat gadis kecil itu mencari makanan di dalam hutan, tak lupa juga Xue Bingyue mengambil air minum di sungai tempat dimana dirinya terjatuh bersama Jing Yang dari atas tebing.
Tangisan Xue Bingyue pecah kembali. Dia tidak bisa membendung kesedihannya. Kesedihan yang teramat dalam. Di hutan belantara dan tebing yang menjulang tinggi itu hanya ada dia dan Jing Yang.
“Yangyang! Kumohon jangan pergi! Jangan pergi tinggalkan aku sendiri!” Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu karena dia takut sendirian. Tanpa sadar Xue Bingyue memanggil nama Jing Yang dengan perasaan yang hangat dan manis di hatinya.
Xue Bingyue telah kehilangan orang tuanya, dan hanya Jing Yang yang dapat mengerti perasaannya karena mereka berdua sama-sama menjadi korban pembantaian malam berdarah di Kota Yunfei.
“Siapapun tolong aku! Tolong kami berdua!” Tanpa sadar Xue Bingyue menangis ketika mengambil air sungai dengan kedua telapak tangannya yang dia satukan.
“Anak manusia. Apakah kau butuh pertolonganku?” Tiba-tiba suara menggema di sekitar sungai tempat Xue Bingyue mengambil air.
Xue Bingyue tidak menggubris suara yang terdengar di telinganya karena mengira itu hanya halusinasinya saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
Harman LokeST
menangis 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-05-08
0
Frizza Mayunita Utami
sad bett dah
2021-09-12
0
Hinata Sakaguchi
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2021-08-03
0