Herman semakin sering mengerjai Lilis. Bahkan untuk hal hal kecil. Membuat gadis itu semakin bingung dengan sikap komandannya. Kebingungan itu lama lama berubah menjadi ilfil. Meski beberapa temannya bilang kalau Herman jatuh hati padanya. Jadi komandan itu sibuk caper dengan mengerjai.
"Lis, malam minggu nonton yuk," goda Edy pada Lilis, saat ada Herman di dekat mereka. Edy memang sengaja melakukannya. Kasihan dengan Lilis yang sering diganggu Herman untuk caper. Kalau mereka jadian, itu juga menguntungkan untuk dia.
"Gak, mau tidur," jawab Lilis cepat. Posisi Lilis membelakangi Herman. Tidak menyadari pria itu perlahan mendekat.
"Beneran? Kamu kalau diajak komandan mau, kalau aku yang ajak gak mau," pancing Edy lagi.
"Siapa yang mau? Komandanmu itu saja yang maksa!" jawab Lilis sewot.
"Dipaksa juga enak Lis. Dia itu cinta berat sama kamu….. makanya caper," kata Edy dengan keringat dingin. Pemandangan horor benar benar terjadi. Herman mendekat. Melotot di belakang Lilis.
"Haaa… cinta? Dengan membuatku kesal tiap hari? Aku malah ilfil. Dia gak terlalu jantan untuk mengakui perasaannya," kata Lilis jengkel. Blak blakan sama Edy. Herman mundur. Meninggalkan Edy dan Lilis perlahan. Seperti itu kah rasa Lilis? Apa Herman perlu tegas menyatakan perasaannya seperti abg abg itu? Batin Herman galau. Sedang Edy terus mempromosikan Herman pada Lilis.
"Kapan lagi dicintai seorang Lettu setampan Herman?" kata Edy yang jadi kompor nomer satu. Lilis cuma bungkam.
Minggu tiba. Hari ini Lilis ijin belanja bulanan. Dia sudah dapat ijin keluar. Tere sudah menitipkan daftar belanjaan. Berderet mirip kereta api panjangnya. Lilis sudah berada di supermarket dengan meminjam motor kesatuannya. Tangannya tiba tiba ditarik seseorang. Lilis tentu saja memberontak. Bersiap mengeluarkan jurus karatenya.
"Diam! Ini aku," kata suara yang sangat dikenalnya. Komandan Herman. Astaga…. Apes saja. Bagi Lilis melihat komandan Herman itu sudah apes. Herman terus menarik Lilis masuk menuju swalayan itu. Dengan tangannya yang erat menggenggam tangan Lilis.
"Kau belum punya hape?" tanya Herman saat mereka melewati stand promosi hape. Lilis hanya menggeleng. Circle pertemanan hanya di barak dan panti dulu. Lilis merasa tidak butuh benda itu. Lebih memilih menyimpan uangnya untuk hal hal dirasa penting. Hidup keras di panti membuat Lilis sangat menghargai uang. Gaji pertamanya kemarin hanya untuk kebutuhan pribadi dan mengirim sedikit pada pantinya. Herman berhenti di stand hape itu.
"Silahkan Kakak, kami sedang promosi tipe terbaru," kata SPG itu ramah. Melirik Herman dengan sedikit ngiler. Otot tubuh dan wajahnya menggoda. Kekar, hitam manis. Lilis menyadari tingkah SPG itu sedikit berubah pada Herman. Entah mengapa ada yang sedikit panas di dadanya.
"Saya beli yang terbaru itu," kata Herman sambil mengeluarkan kartunya.
"Itu buat anda, Kom?" tanya Lilis. Berfirasat Herman membelikannya. Dia akan langsung menolak jika itu untuknya.
"Kak! Ingat kita dimana!" jawab Herman ketus.
"Iya, itu buat Kakak sendiri kan? Bukan buat saya," kata Lilis memastikan. Mereka bertatapan sejenak.
"Iya lah, buat aku," kata Herman akhirnya.
Herman mengikuti Lilis berbelanja kebutuhannya. Dengan setia mendorong troli belanjaan, meski berulang kali Lilis bilang tidak usah.
"Biar aku yang bayar," kata Herman saat mereka sampai kasir.
"Eh, tidak Kom,-" perkataan Lilis terputus karena Lirikan Herman. Gadis itu pun nyengir karier.
"Maksudnya Kakak. Itu belanjaan saya dan Kak Tere. Malah banyak belanjaan Kak Tere. Kalau Kakak yang bayar, saya dapat untung besar, karena Kak Tere sudah nitip uangnya," kata Lilis beralasan. Tidak mau merepotkan Herman.
"Ini perintah!" jawab Herman. Menyerahkan kartu pada kasir. Lilis tidak enak mencegah.
"Kakak gak bisa memerintah, karena ini diluar tugas," elak Lilis.
"Kalau begitu kau berhutang padaku. Aku tidak akan meminta balik dengan uang," kata Herman sambil menyeringai. Menampilkan gigi rapi putih, yang kontras dengan bibir keunguan. Herman adalah perokok aktif. Lilis langsung merinding saja.
"Terimakasih untuk traktirannya Kak," ucap Lilis cepat. Sebaiknya nurut ditraktir, dari pada bayar hutang dengan dikerjain.
"Sama sama," jawab Herman senang.
"Kita mampir makan. Aku lapar," kata Herman sambil membawa dua goody bag berisi belanjaan Lilis. Gadis itu cuma nurut. Berjalan di belakang Herman.
Pria itu berbalik tiba tiba menyerahkan dua tas itu pada Lilis.
"Bawa sendiri," kata Herman. Lilis kaget, tapi refleknya langsung membopong dua tas besar itu.
"Jalan," kata Herman sambil menyelipkan tangannya di pinggang Lilis. Gadis itu tidak bisa berkelit karena dua tas yang dibopongnya.
Mereka makan di food court supermarket itu. Kebiasaan makan di asrama terbawa sampai sini. Mereka makan dengan tenang. Tanpa ada suara dari mulut.
"Enak?" tanya Herman saat Lilis selesai minum. Herman selesai makan duluan. Lilis mengangguk.
"Enak, terimakasih makanannya," kata Lilis. Dia kembali ingin minum, tapi tangannya langsung di pegangi Herman.
"Lalu? Apa jawaban untuk ciumanku?" tanya Herman. Yang mencekal tangan Lilis agar tidak kena sembur lagi. Mulut Lilis terbuka, tapi tidak mengeluarkan suara apapun. Herman mengeratkan pegangannya. Menangkup kedua tangan Lilis pada genggaman kedua tangannya. Dingin. Tangan mereka sama sama dingin.
"Kau punya pacar?" tanya Herman, karena Lilis cuma bengong.
"Ti…. Tidak," jawab Lilis cepat.
"Lalu? Apa aku ditolak?" tanya Herman cepat.
"Eeee…..,-"
"Aku mencintaimu Sersan Dua Lilis Jubaedah," potong Herman cepat. Herman terus mendesak jawaban Lilis saat itu juga.
"Aku belum memikirkan cinta Kak. Aku….. senang seperti ini. Bagiku ini sudah pencapaian. Tergabung dalam korps wanita angkatan darat. Ini mimpiku sejak di panti. Lagipula…. Aku cuma anak panti yang tidak punya siapa siapa. Apa pantas bersanding denganmu?" kata Lilis panjang kali lebar versinya. Lilis tahu diri. Bahkan saat teman temannya SMA menikmati indahnya masa percintaan, dirinya hanya diam. Fokus pada pelajaran. Juga karena dia anak panti. Tidak ada yang melirik atau berminat menjadikan Lilis pacar. Lilis tahu diri. Benar benar tahu diri hingga menjadi sosok tidak terlihat di SMA. Masih mending tidak terlihat daripada dibully.
"Tidak ada yang salah Lis, tidak ada yang salah dengan anak panti. Asal kau juga mencintaiku, kita sepasang kekasih sekarang," kata Herman tegas. Lilis hanya menunduk. Melihat genggaman tangan mereka.
"Kau mau jadi kekasihku?" desak Herman. Sejujurnya Herman ini memang tampan. Siapa yang bisa menolak ketampanannya? Juga pangkat yang disandangnya. Seorang Lettu lulusan akmil! Menggiurkan. Lilis mengangguk. Senyum langsung merekah di bibir Herman. Pria itu membawa genggaman tangan Lilis menuju bibirnya. Mencium sayang dua telapak tangan Lilis.
"Tapi aku gak mau di kerjain terus," kata Lilis.
"Tidak akan, aku akan mengerjaimu dengan cara yang lain sekarang," jawab Herman membuat Lilis melotot.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
MAY.s
Waa... suka dengan cowok yg langsung blak-blakan gini, jantung aman lis🤭
2024-01-23
1
ikaindra🌺
tuh kan bener lilis mah mau nya pengakuan ,,kan kalo udah d ungkapin rasa nya plong gak akan ada yg mengganjal di hati,aaah leganya ya kak herman udah di terima cintanya
tp sekarang kayanya dikerjainnya bakalan beda deh lis.
bersiap siaplah lis😁😁🤭🤭🤭
2024-01-23
1