Nur benar membiayai sekolah Lilis. Pula dengan beberapa anak terpilih lainnya. Walaupun hanya Lilis yang dapat uang saku lebih.
Saat ini Lilis sudah kelas dua SMA. Gadis itu mengambil jurusan IPA Merasa dirinya tidak terlalu pandai mapel IPS. Lilis sering mengantuk saat menghapal tulisan tulisan panjang. Sekolahnya mengadakan study tour menuju Jawa. Mengunjungi museum keraton. Kota indah namun tidak terlalu terekspos keindahannya.
"Kemasi barang kalian. Bawa buku catatan! Kita akan segera sampai. Ingat, kunjungan ke keraton ini akan menjadi salah satu tugas tertulis nanti," kata guru kelas Lilis. Para siswa itu pun bersiap. Bus yang mereka tumpangi sudah terparkir.
Ternyata saat itu diadakan sejenis pasar tumpah di dekat keraton. Para siswa siswi itu pun girang bukan main. Mereka bisa menyaksikan tradisi khusus yang digelar setahun sekali saja. Walaupun nantinya mereka harus jalan agak jauh karena jalan yang ditutup.
Usai mengamati museum keraton yang akan menjadi bagian dari tugas, para anak anak itu diberi waktu bebas sebentar. Guide mereka menunjukkan Pasar baju terkenal dekat keraton. Sebagai tempat membeli oleh oleh. Akan tetapi Lilis lebih tertarik menuju pasar tumpahnya. Merasa bingung mau ngasih oleh oleh siapa. Hidup di panti kalau mau ngasih oleh oleh harus banyak. Saudaranya banyak, pula dengan ibunya. Sedang uang saku dari Kak Nur tidak mungkin cukup juga.
Lilis berjalan sendiri menembus keramaian. Melihat bianglala yang menjulang membuatnya penasaran seperti apa pasar unik ini dilihat dari ketinggian. Gadis itu menuju tiket bianglala. Saat dia sudah manis duduk di bianglala, seorang pemuda ikut nyelonong ke tempatnya. Duduk di sebrang Lilis. Seperti tergesa gesa.
"Mas, beli tiket dulu," tegur penjaga bianglala. Pemuda itu mengeluarkan beberapa lembar uang merah dan menyerahkan pada penjaga bianglala.
"Belikan aku tiket. Nyalakan bianglala ini sekarang!" perintah pemuda itu sambil membuka jaket dan menutupi wajahnya. Melihat uang merah yang lumayan membuat penjaga bianglala langsung menuruti pemuda itu. Menjalankan bianglala perlahan. Lilis dan pemuda itu pun perlahan naik. Lilis diam memperhatikan. Ada beberapa orang celingukan di bawah mereka.
"Kamu dikejar mereka?" tanya Lilis buka suara. Pemuda itu baru menyadari ada orang lain dalam bilik itu.
"Astaga!!! Kenapa ada kamu disini!!" kata pemuda itu kaget. Lilis hanya mencibir. Jelas dirinya yang masuk duluan. Selanjutnya hanya hening. Lilis memang sangat pendiam. Sedang pemuda tadi bernafas lega. Orang orang yang mengejarnya telah pergi.
Lilis melihat ke arah bangunan tinggi di belakang keraton. Tadi kunjungannya di keraton tidak membahas bangunan itu. Pemuda itu menjelaskan tentang bangunan yang di tatap Lilis. Gadis itu cuma terdiam. Hanya kepalanya yang manggut manggut. Demi menghormati orang asing yang bicara padanya.
"Kau bukan orang sini?" tanya pemuda itu sambil mengamati Lilis. Cantik.
"Bukan," jawab Lilis singkat. Mengamati riuh pasar tumpah itu. Pemuda itu mengulurkan tangannya.
"Aku Aji, namamu siapa?" lanjut Aji mengajak kenalan. Lilis menatap sejenak uluran tangan itu. Setelah itu menyambutnya.
"Aku Lilis," jawab Lilis singkat.
"Kamu asal mana? Logatmu bukan orang sini?" tanya Aji lagi. Penasaran dengan gadis cantik yang sedikit beku ini.
"Aku study tour disini," jawab Lilis jengah. Malas di tanya tanya pemuda asing ini. Apalagi terlihat sekali pemuda ini begajulan. Celana jeans robek lutut, kaos oblong tanpa lengan, jaket entah…. Rambut juga entah….. ah, Lilis malas melihatnya.
"Ow…. Anak anak dari xxx yang study tour ke museum keraton? Wah, kalian beruntung sekali kesini pas pasar unik begini," cerocos Aji. Lilis hanya mengangkat alisnya. Aji menceritakan isi museum yang baru saja didatangi Lilis dengan semangat dan tepat. Bianglala itu berhenti. Lilis langsung keluar begitu saja. Padahal Aji masih asik nyerocos. Sampai pemuda itu tercengang tidak percaya. Tidak sopan, tapi kenapa sangat menarik perhatian?
"Kenapa kamu sendirian? Kamu tidak takut tersesat?" tanya Aji yang ternyata mengikuti Lilis. Gadis itu menatap jengah pada Aji.
"Dulu para wali menggunakan pasar ini untuk menyebarkan agama Islam. Siapa yang mau lihat tontonan pasar ini, harus mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan mereka tentu saja masuk islam," kata Aji berikutnya. Lilis menoleh. Ternyata pemuda yang lumayan cerdas. Batin Lilis. Tertarik juga dengan asal usul pasar tumpah ini. Tugasnya pasti lebih menarik kalau tidak hanya menceritakan museum tadi, tapi juga pasar ini.
"Lalu?" tanya Lilis. Menyuruh pemuda itu nyerocos lagi. Aji senang mendapat respon dari Lilis, walaupun sangat pelit. Dia pun menceritakan sekaten ini untuk memperingati kelahiran nabi. Juga beberapa tradisi di dalamnya. Termasuk salah satunya membeli kinang, telur asin, dan nasi gurih. Yang memiliki filosofi dan makna tersendiri.
"Tapi itu tidak wajib. Cuma punya makna," kata Aji. Lilis manggut manggut. Otaknya mencatat dengan teliti.
Aji mengajak Lilis menuju pelataran Masjid dalam komplek itu juga. Disana ada gamelan dibunyikan. Susana jawa kental terasa. Aji tidak mau mendekat kearah gamelan. Padahal Lilis penasaran sekali dengan bentuk gamelannya. Akhirnya Lilis mendekat sendiri. Menyaksikan beberapa saat gamelan yang ditabuh dengan epik itu.
"Gamelan itu berbunyi sepekan penuh sebelum hari kelahiran nabi. Saat hari H nanti ada gunungan yang berisi buah, sayur, dan lain lain. Nanti diperebutkan penduduk sekitar," jelas Aji, saat Lilis kembali kedekatnya. Lilis manggut manggut. Aji kemudian mengajak Lilis duduk lesehan. Memesan nasi liwet atau nasi gurih di sekitar pelataran masjid itu. Makan nasi gurih, dengan suara gamelan. Benar benar suasana baru untuk Lilis. Dia menyukainya. Aji ternyata tidak se berandal yang dipikirkannya. Dia sopan sekali saat memesan nasi liwet pada penjualnya. Cuma penampilannya saja yang memang ajaib dan bikin sakit mata.
"Terimakasih penjelasan dan traktirannya. Aku harus kembali ke parkiran bus sekarang," kata Lilis. Tanpa terasa bibirnya menarik senyuman untuk Aji.
"Sama sama. Aku antar sampai parkiran. Aku takut kamu tersesat," kata Aji belum mau berpisah.
"Aku tau arah dengan baik, terimakasih," tolak Lilis. Akan tetapi Aji tetap mengantarnya. Aji membeli berondong nasi dan harum manis di jalan mereka menuju parkiran bus.
"Kalau tradisi orang tua membeli kinang, telur asin dan nasi gurih, maka tradisi anak muda ini. Selamat, kamu sudah lulus berkunjung ke sekate," kata Aji sambil menyerahkan dua makanan itu pada Lilis. Gadis itu tertawa. Mereka berpisah dengan senyum masing masing di bibir.
"Sudah puas Ndoro??!!!!" tanya seseorang dibelakang Aji sambil merem mas pundak Aji dengan sedikit tenaga. Gemas dengan tuannya yang ini. Bandelnya minta ampun. Aji terkejut. Dia lupa kalau jadi buronan tadi. Orang itu terus menarik Aji. Memberikan baju yang harusnya Aji pakai sedari tadi. Menyeret Aji menuju pelataran masjid lagi. Aji menyerah. Setelah memberi hormat pada ayah dan tetua lain, dirinya ikut duduk menikmati gamelan yang ditabuh oleh para niaga (tukang gamel).
***
Sementara itu Lilis memandangi makanan pemberian Aji. Berondong nasi pink yang dibentuk menjadi seseorang menunggangi motor beserta motornya. Lucu dan unik.
"Tumben beli barang konyol seperti itu Lis," kata Tina, teman sebangkunya di bus. Lilis hanya tersenyum. Tina mengangkat bahunya. Lilis memang terkenal sebagai anak yang sangat pendiam di kelasnya. Bus menuju objek lain yang akan mereka kunjungi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
mama Al
padahal IPS sangat gampang
2024-01-27
1
ikaindra🌺
aji bapaknya revan ya..pertemuan pertama lilis sama mas aji🥰🥰
2024-01-17
1
MAY.s
Lah, pertemuan pertama dg bapake Revan😅
2024-01-12
1