Sampai markas sore hari. Herman sudah ditunggu seseorang. Yang ternyata ajudan menteri. Mengabarkan kalau menteri mereka akan sidak malam ini juga. Membuat satuan pengamanan langsung bersiap. Karena lokasi yang akan ditinjau menteri adalah lokasi rawan. Ada kelompok masyarakat yang menolak proyek pemerintah itu.
Lilis sudah bersiap dengan teropongnya. Terjadi briefing sejenak tadi. Kali ini dia akan bertugas sebagai suporter untuk Edy. Sedang Edy akan menjadi marksmannya. Suporter adalah orang yang memberi data akurat untuk marksman. Tentang jarak, kecepatan angin, dan banyak lagi. Intinya adalah asisten marksman. Mereka akan berada di atap gedung seberang jalan. Tim itu berangkat dua jam sebelum menteri tiba. Kunjungan berlangsung aman. Rombongan menteri itu langsung menuju bandara. Nampaknya sang menteri begitu sibuk. Hingga tidak menginap di kota ini. Usai sudah tugas Lilis dan Edy di tempat itu.
Hanya saja….. Lilis merasa sedikit menggigil. Dia ingat baru makan setengah porsi seharian ini. Pagi tadi dia sengaja tidak sarapan dengan teman temanya. Mereka bermaksud sarapan makanan yang terkenal di kota itu. Eh, malah Lilis akhirnya pergi dengan Herman ke pantai. Sudah begitu seharian basah basahan sama Herman. Tadi saat penugasan juga tidak sempat makan malam.
"Kenapa Lis?" tanya Edy yang menyadari wajah pucat Lilis.
"Gak papa Kak," jawab Lilis. Sambil mengemasi teropongnya. Mereka turun gedung perbankan itu. Celakanya lift tempat itu rusak. Lilis dan Edy harus lewat tangga darurat empat lantai untuk sampai dasar. Membuat tenaga Lilis semakin terkuras.
Mata Lilis sedikit berkunang kunang. Dia mencoba fokus. Berhenti sebentar sebelum masuk mobil. Entah mengapa lututnya terasa lemas. Edy yang menyadarinya langsung mendorong Lilis masuk mobil.
"Kau sakit ini Lis," kata Edy khawatir. Tubuh Lilis ternyata panas. Mereka pun bergegas menuju klinik markas.
Dokter memutuskan merawat Lilis.
"Demamnya lumayan tinggi. Mukanya pucat sekali. Dirawat dulu sampai hasil cek darah keluar," ucap dokter sebelum perawat memasang infus pada tubuh Lilis.
"Terima kasih," kata Lilis setelah perawat usai dengan tugasnya. Gadis itu menatap jengah pada infus yang menggantung. Sebenarnya Lilis yakin dia cuma kelaparan. Akan tetapi reaksi Edy tadi berlebihan. Dikira dia terluka atau apa. Dia juga tidak berani membantah dokter senior tadi.
Suara langkah kaki terdengar Lagi. Muka Herman muncul dari bilik tempat Lilis dirawat. Lilis langsung berusaha duduk tegak.
"Kau baik?" tanya Herman sambil mendekat. Di tangannya tergantung bungkus makanan. Tercium dari baunya di hidung Lilis. Gadis itu mengangguk sambil berbinar. Inilah obatnya. Makanan!!!
"Siap saya baik Komandan," jawab Lilis lemah. Herman tersenyum. Membuka bungkusan makanan itu dan meletakkannya di pangkuan gadis itu.
"Tidak perlu seformal itu. Ini sudah malam. Makanlah, aku yakin kamu belum makan," kata Herman sambil duduk di kursi dekat Lilis.
"Baik, terimakasih. Selamat makan," kata Lilis kemudian melahap nasi padang porsi besar itu.
Selanjutnya hanya keheningan. Lilis sibuk makan dan Herman sibuk memperhatikannya. Makanan itu tandas dengan cepat. Herman membukakan botol air mineral kecil dan menyerahkannya pada Lilis.
"Terimakasih," kata Lilis sungkan. Herman berdiri membereskan sisa bungkus makanan Lilis. Gadis itu auto tidak enak.
"Eh, biar saya,-"
"Diamlah kau sedang sakit," potong Herman cepat di depannya. Lilis pun meminum airnya.
"Apa ciumanku membuatmu sakit seperti ini?" tanya Herman pelan, tapi sangat mengejutkan lawan bicaranya. Lilis menyemburkan lagi air di mulutnya. Celakanya air itu tepat mengenai wajah Herman yang sedang beres beres bungkus nasi di depannya. Herman langsung mencengkeram leher Lilis. Menghentak tubuh Lilis sampai gadis itu tidur di kasurnya.
"Kurang ajar!! Punya nyawa berapa kau!" kata Herman kesal. Tangannya masih mencengkram leher Lilis.
"Ma…. Ma…. Maaf Kom. Saya tid…. Tidak sengaja," jawab Lilis terbata. Sudah kesulitan bernafas. Mereka saling tatap beberapa detik. Herman perlahan mengendurkan cengkramannya. Tangannya masih tetap di leher Lilis. Mukanya mendekat. Lilis mencoba berpaling. Herman mencengkram mukanya agar tetap di tempat. Kening mereka beradu.
"Hukumanmu," bisik Herman sebelum mendaratkan bibirnya kembali. Kali ini lebih memaksa. Meminta Lilis menanggapi. Akan tetapi gadis itu masih polos sekali bab cium mencium. Dia diam saja, meski lidah Herman sudah menggoda.
Herman melepas ciumannya lama. Lilis kewalahan mendorong dada perwira itu. Herman mundur.
"Maaf, aku sudah tidak bisa menahannya lagi," kata Herman menyesal. Lilis terdiam. Herman menunggu tanggapan Lilis, tapi gadis itu masih beku. Shock dengan apa yang terjadi. Dua kali dicium komandannya dalam sehari.
"Maaf," ucap Herman cepat sebelum berlalu dari bilik Lilis. Tidak punya muka berhadapan dengan Lilis. Herman merasa ciumannya tidak ditanggapi. Jangan jangan cintanya benar benar ditolak.
Lilis termenung di kasurnya. Suasana sepi ruang rawat klinik ini semakin mendukung lamunannya. Apa…… dia bisa ge er kalau komandan jatuh cinta padanya? Tiba tiba tubuhnya menghangat. Lilis meraba bibirnya sendiri. Pipinya bersemu merah. Ah, apa ini rasanya cinta?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
MAY.s
Lah, baru aja kalem sdh kumat kasarnya 😬
Jadi mikir jgn² watak Herman yg sebenarnya agak arogan 😬
2024-01-21
1
MAY.s
Lah, pertanyaanmu bikin anu komandan 🤣
2024-01-21
1
ikaindra🌺
kak herman harusnya lebih sweet lagi dong bukannya bikin terkejut aja aku juga yg baca jd ikut terkejut🙊
kak herman harusnya ungkapon perasaannya dulu deh bukannya main sosor aja sama lilis,karna kadang wanita itu perlu kepastian bukan tindakan aja😁😁
2024-01-21
1