Malam itu aku tertidur dipelukan Adit dengan membawa air mata yang masih merembes keluar. Entah pukul berapa aku terlelap, yang jelas aku bangun masih dalam keadaan dipeluk Adit. Masih ada luka sebenarnya, tapi sudahlah. Dunia tetap terus berjalan meski dengan hati yang berdarah-darah.
Aku akan mencari tahu tentang promil lebih intens lagi. Tidak apa diomeli mertua dan dibentak-bentak, karena dihina orang lain jauh lebih menyakitkan daripada sekedar diomeli dan dibentak. Biar saja mertua mengomel, yang penting tidak ada yang menghina aku lagi. Toh yang membiayai nanti Adit. Dia yang bertanggung jawab semua jika aku hamil, kenapa aku harus takut dengan omelan mertua.
Hasil pencarian ku di google tadi, sepetinya aku harus ke dokter terlebih dulu. Memeriksa apakah rahimku subur atau tidak. Baru nanti tahu langkah apa yang harus diambil selanjutnya supaya bisa cepat hamil. Tapi kalau ke dokter tentu saja harus dengan Adit sekalian, biar lebih jelas hasilnya. Apakah dari pihak aku atau dari Adit yang menyebabkan aku belum hamil.
Aku akan membicarakan ini dengan Adit saat dia bangun nanti. Semoga saja dia setuju dengan ide ku ini.
"Yank.."
"Astagfirullahaladziim.." Aku yang sedang duduk di sofa menimang ponsel terlonjak kaget.
"Kenapa kamu kaget gitu" Tanya Adit duduk di sebelahku, masih memegang handuk habis mandi.
"Ini yank, tadi aku sedang berfikir gimana kalau kita coba periksa ke dokter yank? Coba saja dulu biar tidak penasaran hasilnya" Ujarku hati-hati.
"Ya boleh, tapi aku kerja yank. Mau ke rumah sakit mana?" Yes. Sorak ku dalam hati. Berarti Adit sudah memberi izin kalau aku boleh konsul ke dokter. Soal mertua mengomel itu urusan nanti. Yang penting aku tahu hasilnya tidak mandul, supaya bisa membungkam mulut nenek menyebalkan itu. Aku yakin aku normal.
"Kalau disini aku belum tahu dimana yang bagus yank, menurutmu dimana?" Tanyaku lagi.
"Di rumah sakit Bakti Husada saja, yang sebrang jalan situ biasa kita lewat ke pasar sana yank. Kamu tahu tidak?"
"Iya aku tahu. Kalau kamu tidak bisa bareng, aku minta antar kak Lia saja yank, gimana? Boleh tidak? Sudah penasaran banget sama hasil nya?" Ujarku memelas, supaya dikabulkan.
"Ya sudah, kalau kak Lia tidak keberatan tidak apa-apa. Kamu pergi saja dulu. Biar bisa tenang kalau sudah tahu hasil nya"
"Iya.. terima kasih sayangku.." Aku tersenyum memeluk nya. Bersyukur sekali, biarpun mamah nya suka mengomel tapi Adit tetap sayang padaku. Tidak terpengaruh oleh mamah nya.
Pulang dari warung aku langsung bersiap ke dokter. Sudah janjian tadi dengan kak Lia. Habis ashar langsung on the way menuju Bakti Husada.
"Eh teh Lia, sini masuk. Hujan-hujan begini habis dari mana?" Terdengar suara mertuaku di teras rumah, pasti kak Lia sudah datang.
"Enggak kok bu, sengaja kesini mau ketemu Yanti.."
"Kak.. sudah sampai. Ayo sini masuk" Sapaku keluar rumah.
"Ada apa teh tumben hujan-hujan begini kesini?" Tanya mamah mertuaku setengah penasaran.
"Ngga ada mah. Ini teteh mau keluar sebentar kalau hujan nya sudah reda" Aku yang menjawab lebih dulu pertanyaan untuk kak Lia.
"Hujan-hujan begini mau keluyuran. Memang nya tidak ada hari esok apa !!" Ketus mertuaku mulai keluar taring nya. Kak Lia hanya mesem. Mulai paham apa yang aku ceritakan waktu itu.
"Iya, tidak apa mah. Nanti kalau reda saja, insya Allah aman sama kak Lia"
"Memang nya Adit sudah memberimu izin mau keluar hujan-hujan begini?"
"Tadi sebelum Adit berangkat kerja aku sudah minta izin, katanya boleh mah" Tidak ada kata lagi, beliau pergi meninggalkan kami begitu saja di teras. Aku dan kak Lia mengulum senyum penuh arti.
Hujan masih gerimis ketika aku nekat berangkat ke rumah sakit. Mamah mertua sudah mengingatkan, bahkan ayah mertua yang biasa nya hanya diam juga sempat melarang tapi aku tidak menggubris nya. Sakit hati membuatku rela melakukan apa saja, demi membungkam mulut mereka yang mengoceh aku mandul. Geram sekali aku, ingin menyumpal mulut nya yang asal mangap.
"Kak Lia, aku takut.." Rengekku seperti biasa, kak Lia sudah hafal dengan sifatku yang kadang manja.
"Sudah tenang saja, biar kamu juga cepat tahu hasilnya. Jadi lebih cepat juga ambil tindakan nya. Kamu ingin membungkam mereka kan dengan hasilnya?"
"Hhm" Aku mengangguk lemas. Was was akan hasil pemeriksaan dokter nanti tidak sesuai harapan.
"Ya sudah kamu tidak usah takut. Ada aku disini bersamamu. Kita akan hadapi bersama" Aku tau, kak Lia bukan hanya menenangkan tapi siap menanggung resiko nya nanti jika sudah tahu hasilnya. Dia akan berusaha membantu mencari jalan keluar nya. Demi aku yang sudah dianggapnya adik. Setulus itu mereka, mana mungkin aku tidak terbebani belas budi dengan kebaikan mereka semua.
Aku bersama kak Lia menunggu giliran dengan sabar, duduk dibangku tunggu yang sudah disediakan. Sama sekali tidak nyaman melihat lalu lalang orang. Ada yang tersenyum bahagia, ada juga yang menangis tergugu merasakan kecewa nya. Begitu pun aku yang mulai pesimis dengan hasil pemeriksaan dokter nanti. Mungkin akan lebih kecewa dari itu jika hasilnya tidak sesuai .
Tak berselang lama, seorang perawat memanggil namaku.
"Ibu Yanti Susilawati.."
"Iya.." Kami berdiri mendekat ke arah ruang praktek sang dokter.
"Silahkan masuk bu" Ucap si perawat ramah di depan pintu. Kami hanya tersenyum mengangguk.
"Ibu Yanti Susilawati silahkan.." Sapa sang dokter di meja kerja nya sambil membalik berkas.
"Iya dok.." Kami duduk bersamaan di depan pak dokter yang bernama Dody itu.
"Ada keluhan apa ibu, sebelum nya belum pernah kesini ya..?" Tanya nya.
"Belum dok, ini mau konsultasi dulu saja" Jawabku tersenyum was-was.
"Iya, silahkan apa yang mau ditanyakan ibu..?"
"Begini dok, saya kan sudah menikah, baru satu bulan memang, tapi kata tetangga saya, saya mandul gitu dok karena belum hamil. Makanya saya kesini, mau periksa. Memang iya saya mandul, gitu dok" Tanyaku lagi takut-takut karena cerita terlalu panjang.
"Hahaha. Dari mana rumusnya baru satu bulan menikah lalu dikatakan mandul. Yang sudah bertahun-tahun menikah saja ada kok yang belum hamil. Tapi bukan berarti mandul, selama dia punya rahim, insya Allah bisa hamil hanya mungkin belum dikasih sama Allah. Tenang saja, santai. Toh kamu masih muda kan baru 23th apalagi baru sebulan menikah. Belum pernah keguguran kan sebelum nya?"
"Belum dok" Jawabku sedikit lega. Karena dokter Dody biarpun sudah tua, tapi beliau menanggapi pertanyaan ku dengan guyonan. Bukan malah menakutiku yang tidak-tidak.
"Tapi saudara saya ada yang baru satu bulan menikah langsung hamil dok. Makanya saya dibandingkan dengan dia begitu"
"Mungkin dia pas menikah dalam keadaan subur, jadi begitu dibuahi langsung jadi. Oke. Biar kamu tidak penasaran, kita periksa dulu yuk. Cek kondisi rahim kamu bagaimana. Subur apa tidak untuk dibuahi"
"Iya dok.." Aku mengangguk. Mengikuti arahan suster untuk berbaring di ranjang khusus untuk USG. Kak Lia pun dengan setia mendampingi ku.
"Maaf ya, kita chek dulu" Dokter Dody mulai mengoles gel pada alat periksa nya. Kemudian menempelkan pada perutku. Bergeser ke kanan dan kiri mencari letak rahimku.
"Iya dok.." Aku meringis malu. Aneh rasanya baru pertama kali diperiksa oleh dokter pria. Apalagi memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tertutup oleh baju.
"Mmmm.. Ini ada kista kecil sihh sebenarnya. Tuh bagian sini, kamu lihat kan ada yang menggumpal kecil. Tapi ngga papa, ini bukan kista yang berbahaya kok, wajar sebenarnya. Dia bisa mengecil dan membesar tergantung hormon dan pola makan. Malah dia bisa menghilang dengan sendiri nya asal pola makan yang sehat juga emosi yang stabil. Jangan menahan amarah berlarut-larut ya, lepaskan saja bebaskan. Biar hormon nya juga stabil" Deg. Kista??? Aku langsung lemas terdiam. Apalagi ini ya Allah. Kenapa seolah ujian untukku tidak ada habis nya.
"Iya dok, nanti saya usahakan" Jawabku lirih. Tak mau banyak bertanya lagi. Karena hasil nya juga membuat ku kecewa. *Bagaimana ini bisa terjadi padaku ya Allah, belum cukupkah ujianku selama ini*? Ucapku dalam hati mengadu pada sang maha kuasa. Protes akan takdir nya, yang membuatku benar-benar hampir putus asa.
"Kamu tidak usah khawatir, asal emosi dan pola makanmu terjaga insya Allah tidak apa-apa. Nanti saya kasih obat penguat buat kandungan. Kalau bisa kamu rutin minum susu prahamil ya untuk menunjang juga. Nanti cari saja di supermarket, disana banyak varian rasanya kamu tinggal pilih saja"
"Iya dok.." Lagi-lagi aku hanya menjawab singkat, tidak panjang lebar seperti sebelumnya. Pasrah dengan hasil pemeriksaan USG tadi.
"Ini saya kasih surat chek up nya, bulan depan kesini lagi ya lihat perkembangan nya. Mudah-mudahan kista nya sudah tidak ada. Dan lebih bersyukur lagi kalau kesini sudah positif hamil. Terus berdo'a, memohon sama Allah semoga kamu cepat hamil ya. Jangan patah semangat.." Ucap dokter Dody menyemangati ku dengan tersenyum ramah.
"Iya dok, terima kasih. Mari.." Ucapku tersenyum terpaksa bangun dari duduk, membungkuk sopan, kemudian keluar dari ruangan dengan perasaan yang tidak baik-baik saja.
Pecah sudah tangisku, tak bisa terbendung lagi begitu keluar dari ruang praktek dokter Dody. Aku duduk menunggu obat sambil memeluk kak Lia. Aku benar-benar merasa hancur lebur sekarang. Merasa tidak berguna. Tidak bisa memberi keturunan untuk Adit.
Mertuaku yang selama ini selalu sinis padaku, lalu memperlakukan ku kasar, aku masih bisa bertahan demi Adit yang sangat mencintaiku. Lalu bagaimana nanti kalau Adit tahu ada kista di rahimku. Apakah dia akan tetap mencintaiku? Bagaimana kalau dia malah membuangku, seperti ibunya yang tidak pernah suka padaku.
Aku tidak sanggup ya Allah kalau rumah tanggaku berakhir seperti ini. Tidak apa-apa aku yang tersakiti, tapi aku tidak mau orangtua ku kecewa. Baru juga sebulan menikah harus berakhir gara-gara ini. Aku tidak mau ya Allah.
"*Tolong, beri keajaiban untukku kali ini saja. Beri aku keturunan ya Allah. Aku tidak ikhlas dihina seperti ini. Tunjukan pada mereka bahwa aku tidak mandul ya Allah, aku bisa hamil. Dan anakku sehat wal afiat tanpa kekurangan suatu apapun aamiin*."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments