Liburanku minggu ini cukup lama. Mulai dari hari Jum'at sore sampai Senin pagi. Minggu ini aku kerja dapat shift 1, kebetulan juga tidak ada lembur jadi bisa pulang lebih cepat. Seperti biasa, aku dijemput Adit ketika hendak pulang ke rumah pak de.
"Yanti sudah pulang belum?" Pesan dari Desi tetangga kost ku yang juga satu tempat kerja.
"Belum, kenapa?"
Tok.. tok.. tok..
"Woy.. buka woy.."
Kebiasaan si Desi kalau mau masuk kamarku pasti tidak sabaran. Cewek tomboy, ceria, tapi alim. Kenapa aku bilang alim? Karena kelakuan nya bar-bar tapi kalau urusan sholat dan aurat dia nomor 1. Dimana pun berada, Desi selalu jadi biang rusuh. Tapi ya itu, kegiatan nya setelah kerja pasti pergi kajian bareng teman nya. Mau heran, tapi itu Desi. Walaupun kami tetangga satu kost, tapi jarang bertemu karena kami beda shift. Hanya jika senggang saja kami mengobrol di teras.
"Tunggu dulu, sabar kenapa?" Sahutku ketus.
"Ada apa?" Bukan nya menjawab Desi malah langsung nyelonong masuk duduk di atas kasur.
"Kamu bulan ini sudah bayar kontrakan belum?"
"Sudahlah kenapa emang?"
"Itu.. kemarin teh Yeni datang ke kamarku. Katanya nanti kalau mau bayar kontrakan suruh ke dia saja katanya. Aku jadi bingung, awal datang katanya bayar ke emak. Sekarang ganti ke teh Yeni, gimana?"
"Ini juga yang mau aku tanyakan ke kamu sejak kemarin-kemarin tapi belum ada waktu. Mau kirim pesan juga lupa"
"Terus bagaimana? Kita harus bayar ke siapa?"
"Entahlah. Aku juga bingung. Kemarin teh Yeni juga kesini pinjam uang ujung-ujungnya buat bayar kontrakan. Tapi aku disuruh tutup mulut kalau teh Yeni pinjam uang. Terus tak lama emak juga kesini nagih uang kontrakan. Aku bilang saja sudah bayar ke teh Yeni, gitu"
"Tuh kan.. aku juga curiga teh Yeni itu ngga bener. Kamu ngga tau memang tentang gosip di tempat kerja itu?"
"Tahu lah. Semua orang juga sudah tahu kali. Gosipnya sudah tersebar kemana-mana. Apalagi ditambah emak bilang ini itu kontrakan punya emak. Tapi teh Yeni seenaknya ambil uangnya. Emak bilang tidak dikasihkan uang kontrakan nya, sedang teh Yeni juga minta bagian nya. Pusing aku tuh. Harus bayar ke siapa ya?"
"Ya sudah, kalau gitu bayar ke emak saja uang kontrakan nya ngapain pusing"
"Iya sih, tapi ngga enak kalau teh Yeni kesini. Gimana dong?"
"Itu sih terserah kamu. Kalau aku sudah pasti bayar ke emak. Jangan ikutan dosa kamu. Durhaka sama orang tua"
"Iya.. iya.. nanti aku usahakan bayar ke emak"
Nah kan Desi itu selalu mengutamakan agama. Biarpun kita gosip begini, tapi pasti ada baiknya. Karena ustadzah Desi yang menasehati. hihi
"Kring.. kring.." Ponsel ku berdering ada panggilan telepon dari Adit.
"Hallo.. Assalamu'alaikum.."
"Waalaikumsalam aku sudah di depan"
"Depan mana?"
"Depan kamarmu lah coba buka pintu nya"
"Iya, tunggu sebentar"
"Siapa? Pacarmu? Tanya Desi.
"Bukan, dia itu temanku"
"Alaaahh ngga usah modus kamu. Teman rasa pacar kan maksudnya. Ngga usah pacaran-pacaran kalau bisa langsung nikah saja"
"Siap bu ustadzah! jawabku sambil memberi hormat pada Desi"
"Siap.. siap.. putusin tuh pacar..!"
Desi keluar kamar sambil menoyor kepalaku. Benar-benar ya si Desi ini. Huuhhh..
Aku mengekor Desi keluar kamar. Tapi yang aku lihat saat Desi melewati Adit tidak menyapa. Melengos buang muka, langsung masuk ke kamarnya. Desi memang begitu, paling anti sama laki-laki. Makanya sampai sekarang belum ada tanda-tanda mau menikah.
"Sudah lama?" Sapaku menghampiri Adit yang masih nangkring di motornya.
"Belum. Tadi kan baru nyampe"
"Hehe iya ya. Gimana? Mau langsung pulang atau mau duduk dulu?"
"Langsung pulang saja. Nanti keburu Maghrib kamu dicari pak de mu"
"Oke. Aku ambil tas dulu"
"Hm.."
Adit biasanya selalu menawari makan saat menjemput atau mengantarku ke kost. Tidak pernah lupa, dan itu pasti. Jangan takut kelaparan kalau pergi bareng Adit tuh. Bedanya sekarang aku belum ingin makan, jadi bablas pulang ke rumah.
"Lagi santai pak de?" Sapa Adit saat baru saja sampai.
"Santai Dit, sini duduk dulu.."
"Iya pak de.."
Aku melepas helm terlebih dahulu, baru menyalami pak de.
"Assalamu'alaikum pak de, sehat?"
"Waalaikumsalam Yanti, Alhamdulillah sehat. Yanti.. ini dibuatkan minum dong.."
Aku menjawab sambil cengengesan, mengerti maksud pak de. Pasti mau meledekku ini.
"Hehe iya pak de, sebentar.."
"Mau minum apa Dit nanti biar dibuatkan sama Yanti" Terdengar dari dalam pak de bertanya pada Adit.
"Yanti, tanya dong Adit mau minum apa?" Tuh.. kan bener.
"Mau minum apa Dit?" Tanyaku.
"Apa saja, air putih juga tidak apa-apa"
"Eeh jangan air putih, kopi dong. Kopi saja Yanti. Tolong dibuatkan kopi buat Adit, gimana si kamu ini.. peka dong" Tambah pak de.
"Hahaha ga papa pak de" Adit turut menanggapi.
"Tuhh.. Adit saja tidak apa-apa"
"Kamu ini.." Kali ini pak de menjawab sambil mendelik.
"Iyaa.. iya.."
Sekembali nya dari buat kopi, pak de dan Adit terlihat akrab mengobrol bersama. Setiap kali bertemu pasti begitu, apa saja bisa jadi bahan obrolan. Sudah seperti menantu. Hanya saja pak de tidak hobi main catur. Jadi tidak seperti orang lain yang menahan calon menantu nya pulang sebelum bermain catur. Hahaha. Aku jadi geli sendiri membayangkan nya.
"Begini Dit.. mulai sekarang yang antar jemput Yanti ke kost kamu saja ya.. Pak de kan kerja, kak Sena juga akhir-akhir ini mulai sibuk. Kasihan Yanti tidak ada yang mengantar"
"Lohh.. kok saya pak de" Jawab Adit bingung.
Aku juga bingung kenapa pak de bilang begitu.
"Ya ngga papa. Kamu bisa kan antar Yanti? Baru nanti kalau kamu tidak bisa, pak de yang antar Yanti. Gimana kamu keberatan tidak?"
"Keberatan sih tidak pak de. Kalau saya bisa pasti saya antar. Tapi kalau lagi tidak ada waktu ya maaf, saya tidak bisa antar" Jawab Adit tegas.
"Iya.. tidak apa-apa kalau kamu tidak bisa nanti bilang saja sama Yanti ya.."
"Iya pak de.."
"Tolong jaga Yanti ya. Saya titip Yanti.."
"Iya pak de, saya pasti akan mengantar Yanti dengan selamat"
Aku hanya diam menyimak. Kenapa pak de bilang begitu ya? Apa maksud nya? Kok seperti memasrahkan aku pada Adit. Apa ini makna tersirat dari ucapan pak de beberapa waktu lalu ya? Apa ini artinya pak de merestui aku dan Adit? Atau sekedar supaya mendekatkan aku sama Adit? Huuuh terlalu banyak pertanyaan di benakku.
"Apa nanti aku tanya langsung saja sama pak de ya?"
"Tapi malu, masa nanya itu. Nanti aku dikira pengen lagi. Sudahlah biarkan saja dulu. Nanti juga terjawab sendiri maksud ucapan pak de".
"Ya sudah, saya pamit dulu ya pak de sebentar lagi Maghrib"
"Iya.. iya.. silahkan. Hati-hati dijalan Dit.."
"Iya pak de.."
"Aku pamit dulu ya, kamu istirahat Yanti.."
"Iya.. Kamu jangan ngebut dijalan.."
Jam sembilan malam, aku mulai menguap. Ngantuk. Aku meletakkan ponselku. Memejamkan mata mencoba tidur. "Klunting.." Mataku membuka kembali mendengar pesan masuk. Adit ternyata. Entah kenapa aku langsung tersenyum lebar. Hilang sudah kantuk nya.
"Yanti kamu sudah tidur belum..?"
"Belum. Kenapa memang nya?"
"Besok kamu ada acara tidak?"
"Tidak ada. Kenapa?"
"Besok main ke rumahku yuuk?"
"Uhhuukk.. " Aku terbatuk mendengar ajakan Adit. Bukan nya apa, tapi main ke rumahnya itu sama halnya aku harus siap dikenalkan dengan keluarga nya.
"Ngapain? Lagi ada acara dirumah kamu?"
"Ngga ada, biar kamu kenal saja dengan keluargaku"
"Haaa.."
Aku benar-benar ngeblank. Maksud nya apa biar kenal dengan keluarganya. Aku kan hanya sebatas teman dengan Adit tidak ada status apa-apa. Meski kenyataan nya tidak sepenuhnya begitu. Punya rasa saling memiliki. Tapi bukan pacaran. Tapi cemburu jika salah satu dari kami ada yang dekat dengan perempuan atau laki-laki lain. Rumit memang, tapi itu kami.
Apa jangan-jangan Adit mau membuktikan ucapan nya dulu. Tidak mau pacaran tapi langsung nikah. Setahun lalu dia pernah mengajakku menikah. Tapi tidak aku tanggapi serius. Masa iya, status hanya begini-begini saja mau menikah, pikirku. Dia bilang untuk apa pacaran, hanya menambah dosa. Toh pacaran juga ujung-ujung nya menikah. Jadi dia ingin nya langsung menikah saja, tidak usah pacaran makanya kita ini tidak ada status.
Pak de kemarin bilang begitu, sekarang Adit juga begitu. Aneh semua. Sudahlah daripada pusing terserah saja. Kalau memang benar mau menikah ya ayok. Kalau mau udahan ya sudah. Aku tidak ambil pusing. Mungkin orangtua ku malah senang kalau kami udahan. Karena mereka akan menikahkan aku dengan orang dikampung sana jika tidak jadi dengan Adit. Bukannya tidak merestui, tapi mereka merasa lebih dekat denganku jika tinggal dikampung. Kalau dengan Adit sudah pasti aku akan tinggal di kota, ikut tinggal bersamanya.
Biar begitu orangtua ku tetap menghormati keputusanku. Siapapun pilihanku nanti, mereka tetap akan merestui asal aku bahagia. Katanya.
Semoga saja pertemuanku dengan keluarga Adit nanti diterima dengan baik. Tidak ada drama julid seperti yang ada di sinetron-sinetron.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments