Sepanjang perjalanan aku terus berfikir. Bagaimana mungkin aku terkena maag, padahal sebelumnya tidak pernah. Pasti ini gara-gara pola makan ku yang berubah. Selama tinggal di rumah mertua, aku selalu mengikuti jam makan mereka. Biar lapar sekalipun pasti aku tahan. Mereka sarapan pagi itu paling hanya ngopi, ditambah kue. Tidak makan nasi atau makanan berat lain nya.
"Kamu suka telat makan yank..?" Tanya Adit di tengah hening. Aku cerita tidak ya. Pikirku.
"Ngga sih.." Jawabku.
"Tapi.." Cecar Adit
"Mau bilang tapi malu yank. Ngga papa ya?"
"Kenapa malu. Bilang saja yank. Kita ini kan suami istri. Masa rahasia-rahasiaan"
"Itu.. disini kan kalau makan suka siang yank. Kadang jam 9 jam 10 jam 11 bahkan hampir Dzuhur. Aku kan tidak biasa kaya gitu yank. Aku biasa makan tepat waktu. Sehari tiga kali. Pagi malah kadang sebelum jam 7 aku sudah makan. Lah kalau disini kan jam segitu tadi, ya jelas aku kelaparan" Malu sekali rasanya bicara masalah perut. Tapi tak apa, daripada aku yang sakit.
"Ya Allah yank.. gara-gara itu. Kenapa tidak bilang"
"Aku sudah bilang yank. Sering malah. Tapi kamu tidak mau dengar" Sanggahku.
"Kapan yank.."
"Itu kalau setiap pagi aku kan selalu ngajak kamu makan. Tapi kamu ngga mau. Katanya belum lapar. Kamu makan saja duluan. Mana berani aku makan duluan. Malu yank. Apalagi mamah kan suka julid gitu. Ya sudah aku tahan saja"
"Ya Allah yank. Maaf ya kalau gara-gara aku kamu jadi sakit begini. Nanti kalau mau makan bilang ya. Nanti kita makan bareng.."
"Iya.."
Akan seperti apa nanti kalau mamah tahu aku yang sakit gara-gara ini. Pasti tidak suka. Mengomel lagi ujungnya.
"Astagfirullah hal adzim. Dari mana saja kalian jam segini baru pulang. Hebat kamu ya, tiap malam kerjanya keluyuran terus" Baru sampai pintu mamah Adit sudah mengomel.
"Sudahlah. Jangan marah-marah terus mah. Yanti lagi sakit.." Ucap Adit membelaku.
"Sakit apanya. Semalam masih baik-baik saja tuh" Jawabnya.
"Kami habis dari dokter mah. Yanti sakit maag" Jawab Adit lagi.
"Alah. Manja. Sakit maag beli obat warung juga sembuh" Nyelekit sekali. Aku ngeloyor ke dalam kamar tanpa sepatah katapun. Aku sakit begini juga gara-gara dia. Batinku. Setidaknya beliau ada andil disini.
"Mana ada warung yang buka jam segini mah" Sahut Adit menggeleng. Menyusulku masuk ke dalam kamar.
"Kamu pikun ya. Mamah juga punya warung. Jangan asal buang duit kamu" Ucapnya makin menjadi-jadi. Aku hanya diam melihat Adit yang mematung di depan pintu. Mungkin dia juga tidak menyangka mamahnya akan bicara sepedas itu.
Tak memperdulikan lagi omelan beliau, aku meringkuk di dalam selimut setelah minum obat. Adit langsung menyusul ku tanpa bicara apapun lagi. Sama-sama terlelap pulas. Melanjutkan tidur yang sebelumnya terganggu.
"Makan yang banyak yank, ayo habiskan" Kami sarapan di kang bubur pagi ini. Tidak mau mendrama dengan mertua. Nanti yang ada malah makan ati bukan nya kenyang.
Aku mengurung diri di kamar setelah Adit berangkat kerja. Dia juga bilang aku tidak usah ke warung hari ini. Syukurlah, aku bisa istirahat sebentar. Semoga saja dia juga sudah bilang ke ibunya. Jadi aku tidak perlu repot berhadapan langsung dengan mamah nya.
"Hallo.. assalamu'alaikum. Kenapa Yanti. Tumben banget kamu telpon pagi-pagi. Ada apa?" Tanya kak Lia di seberang sana.
"Waalaikumsalam. Kak Lia aku sakit, ayo jenguk kesini" Rajukku seperti biasa. Karena kami memang sedekat itu.
"Hahaha mana ada orang sakit minta di jenguk. Aleman kamu. Sakit apa?" Bukan mencemooh, tapi kadang kami gengsi mengungkapkan sayang.
"Sakit maag kak. Tadi menjelang subuh aku ke dokter sama Adit" Jawabku memelas.
"Malam-malam? Sama siapa ke dokternya? Naik apa?" Kak Lia mulai khawatir.
"Hanya sama Adit kak berdua, naik motor. Makanya nanti kak Lia kesini ya temenin aku. Adit kerja pagi"
"Lah kan ada mertuamu, adik ipar juga?" Sahutnya lagi.
"Mamah mertuaku jaga warung kak, ayah mertua kerja, adik ipar juga sekolah" Jawabku memelas lagi. Supaya kak Lia mau datang kesini. Setidaknya aku ada teman mengobrol.
"Ya sudah, nanti sebelum ke kampus aku mampir sebentar. Tidak lama ya..?"
"Iya tidak apa-apa" Jawabku girang bukan main. Andai dia tahu aku begini, pasti langsung menoyor kepalaku.
"Baik-baik kamu. Nanti aku kesana"
"Iya. Terima kasih kak"
Klik. Aku menyimpan ponsel di kasur. Mengambil cemilan yang ada. Pokoknya hari ini aku mau me time. Tidak mau memikirkan hal yang rumit. Apalagi mengingat hubunganku dengan mertua. Aku mau memanjakan perutku hari ini. Makan yang banyak, ngemil, lalu tidur. Toh Adit sudah memberi izin. Kalau mamah nya datang mengomel, anggap saja angin lalu. Aku butuh istirahat hari ini.
Tok.. tok.. tok..
Haduh, pasti ini si mamah pedas. Batinku.
"Teteh mamah mau ke warung. Awas pintu jangan lupa dikunci kalau mau tidur! Ucapnya singkat padat dan jelas begitu aku membuka pintu.
"Iya mah.." Jawabku mengangguk. Baru aku mau menutup pintu kembali, beliau berbalik lagi.
"Oh iya. Teteh ngga usah masak. Mamah sudah masak. Makan saja yang ada" Tambahnya lagi. Lalu berbalik pergi.
Tumben. Batinku. Habis ke sambet kali ya jadi baik begini. Biarpun dengan nada tetap ngegas. Tadinya aku mau beli makan siang online saja, tapi kalau sudah masak ya alhamdulillah. Aku tidak harus repot mencari makan. Apa habis dibrifing sama Adit ya, makanya jadi baik. Entahlah, yang penting aku bisa istirahat hari ini.
Aku benar-benar hanya rebahan sejak pagi. Bermain ponsel. Selebihnya menunggu kak Lia datang. Mungkin karena sejak kecil kami selalu bersama, jadi aku merasa nyaman jika berada dekat dia. Merasa bahwa aku tidak perlu berpura-pura tentang hal apapun di depan dia. Hanya dengan kak Lia aku berbagi cerita suka dan duka. Begitupun dia. Ada hal yang tidak boleh orang lain tahu, bahkan orangtua nya sekalipun. Kecuali aku. Saling percaya. Tapi tidak tahu nanti, jika kami sama-sama sudah menikah. Pasti lain lagi cerita nya.
Tok.. tok..tok..
Kali ini terdengar dari arah pintu depan suara nya. Pasti kak Lia.
"Assalamu'alaikum.." Benar kan itu suara kak Lia.
"Waalaikumsalam.. Ayo masuk kak" Sambutku.
"Sepi banget, pada kemana?" Tanya nya.
"Ya seperti yang aku bilang tadi, mereka sibuk masing-masing. Adit juga kebetulan kerja pagi" Jawabku.
"Ini. Aku bawa donat kesukaanmu. Tadi mamah yang beli"
"Loh kak Lia bilang sama budhe. Aku sengaja hanya memberi tahu kak Lia supaya mereka tidak khawatir. Mamahku saja belum tahu" Ucapku sambil mencomot donat bawaan nya.
"Ya bilang lah, nanti aku yang disalahkan kalau tidak bilang. Bapak saja tadi mau kesini, tapi kerja shift 2. Jadi ngga bisa. Salam saja buat kamu, semoga cepat sembuh katanya"
"Iya waalaikumsalam terima kasih pak de, budhe" ucapku.
"Ya telpon sana lah, kalau cuma ngomong disini mana mereka tahu" Kak Lia jengkel. Aku sakit tapi tidak boleh bilang.
"Iya nanti aku bilang. Sekalian mau telpon mamah"
"Harusnya kamu kabarin mamah mu dulu Yanti. Mereka berhak tau. Biar tidak khawatir"
"Justru kalau dikasih tau tambah khawatir nanti. Toh akhir bulan mereka juga kesini" Sahutku.
Aku sudah terbiasa jauh dari orangtua. Pasti sanggup tidak memberi kabar kalau cuma sakit begini.
"Dasar batu. Sok kuat sakit sendirian, padahal minta ditemani" Sindir kak Lia sengit.
Entah kapan datang nya, mamah mertuaku sudah di rumah. Menghampiri kami dari arah dapur.
"Eh ada Teh Lia, kapan datang teh" Kak Lia bergegas bangun menyalami mamah Adit.
"Belum lama bu, ini katanya Yanti sakit. Makanya saya kesini. Nengok sebentar" Jawab kak Lia.
"Iya semalam habis dari klinik sama Adit. Teteh repot-repot bawa donat segala teh.." Tambah nya lagi.
"Kesukaan Yanti bu. Ini juga titipan dari mamah tadi yang beli"
"Oh iya sampaikan terima kasih dari ibu ya. Sudah datang menjenguk kesini, repot-repot bawa donat lagi. Silahkan dilanjut ngobrolnya. Ibu permisi sholat dulu" Pamit mamah mertuaku.
"Iya bu silahkan. Nanti aku sampaikan ucapan terima kasih nya dari ibu" Ucap kak Lia mengangguk sopan.
Tumben sekali beliau ini. Bicara nya halus, tidak pedas seperti saat bicara denganku.
"Ayo kak lanjut ngobrol di kamar aku saja" Ajakku pada kak Lia.
Bisa saja nanti beliau mendengar aku mengobrol dengan kak Lia, lalu ganti buat menyerangku. Sudah tidak aneh begitu. Beliau memang paling suka mencari kesalahanku. Aku juga tidak tahu salahnya dimana, sampai-sampai beliau begitu kesal dan bicara pedas setiap kali melihatku. Padahal saat pertama kali kita bertemu tidak begitu. Kesan nya lembut dan penyayang.
"Wahh.. ternyata begini ya bentuk dan bau nya kamar pengantin baru.." Ucapnya.
"Begini bagaimana. Ini sama seperti kamar pada umumnya. Apanya yang aneh?" Tanyaku heran.
"Seperti bau kembang tujuh rupa. Hahaha" Tawa kak Lia meledak.
"Mana ada kembang tujuh rupa. Memang nya aku dukun apa. Awas saja nanti kalau jadi pengantin baru, aku kasih kembang tujuh rupa kamar nya" Sahutku kesal.
Kak Lia ini memang begitu. Suka sekali meledekku. Bukan semata untuk meledek, tapi aku tahu dia sedang berusaha menghiburku. Saat sakit jauh dari orangtua itu tidak enak. Entah apa jadinya kalau kak Lia tahu sifat asli mertuaku. Bukan tidak mungkin dia akan mengompori aku untuk berpisah dari Adit. Aku tidak mau mereka kecewa. Lebih baik aku yang menderita.
"Yanti, aku kesini juga mau cerita sama kamu"
"Cerita apa kak?" Tanyaku penasaran.
"Aku mungkin akan menjalin hubungan serius dengan Fandy" Ucapnya antusias.
"Serius. Fandy yang itu kan. Yang dulu juga teman SMP kita?" Tanyaku kaget.
"Iya Fandy yang itu. Memang nya Fandy yang mana lagi" Jawabnya tidak suka.
Bukan nya apa, aku hanya tidak ingin hubungan kita jadi canggung nanti nya. Fandy sendiri dulu pernah mengutarakan cinta monyetnya padaku. Tapi aku tolak. Saat aku tinggal di kost pun dia pernah ingin datang bertemu berdua denganku, padahal dia sudah jadian dengan kak Lia. Itu yang membuat hubunganku dan kak Lia sempat renggang. Sampai-sampai dulu aku pulang dua hari dari kost pun dia tidak menyapa sama sekali.
Aku takut kak Lia hanya akan jadi pelampiasan nya saja. Membalas kekesalan nya padaku karena aku tolak. Semoga saja ketakutanku tidak benar-benar terjadi. Aku hanya ingin yang terbaik untuk kak Lia. Tidak ingin dia kecewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments